BANDARLAMPUNG – Penasehat Hukum Robinson Pakpahan, S.H., dari kantor Advokat dan Penasehat Hukum Law Firm SAC & Partners, menegaskan tanah di Pulau Tegal yang menjadi pusat perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Mabes Polri adalah milik sah pengusaha Lampung, Babay Chalimi. Hal ini berdasarkan putusan inkracht van gewijzde di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang dengan Register Perkara Nomor : 15/PDT.G/2002/PN.TK.
Dijelaskan tentang Surat Pernyataan Kompensasi (penggantian) atas objek sita jaminan yang dibuat dan diserahkan Kohar Widjaja, konteksnya adanya penyerahan secara hukum sebidang tanah pengganti di Pulau Tegal seluas 60 hektar.�Penyerahan tanah pengganti dimaksudkan guna mengganti berbagai bidang tanah dan bangunan yang sudah ditetapkan sita jaminannya (conservatoir beslaag) oleh PN. Tanjungkarang yang sudah memutus dan inkracht perkara perdata yang dimenangkan Babay Chalimi Nomor. 15/PDT.G/2002/PN.TK).
Adapun penetapan sita jaminan dan putusan inkracht perkara yang dimenangkan Babay Chalimi atas Kohar Widjaja pada tahun 2002-2003 berkaitan penyitaan beberapa tanah berikut bangunan milik perusahaan PT. SBB dan milik pribadi Kohar Widjaja dkk. Lalu dengan adanya surat pernyataan kompensasi maka PN Tanjungkarang membuat penetapan pengangkatan sita jaminan semua objek sita jaminan yang perkaranya sudah inkracht dan dimenangkan Babay Chalimi atas Kohar Widjaja dkk.
�Karenanya secara hukum dan pasti bahwa tanpa surat pernyataan kompensasi dari pihak Kohar Widjaja maka sita jaminan yang sah dan berharga yang perkaranya sudah inkracht dan dimenangkan Babay Chalimi maka PN Tanjungkarang tidak akan membuat penetapan pencabutan (pengangkatan) sita jaminan, dan tanpa penetapan pengangkatan sita jaminan, maka pihak BPN Bandarlampung dan Jakarta Selatan tentu “tidak akan mencabut” pemblokiran atas objek sita jaminan atas perkara yang inkracht,� urai dia.
Sebab berbekal surat pernyataan kompensasi (penggantian) objek sita jaminan yang kemudian berlanjut ke Penetapan Pencabutan penetapan sita jaminan, yang kemudian berlanjut lagi ke pencabutan blokir objek sita jaminan di BPN, maka kemudian Kohar Widjaja telah menjual semua objek sita jaminan yang “tidak” dia serahkan kepada Babay Chalimi. Yaitu:
Tanah dan bangunan kantor PT. SBB di Srengsem Bandarlampung, dijual kepada Amir.�Lalu tanah dan rumah di Jln. Sriwijaya, Bandarlampung, yang dijual ke Ahoy (Haryono Utomo) Suzuki Center.�Terus Tanah dan �restoran KOHARU di Jln. Ikan Tenggiri, Bandarlampung yang dijual kepada Basais. Selanjutnya tanah dan rumah di Patra Kuningan Jakarta Selatan yang dijual kepada Suryadi.
�Secara hukum, tanpa surat pernyataan kompensasi atas sita jaminan maka objek sita jaminan dalam perkara dengan putusan inkracht itu tidak akan bisa dijual Kohar Widjaja,� tandasnya.
Dengan demikian jika ada yang mengatakan surat pernyataan kompensasi objek penetapan tentang sita jaminan (conservatoir beslaag) yang telah dibuat dan disampaikan pihak Kohar Widjaja dalam perkara dengan putusan inkracht yang dimenangkan Babay Chalimi adalah surat yang tidak berharga, tidak sah dan tidak kuat sebagai bukti “pengalihan” dan atau penyerahan hak secara “sukarela” demi mendapatkan penetapan tentang pencabutan penetapan sita jaminan dimaksud, maka yang mengatakan demikian kemungkinan tidak memahami teori, tujuan, hakekat dan konteks hukum tentang sita jaminan dalam perkara dengan putusan inkracht.�Atau yang mengatakan tidak memahami perkara putusan inkracht yang menyatakan bahwa sita jaminan adalah sah dan berharga.
