BANDARLAMPUNG � Hiruk pikuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tentang penyetaraan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga eksekutif lain, masih mengundang polemik. Salahsatunya dari Praktisi Hukum Lampung, Syamsul Arifin S.H., M.H. Menurut Syamsul banyak �keanehan� di putusan MK yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman tersebut.

“Penilaian bahwa ada diskriminatif dan ketidakadilan dalam masa jabatan pimpinan KPK yang hanya empat tahun, berbeda dengan komisi dan lembaga negara lainnya yang rata-rata memiliki masa jabatan 5 tahun, merupakan penilaian tak mendasar. Buktinya ada lembaga lain yang masa jabatan sama, lebih, atau bahkan kurang dari empat tahun, tapi semua tetap berjalan,� terang Syamsul Arifin, Jumat, 26 Mei 2023.

Lalu soal independensi pimpinan KPK. Hal ini pun tak ada kaitan dengan lama atau tidaknya masa jabatan di suatu lembaga. Tapi lebih kepada moralitas dan integritas mereka yang duduk di lembaga tersebut.

Jadi mau sekuat apapun intervensi, jika pejabat yang berwenang memiliki moralitas dan integritas tinggi, maka hal itu tak akan terpengaruh. Sehingga sekali lagi, ini tak ada hubungan dengan lama atau tidak masa jabatan.

Selain itu, Syamsul Arifin pun menyorot meski putusan ini sifatnya final mengikat, namun tidak serta berlaku untuk pimpinan KPK sekarang. Sebab putusan seketika itu tidak bisa diputuskan dan diberlakukan ketika aturan yang mengatur tentang sesuatu (KPK) tak terlebih dulu dibatalkan di peradilan yang berwenang memutus dan atau membatalkan suatu “beschikking”.�

Dimana pimpinan KPK itu diangkat Presiden melalui Keppres. Karenanya dasar hukum yang disahkan Presiden itu yang harus digugurkan atau dianulir dahulu.�

Sementara tentang Keppres bukan wewenang MK untuk mengadili dan memberi putusan.�Ketika Keppres belum dicabut dan direvisi karena adanya gugatan khusus (terhadap beschikking) yang dikabulkan oleh lembaga peradilan (PTUN), maka masa jabatan tetap 4 tahun sesuai Keppres, dan masa jabatan berubah 5 tahun untuk komisioner KPK selanjutnya.

�Sebab yang dimohonkan ke MK adalah UU, bukan Keppres yang mengesahkan pemberlakuan masa jabatan pimpinan KPK. Jadi, yang harus segera diubah menurut putusan MK adalah UU tentang KPK, khususnya pasal tentang masa jabatan. Untuk mengubah Keppres, kita persilahkan pimpinan KPK mengajukan lagi ke lembaga peradilan yang bukan MK. Sebab tak ada di dalam putusan MK yang membatalkan dan merevisi substansi Keppres tentang masa jabatan pimpinan KPK,� tandasnya.

Terakhir Syamsul Arifin mengatakan bahwa KPK itu bertanggung jawab kepada publik. Jadi seharusnya publiklah yang memohonkan gugatan ke MK untuk menyoal masa jabatan. Bukan pimpinan KPK yang malah menjadi terkesan keenakan bertahta di KPK. Dimana lantaran terkesan keenakan bertahta di KPK yang pada akhirnya membuat pimpinan KPK melupakan janji dan sumpahnya untuk setia bertugas berdasarkan UU. Tapi dalam perjalanannya malah UU yang membuatnya ada dan berada justru digugatnya ke MK hanya demi memperpanjang tahtanya.

“Satu hal yang perlu dicermati dan dimaknai putusan MK adalah bagi KPK dan bukan untuk pimpinan KPK saat ini.� Sekali lagi putusan MK tak Membatalkan Keppres tentang KPK,� pungkasnya. (red)