BANDARLAMPUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung� soal izin Pulau Tegal. Hal sama juga dilakukan DPRD Lampung. Mereka meminta Pemprov mendalami masalah gugatan pengusaha Lampung Babay Chalimi terkait kepemilikan Pulau Tegal. KPK juga akan memetakan lahan Pulau Tegal mana saja yang digugat dan terkait perizinan apa saja.
Koordinator Wilayah Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi Perwakilan Wilayah III, Dian Patria, mengatakan pemprov harus mendalami gugatan Babay Chalimi yang menuntut pemilik sah Pulau Tegal. �Info gugatan Babay ini baru. Jadi kita minta pemprov dalami dulu gugatannya sebelum meminta izin,� katanya, Selasa (30/07/2019).
Dian Patria juga akan mendalami lahan mana saja yang digugat Babay Chalimi di PN Tanjungkarang. Terutama berkaitan perizinan. Sebab perizinan yang harus dimiliki Tegal Mas banyak jenis. �Izinkan macam-macam. Ada izin reklamasi, ada izin pesisir, dan lainnya. Mana yang membantah itu perlu kita lihat dulu,� tandasnya.
Kawasan wisata laut Tegas Mas hingga kini belum mengantongi izin pemerintah atau ilegal. Pengusaha wisata harus memiliki izin lokasi dan izin pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K), sebelum membuka usahanya. Menurut Dian Patria, pemerintah telah memasang�plang�segel serupa pengumuman, tanggal 7 Juli 2019. Namun, dalam hitungan jam, papan itu dibakar orang. Tulisan�plang�putih bertuliskan huruf merah: Dilarang Keras Menyeberang Ke Pulau Tegal Dari Lokasi Ini.
Dari kasus perizinan itu, Pemda, dihadiri instansi terkait, termasuk KPK terakhir menggelar rapat khusus. Hasil� rapat memutuskan beberapa poin yang harus dipatuhi pengelola wisata. Diantaranya pertama melengkapi dokumen perizinan atas aktivitas usaha yang hingga kini belum ada. Menghentikan pembangunan, kegiatan reklamasi dan lainnya sampai terbitnya perizinan. Menghentikan penyeberangan dari dan di Pulau Tegal dari Pantai Marita Sari, karena masih ada penyebrangan dari pantai Sari Ringgung dan tetap berjalan.
Lalu tidak memungut biaya tarif ke pantai Tegal Mas (sebelum ada perizinan), bersedia membayar pajak segala aktivitas yang ada di tempat tersebut. Hotel, restoran, air dan sebagainya). Tapi semua di langgar. �Jika masih dilanggar, bakal disegel,� ujar Dian Patria, kepada wartawan beberapa hari lalu.
Menurut Dian, didalam rapat Pemda Lampung terungkap belum adanya izin yang dimiliki pihak pengusaha Tegal Mas, lebih kepada Pemprov yang terlambat merespons izin usaha yang diajukan pengelola. �Di rapat, alasannya Provinsi lambat merespon pelaku usaha,� katanya.
Sementara itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lampung juga meminta pemprov mempertimbangkan faktor terkait izin pengelolaan pulau Tegal Mas. Termasuk faktor hukum, sehingga salah satu destinasi wisata di Bumi Ruwa Jurai ini dapat berjalan baik.
Anggota Komisi IV DPRD Lampung Watoni Noerdin mengatakan Pemprov dapat memperhatikan beberapa faktor untuk mengeluarkan izin pengelolaan pulau Tegal Mas. Selain itu, para pelaku ataupun pemangku juga harus mengikuti aturan hukum. Jika tidak, pemprov berhak menghentikan sementara pengelolaan pulau Tegas Mas. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemprov Lampung. Pertama, dampak lingkungan yang akan muncul jika pengelolaan itu sudah berjalan. �Apakah nantinya akan merusak lingkungan di sekitarnya, seperti karang laut ataupun biota disana dan masalah limbah lainnya,�kata Watoni, sebagaimana dilansir beberapa media online.
Kedua, jumlah serapan dan domisili tenaga kerja. Ketiga, masalah keamanan sehingga membuat pengunjung merasa aman dan nyaman saat berwisata. Keempat, dampak ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah.
��Jadi tidak terbatas pada masalah lingkungan saja. Jika memiliki kontribusi yang kompleks sebagaimana tertuang dalam analisa dampak lingkungan usaha kelola lingkungan dengan baik, saya pikir masyarakat dan pemprov akan mengizinkannya,� katanya.
Seperti diketahui selain kasus perizinan, pulau seluas 60 Ha itu ternyata sedang silang sengkarut soal sengketa kepemilikan. Babay Chalimi, bos PT. Andatu Plywood Lestari, mengklaim bahwa dirinya merupakan pemilik sah tanah seluas 60 hektar yang ada di pulau tersebut. Hal ini berdasarkan bukti penyerahan dari pemilik sebelumnya yang juga pemegang sertifikat lahan tersebut atas nama Kohar Widjaya alias Athiam yang diterimanya tanggal 16 Februari 2004 silam.(red/net)