�Yang mengatakan ini patut dipertanyakan maksud dan tujuannya, apakah dia sengaja melemahkan semangat dalam pertarungan hukum atau dia melakukan karena ketidaktahuannya tentang posisi dan alas hukum yang kami miliki,� paparnya.
�Logikanya jika surat pernyataan tentang kompensasi objek sita jaminan yang dibuat dan diajukan pihak Kohar Widjaja ke pengadilan tidak sah atau tidak berharga atau dengan istilah “tidak kuat” sebagai alas hukum yang bisa digunakan menggantikan objek sita jaminan perkara dengan putusan inkracht, maka PN Tanjungkarang tidak akan menerbitkan dan menandatangani serta memberikan penetapan pencabutan tentang sita jaminan kepada pihak Kohar Widjaja yang kalah,��jelasnya lagi.
Karenanya Robinson menyesali adanya pemberitaan sebuah media besar di Lampung yang menerangkan bahwa para ahli waris Kohar Widjaja alias Athiam telah menjual tanah yang berada di Pulau Tegal. Menurutnya itu adalah kabar yang benar-benar sumir.�Oleh karena tanah dimaksud secara hukum sudah dikompensasikan pada sita jaminan perkara nomor 15/PDT.G/2002/PN.TK yang sudah inkracht.�Kompensasi atas sita jaminan itu diajukan pihak yang kalah ke PN. TK guna mendapatkan penetapan pengangkatan sita jaminan atas perkara inkracht.
Tentunya tanpa kompensasi sebidang tanah di Pulau Tegal seluas 60 hektar itu, maka PN. Tanjungkarang tidak akan menerbitan penetapan pengangkatan sita jaminan perkara inkracht.�Dan tentunya tanpa penetapan pengangkatan sita jaminan maka pemblokiran aset yang jadi objek sita jaminan tidak akan dicabut oleh BPN Bandarlampung, yang akibatnya aset-aset yang menjadi objek sita jaminan perkara inkracht tidak bisa dijual.
�Intinya adalah PN. Tanjungkarang mengakui surat pernyataan kompensasi sebagai sesuatu yang sah dan berharga untuk menggantikan objek sita jaminan.�Bukti yang lainnya adalah bahwa sebelum meninggalnya, Kohar Widjaja telah menjual seluruh asetnya yang tadinya menjadi objek sita jaminan perkara inkracht.�Sementara sampai meninggalnya, Kohar Widjaja tidak menjual tanah Pulau Tegal yang sudah diserahkan ke Babay Chalimi sebagai kompensasi sita jaminan asetnya yang sudah dijualnya.�Bahkan Kohar Widjaja secara tegas dan jantan dalam berbagai pertemuan informal saat itu selalu mengatakan “nanti kalau sudah selesai suratnya itu Pulau Tegal di serahkan ke Babay,� paparnya.
SHM-SHM tanah Pulau Tegal yang sudah dikompensasikan dan diserahkan ke Babay Chalimi pada tahun 2004 itu sendiri baru selesai tahun 2009. Tapi sebelum sempat menyerahkan dokumen tanah kepada Babay Chalimi ternyata tahun 2010, Kohar Widjaja meninggal dunia.
�Sementara anak-anak Kohar Widjaja yang meupakan adik-adik sepupu Babay Chalimi sudah lama sekali tinggal di luar negeri.�Adalah bohong besar jika ada pihak yang mengatakan membeli tanah Pulau Tegal dari ahli waris Kohar Widjaja yang merupakan adik-adik sepupu Babay Chalimi. Untuk itu saya sangat menyayangkan adanya media besar di Lampung yang menulis berita framing tanpa menggali konfirmasi bahkan terkesan menjadi investigator perkara di pengadilan dan bahkan segala hal yang tidak diungkapkan di pengadilan. Yang perlu diingat gugatan Babay Chalimi di PN Tanjungkarang terkait status Pulau Tegal itu dilakukan hanya untuk proses balik nama SHM-SHM. Sedangkan hukum tentang kepemilikannya sudah pasti dan sah karena bersandar pada putusan inkracht dengan register : 15/PDT.G/2002/PN. TK,� tutupnya.(red)