Jakarta – Apes sekali nasib Mohamad Lukman Sjamsuri. Direktur PT Elkaka Mandiri) ini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap bersama Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Ardito Wijaya dkk. Ini lantaran dirinya disebut KPK, telah memberikan fee sebesar Rp500 juta. Harapannya agar bisa menjadi pemenang lelang alat kesehatan pada Dinas Kessehatan (Dinkes) Lamteng.
Padahal dalam kurun waktu bulan Februari hingga November 2025, Ardito Wijaya telah menerima fee proyek dari sejumlah rekanan atau kontraktor dari beberapa orang dekatnya. Jumlahnya pun cukup besar, mencapai Rp5,25 miliar. Namun sial, dari banyak rekanan yang menyetor proyek, hanya Mohamad Lukman Sjamsuri yang dijadikan tersangka.
Belum lagi, adanya beberapa nama anggota DPRD Lamteng yang juga hilang dan lolos dari penetapan tersangka sesuai rilies KPK. Misalnya nama Purheri Sumardiyanto dan beberapa nama lain. Dari unsur DPRD Lamteng, hanya nama Riki Hendra Saputra yang dijadikan tersangka.
Menyikapi nama-nama yang hilang tersebut, Mungki Hadipratikto selaku Plh. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, menegaskan jika setiap nama yang masuk dalam bahan awal OTT, telah dicatat dan jadi bahan kajian penyidik KPK. Namun, penyebutan nama dalam bahan penindakan saat proses OTT, belum tentu menunjukkan keterlibatan karena harus diverifikasi penyidik. Mulai dari meliputi pemeriksaan dokumen, komunikasi digital, serta keterangan para pihak yang telah diperiksa.
Dengan demikian, KPK tidak ingin terburu-buru menyimpulkan posisi hukum seseorang, sebelum pemeriksaan selesai.
Dia pun memastikan, semua yang terlibat dalam masalah OTT fee suap Proyek Lamteng ini pasti akan dipanggil dan diperiksa,
Seperti diketahui, KPK menetapkan Bupati Lamteng Ardito Wijaya sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi. Ardito diduga telah menerima fee Rp 5,75 miliar. Hal itu disampaikan Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dalam konferensi pers penetapan tersangka di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025). Dia mengatakan Ardito awalnya diduga mematok fee 15-20 persen untuk sejumlah proyek di Lampung Tengah.
“Diketahui postur belanja berdasarkan APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun 2025 mencapai sekitar Rp 3,19 triliun. Dari anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, hingga program prioritas daerah,” ujar Mungki.
Dia mengatakan Ardito telah meminta anggota DRPD Lampung Tengah bernama Riki Hendra Saputra (RHS) untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa di sejumlah dinas. Dia mengatakan pengadaan barang dan jasa harus dimenangkan oleh perusahaan milik keluarga atau milik tim sukses Ardito saat Pilkada Lampung Tengah.
Singkat cerita, Ardito menerima fee Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan melalui Riki dan Ranu Hari Prasetyo selaku adik Ardito. Duit itu diterima dalam periode Februari-November 2025.
“Pada periode Februari-November 2025, AW diduga menerima fee senilai Rp 5,25 miliar dari sejumlah rekanan atau penyedia barang dan jasa melalui RHS dan RNP selaku adik Bupati Lampung Tengah,” ujarnya.
Sebagai informasi, Ardito baru dilantik sebagai Bupati Lampung Tengah pada Februari 2025. Artinya, permintaan dan penyerahan fee langsung terjadi.
Selain itu, Ardito juga diduga meminta Plt Kepala Bapenda Lampung Tengah Anton Wibowo (ANW) untuk mengatur pemenang lelang alat kesehatan pada Dinkes Lampung Tengah. KPK menyebut Anton juga merupakan kerabat Ardito.
“Atas pengondisian tersebut, AW diduga menerima fee sebesar Rp 500 juta dari Saudara MLS (Mohamad Lukman Sjamsuri selaku Direktur PT Elkaka Mandiri),” ujarnya.
KPK pun menetapkan lima orang sebagai tersangka. Berikut daftarnya:
- Ardito Wijaya selaku Bupati Lampung Tengah periode 2025-2030,
2. Riki Hendra Saputra selaku anggota DPRD Lampung Tengah,
3. Ranu Hari Prasetyo selaku adik Bupati Lampung Tengah,
4. Anton Wibowo selaku Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati,
5. Mohamad Lukman Sjamsuri selaku pihak swasta atau Direktur PT. Elkaka Mandiri .(red/net)


















