BANDARLAMPUNG�� Masyarakat Lampung mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyegel dan tidak mengeluarkan izin usaha pengelolaan tempat wisata Pulau Tegal Mas. Hal itu akibat dari munculnya gugatan hukum yang dilakukan pengusaha besar Lampung, Babay Chalimi, atas kepemilikan lahan seluas 60 hektar tersebut.

�Selesaikan dulu proses hukum. Setelah selesai, Pemprov Lampung juga harus melihat semua aspek positif dan negatif ketika surat izin pengelolaan dikeluarkan,� kata Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Karya Utama – Konfederasi Serikat Nasional (FSBKU-KSN), Yohannes Joko Purwanto, Senin (29/7).

Menurut Yohannes Joko Purwanto, persoalan ini tentunya harus jadi perhatian serius semua pihak, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten-kota. Tidak hanya sekeder untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau menekan angka pengangguran. Tapi masalah perizinan Pulau Tegal juga dikhawatirkan dapat bisa merusak biota laut.

�Pemikiran seperti ini yang harus diterapkan pemerintah agar pengelolaan nantinya tidak merusak biota laut,� ungkapnya.

Dengan adanya sikap tegas semua pihak, menurut dia, para pengusaha ataupun calon investor yang ingin menanamkan modal di Lampung, bisa mengikuti mekanisme peraruran yang berlaku.

�Jangan hanya memikirkan menarik investor saja dengan mengesampingkan mekanisme ataupun peraturan yang ada. Tetapi dengan mempermudah sistim perizinan tanpa adanya dampak negatif ataupun pihak yang dirugikan dari pengusaha tersebut,� tegas dia.

Sebelumnya, Babay Chalimi, Pemilik PT. Andatu Plywood Lestari, mengklaim bahwa dirinya merupakan pemilik sah tanah seluas 60 hektar yang ada di pulau tersebut. Hal ini berdasarkan bukti penyerahan dari pemilik sebelumnya yang juga pemegang sertifikat lahan tersebut atas nama Kohar Widjaya alias Athiam yang diterimanya tanggal 16 Februari 2004 silam.

�Sekarang Babay Chalimi sedang melakukan gugatan hukum di pengadilan,� tutur salahsatu sahabat Babay Chalimi, M. Alzier Dianis Thabranie seraya menunjukan pesan berisi �Orang itu untuk berbisnis harus punya jati diri dan alas hak yang sah untuk kegiatan bisnisnya. Tanpa dua hal tersebut nggak bisa orang mengajukan perizinan untuk kegiatan bisnisnya. Jadi kita semua patut menduga bahwa kegiatan reklamasi dan land clearing serta pembangunan itu tidak berizin adalah akibat alas hak kepemilikan lokasinya tidak dimiliki oleh yang mengeksploitasi dan� mengeksplorasi serta mengkomersilkan Tegal Mas.�

Sebelumnya Alzier mendukung adanya �teguran� Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pemilik tempat wisata Pulau Tegal Mas, lantaran pulau itu belum mengantongi izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K).Menurut Alzier sebagai putra daerah Kabupaten Pesawaran dia siap mendukung langkah KPK.

�Makanya jangan asal membangunlah di Lampung. Izin-izin belum lengkap, belum ada, asal-asalan, nekat-nekatan. Itu, kampung saya Kabupaten Pesawaran,� tegas Alzier.

Dilanjutkan Alzier, dia bukan tidak suka sektor parawisata maju. �Tapi ini janganlah sok sip, sok hebat, karena dekat dengan pejabat daerah, penguasa di daerah ini. Baru ngasih-ngasih kavling-kavling untuk villa dengan pejabat penguasa daerah. Sudah ngotak, sok ngatur lebih-lebih dari Gubernur Lampung kelakuannya,� tandas Alzier.

Diuraikan Alzier, dirinya pernah dua periode menjadi Ketum KADIN Provinsi Lampung. �Jadi saya tau persislah, pengusaha yang ada di Lampung. Mana yang benar-benar pengusaha profesional, mana yang tidak,� pungkasnya.

Seperti diketahui Kepala Koordinator Wilayah Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi Perwakilan Wilayah Lampung, Dian Patria beberapa waktu lalu mengatakan, pulau Tegas Mas di Kabupaten Pesawaran belum mengantongi izin. Dian mengungkapkan, dalam rapat 21 Mei 2019 lalu, bersama pemprov, pemkab Pesawaran, KKP pusat, Kanwil BPN dan pihak Tegal Mas, kemudian telah disepakati dan menandatangani fakta integritas oleh Manager Wisata Pulau Tegal Mas, Rafsanzani Fatria.(net/red)