BANDARLAMPUNG � Jelang Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar, 3-6� Desember 2019, membuat kondisi internal di Partai Golkar memanas. Antar kandidat pun saling mengklaim dukungan.

�Meski begitu, saya harap Munas Golkar berlangsung demokratis. Jangan gunakan cara licik. Misalnya mengancam mem-Plt-kan para ketua DPD Partai Golkar yang berseberangan dengan Airlangga Hartarto. Ini jelas, melanggar AD/ART,� tegas mantan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, Minggu (1/12).

Untuk itu, tim sukses Calon Ketum DPP Partai Gokar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) ini meminta para pemilik hak suara seperti ketua DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota se-Indonesia untuk tak gentar. Yakni terhadap ancaman di Plt-kan bila tak milih Airlangga di munas mendatang.

�Gunakan hati nurani. Jangan takut di Plt-kan. Terkhusus untuk para Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota se-Lampung,� tegasnya lagi.

Dipaparkan Alzier, adanya langkah sekelompok kader yang terkesan memaksakan aklamasi, bukan merupakan tradisi Partai Golkar. �Jadi kader golkar bisa menentukan sikap, tanpa ada tekanan. Kalau aklamasi tak ada rumusnya tercipta pemilihan yang fair dan demokratis. Yang ada justru perpecahan. Biarkan semua kader memilih pemimpinnya kedepan, tanpa harus ada intimidasi dan paksaan,� tutur Alzier.

Alzier mengakui jika sosok Bamsoet kini merupakan figur tepat memimpin Partai Golkar kedepan. �Harus diakui Bamsoet kader terbaik Golkar. Dia mampu menjadi Ketua DPR-RI. Bahkan kini dipercaya sebagai Ketua MPR-RI. Jadi dengan memimpin Golkar, sudah dipastikan bisa mempersatukan semua potensi sehingga kedepan Partai Golkar akan maju dan berjaya di kancah perpolitikan baik ditingkat daerah, nasional maupun internasional,� urainya.

Tidak dengan saat Partai Golkar dipimpin Airlangga Hartarto. Dimana di Pileg, April lalu perolehan suara Golkar terpuruk diposisi tiga. Dibawah perolehan suara PDI-Perjuangan dan Partai Gerindra.

�Jadi apa prestasi Airlangga Hartarto yang membanggakan hingga didorong maju lagi di munas dan melanjutkan kepemimpinan masa bakti 2019-2024. Harusnya yang bersangkutan dan tim suksesnya mengukur diri. Belum lagi masih ada persoalan hukum yang �membayangi��Airlangga di kasus dugaan suap proyek pembangunan�PLTU Riau pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk juga tentang janji bantuan saksi baik di Pilkada maupun Pileg yang tidak ditepati. Jangan sampai persoalan ini malah menjadi beban dan merusak citra partai sehingga membuat perolehan suara partai terpuruk,� pungkas Alzier.

Sebelumnya Ketua Tim Pemenangan Caketum Golkar�Bamsoet, Ahmadi Noor Supit, menilai�Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto�menyalahi peraturan AD/ART. Itu dikarenakan Airlangga mempersilakan Plt DPD Golkar memberikan hak suara pemilihan caketum di Munas Golkar.

“Peraturan organisasi Partai Golkar, PO-08 No.08/DPP/GOLKAR/VIII/2010, dalam Pasal 7 Ayat 3 menyatakan pelaksana tugas ketua wajib menyelenggarakan musyawarah luar biasa dalam waktu dua bulan, terhitung sejak tanggal penetapan sebagai pelaksana tugas. Langkah Airlangga yang membiarkan plt lebih dari dua bulan sama saja dengan menginjak konstitusi partai,” ujar Ahmadi Noor.

Ahmadi mengatakan sebelumnya ada juga 10 anggota DPD yang dijadikan pelaksana tugas di Maluku. Namun dianulir karena berkomitmen mendukung Airlangga di pemilihan Caketum Golkar.

“Awalnya 10 DPD II di Maluku juga dijadikan plt, namun dianulir setelah balik badan menyatakan komitmen mendukung Airlangga Hartarto pada 10 Juli 2019. Ini menjadi bukti betapa Airlangga menggunakan jabatan untuk menekan dan mengintimidasi demi syahwat kekuasaan, bukan sebagai alat perjuangan menegakkan nilai-nilai luhur karya kekaryaan Partai Golkar,” imbuhnya.

Menurut Ahmadi, memberikan hak suara kepada plt itu merupakan strategi licik Airlangga agar menang pada pemilihan caketum. Karena itu, dia menilai Airlangga tidak menghormati aturan partai dan menyebut pemberian hak suara ini berdampak buruk bagi Golkar ke depannya.

“Membiarkan plt untuk kemudian diberi hak suara dalam munas dengan mengangkangi konstitusi partai sepertinya akan menjadi strategi picik yang dijalankan Airlangga Hartarto. Padahal sikap seorang pemimpin dinilai dari seberapa besar ia menghormati peraturan. Sikap Airlangga Hartarto ini menjadi preseden buruk bagi Partai Golkar,” pungkasnya.

Berikut sejumlah nama Plt DPD tingkat I Golkar:

Ahmad Doli Kurnia (Sumatera Utara), Sarmuji (Jambi), Rizal Mallarangeng (DKI Jakarta), Zainudin Amali (Jawa Timur), Gde Sumarjaya Linggih (Bali), Muhtarudin (Kalimantan Timur), dan Ibnu Munzir (Sulawesi Barat).

Berikut pengurus DPD Tingkat II yang dijadikan plt dan diklaim Ahmadi tidak sejalan dengan Airlangga Hartarto:

Kab Batubara Sumut, Kab Sijunjung Sumbar, Kota Dumai Riau, Kab Lebong Bengkulu, Kab Bengkulu Tengah Bengkulu, Kab Seluma Bengkulu, Kab Bengkulu Utara Bengkulu, Kota Cirebon Jabar, Kab Bekasi Jabar, Kab Indramayu Jabar, Kab Wonosobo Jateng, Kab Sragen Jateng, Kab Pasuruan Jatim.

Kab Bangli Bali, Kab Jembrana Bali, Kab Badung Bali, Kab Karangasem Bali, Kab Tabanan Bali, Kab Buleleng Bali, Kab Sabu Raijua NTT, Kota Samarinda Kaltim, Kab Bantaeng Sulsel, Kab Takalar Sulsel, Kab Palopo Sulsel, Kab Luwu Sulsel, Kab Morowali Utara Sulteng, Kab Minahasa Selatan Sulut (terpilih Ketua DPD I), Kab Halbar Malut, Kab Haltim Malut, Kab Tidore Kepulauan Malut, Kab Sarmi Papua.
(red/net)