JAKARTA � Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi gugatan Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia yang diskorsing kampusnya pada 2021 lalu. Kasasi diatasnamakan oleh pemohon Ahmad Mu�fatus Sfa�i.
Amar putusan perkara gugatan tersebut, resmi diterbitkan pada Selasa 26 Juli 2022 kemarin, dengan inti yang berbunyi mengabulkan permohonan kasasi, serta membatalkan putusan tingkat banding sebelumnya dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan.
PTUN Medan sebelumnya memutuskan, menguatkan putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung, dengan nomor 24/G/2021/PTUN.BL pada 13 Oktober 2021 lalu, yang menolak permohonan gugatan dari Mahasiswa Teknokrat itu.
Sementara dalam putusan kasasi kali ini, Mahkamah Agung RI mempertimbangkan diantaranya, mengenai dasar penerbitan Surat Keputusan Skorsing oleh Rektor yang berpijak pada ketentuan Pasal 19 ayat (4) dan Pasal 21 ayat (2) Kode Etik Mahasiswa.
Yang disahkan oleh Rektor Universitas Teknokrat Indonesia, terkait dengan pelanggaran Kode Etik yang bersifat sedang, antara lain merokok dan minum-minuman keras, melakukan perjudian dan perjokian, membawa pihak luar ke dalam kampus sehingga menimbulkan keributan.
Menjanjikan hadiah kepada civitas akademika dengan tujuan yang tidak dibenarkan, berkelahi dan melakukan tindak kekerasan lainnya, sama sekali tidak terbukti dan tidak memenuhi unsur di dalam ketentuan tersebut.
Kemudian MA mempertimbangkan juga dari hal penjatuhan sanksi skorsing yang didasarkan pada kehadiran dalam Rapat Dekanat Fakultas Teknik pada 23 Januari 2021, telah melanggar asas keseimbangan dalam penerbitan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara.
Selanjutnya Mahkamah Agung juga menyebut dalam pertimbangan putusannya, terkait konsideran Surat Keputusan skorsing di huruf d. Bahwa perbuatan Mahasiswa dikhawatirkan akan membangun jiwa ekstrimisme dan Radikalisme bagi mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia yang bertentangan dengan prinsip akademis.
Hal itu dinilai oleh Mahkamah Agung adalah merupakan alasan yang tidak sesuai dengan prinsip penerbitan sebuah Keputusan Tata Usaha Negara.
MA menyebut bahwa SK skorsing juga tidak sesuai dengan prinsip penerbitan sebuah keputusan tata usaha negara, yaitu prinsip kecermatan bahwa suatu keputusan haruslah didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap, untuk mendukung legalitas penetapan dan atau pelaksanaan keputusan.
Atas putusan kasasi tersebut, LBH Bandar Lampung selaku pendamping hukum para Mahasiswa memberikan apresiasinya kepada Mahkamah Agung RI, yang dinilai telah memberikan keadilan bagi perjuangan mereka.
Dimana dari hasil persidangan yang sudah dibacakan pada tingkat kasasi, memperlihatkan tuduhan perbuatan kepada para Mahasiswa tersebut tidak pernah terbukti sama sekali.
�LBH Bandar Lampung sangat menghormati Putusan Kasasi yang diputus oleh Mahkamah Agung. Putusan Kasasi ini membantah tuduhan Rektor melalui SK DO dan Skorsing yang diterbitkannya. Putusan Kasasi ini telah menjawab Putusan pada pengadilan tingkat Pertama dan Banding yang sebelumnya menolak gugatan para mahasiswa,� jelas Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi.
Lebih lanjut Indra menjabarkan, bahwa apa yang telah dilakukan oleh pihak kampus dengan memberikan sanksi atas dasar tuduhan yang belum terbukti, telah merenggut hak atas pendidikan para mahasiswa.
Selain itu ia menyebut, bahwa perlakuan kampus yang dinilainya sebagai penerapan sikap otoriter itu, telah mengakibatkan banyak kerugian baik secara Materil, maupun kerugian Imateril.
�Hampir dua tahun mahasiswa harus berjuang menuntut keadilan sembari menyusun harapan untuk masa depan dengan terpaksa melanjutkan kuliahnya di kampus lain. Kerugian yang diderita oleh mahasiswa selain Materil tentu terdapat kerugian imateril yang juga tidak dapat dinilai. Putusan Kasasi ini menjadi pijakan untuk melakukan perjuangan yang belum selesai,� pungkas Indra.
Untuk diketahui, permasalahan skorsing dan Drop Out tersebut, bermula saat sembilan mahasiswa Teknokrat yang tergabung dalam Hima Teknik Sipil itu, mengadakan diskusi dan perkumpulan di luar area kampus.
Rupanya aktivitas itu, malah berujung pada tuduhan dari pihak Universitas, tentang dugaan adanya kegiatan terlarang yang dilakukan oleh para Mahasiswa, yang mengarah pada tindakan ekstrimisme serta radikalisme.
Sehingga terbitlah Surat Keputusan Drop Out dan Skorsing dari Universitas Teknokrat Indonesia di Februari 2021 lalu, yang kemudian dilawan oleh para Mahasiswa tersebut melalui PTUN Bandar Lampung, namun saat itu gugatan ditolak hingga dilakukan upaya hukum lanjutan.
Sementara itu, sikap lanjutan atas polemik SK DO dan Skorsing ini belum dapat dilakukan. Sebab selain putusan gugatan atas nama Ahmad Mu�fatus Sfa�i, LBH Bandar Lampung juga masih menunggu hasil putusan kasasi yang dilayangkan dua mahasiswa Teknokrat lainnya. (kirka)