KRUI – Rapat Paripurna DPRD Pesisir Barat (Pesibar) dengan agenda pengesahan APBD TA 2019 yang dijadwalkan Badan Musyawarah (Banmus), Jumat (30/11) pukul 13.30 WIB, gagal digelar. Ini lantaran gedung yang biasa digunakan menggelar paripurna, ternyata dalam keadaan terkunci rapat dan tertutup dua unit kendaraan roda empat.

Dari informasi yang dihimpun, pemboikotan terjadi karena DPRD Pesibar menolak anggaran pembangunan kantor bupati dan anggaran umroh yang diduga tidak tepat sasaran.

“Kemungkinan digemboknya ruang rapat paripurna, serta tidak ada pihak ekskutif termasuk bupati yang hadir karena sudah perintah dari bupati dan sekda,” kata salahsalah satu anggota dewan yang minta namanya dirahasiakan.

Ditambahkannya, saat pembahasan antara legislatif dan ekskutif pengajuan anggaran lanjutan pembangunan kantor bupati ditolak sebagian anggota DPRD lantaran menunggu proses pembangunan yang dianggarkan pada APBD 2018. Serta penolakan terhadap usulan dana umroh.

“Usulan penambahan anggaran membangun kantor bupati, memang kita tolak, melihat proses pembangunan kantor tidak sesuai rencana. Sementara penolakan usulan dana umroh, karena selama ini yang diberangkatkan tidak tepat sasaran, karena yang ada hanya keluarga dan tim sukses bupati,” jelasnya.

Ketua DPRD Pesisir Barat Piddinuri sendiri menyayangkan kondisi tersebut. ”Kenapa tempat paripurna ini dikunci,” tanya Piddinuri.

Berdasarkan jadwal yang sudah ditatapkan Banmus DPDR Pesisir Barat, seharusnya paripurna dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. ”Saya sudah tanda tangan jadwal tersebut,” ujarnya.

Terpisah, politisi PDI-Perjuangan yang juga anggota DPR RI serta merupakan tokoh nasional asal Pesisir Barat, H. KRH Hendri Yosodiningrat,S.H., menyesalkan mengapa hal ini bisa terjadi. Menurutnya jika pemboikotan paripurna, atas perintah bupati, berarti itu merupakan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan.

“Kalau itu perintah bupati, tentu sudah bersikap Abuse Of Power atau perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan dapat diklarifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa,” kata Hendri.

Lebih lanjut dijelaskan Hendri yang kini maju kembali sebagai calon anggota DPR RI Dapil Lampung II, bahwa apa yang dilakukan atau dipertontonkan atas kejadian tersebut merupakan sikap arogansi Pemkab Pesibar. Dimana bupati sebenarnya merupakan pelayan masyarakat, dan bukan bosnya rakyat.

“Ingat sebagai pemimpin harus sadar bahwa kita pelayan masyarakat, jadi apa yang dilakukan terhadap penghalangan rapat paripurna DPRD harus melakukan perlawanan secara politik dan saya yakin kejadian itu atas perintah atasan,” sesal Hendri.(red/net)