BANDARLAMPUNG � Kordinator Forum Penyelamat Kewibawaan Partai Golkar Lampung (FPKPGL) Indra Karyadi mengaku prihatin dengan penahanan Setya Novanto (Setnov) oleh KPK. Dia berharap ketua umum DPP Golkar itu berkonsentrasi dalam kasus hukumnya. Untuk menyelamatkan Golkar, harus segera digelar munaslub.

“Demi menjaga marwah partai, sebaiknya Setya Novanto mundur dari jabatan ketua DPP Golkar dan DPR. Tak perlu berlarut-larut dalam melakukan pembelaan hukum,” ujar mantan Ketua DPRD Lampung ini, Senin (20/11).

Sebagai tindak-lanjutnya, DPP Golkar harus menggelar munaslub mencari ketua umum baru. Di sisi lain, Indra juga meminta Setnov menghentikan upaya menggelar kegiatan wayangan, jalan sehat dan lain-lain. Kegiatan dalam rangka sosialisasi cagub Arinal Djunaidi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Lampung ini ternyata� mendapat sorotan miring dari publik. Khususnya terkait sumber pendanaan yang di luar kewajaran.

Publik, ujar Indra, mendesak Dirjen Pajak agar dilakukan audit pajak dan sumber dana kegiatan wayangan, jalan sehat dan lain-lain. “Dana kegiatan wayangan, senam sehat harus diperiksa. Kegiatan itu menghabiskan puluhan miliar, tentu patut dicurigai dari mana sumber dananya,” selidik Indra.

Lebih jauh Indra mengingatkan warga Lampung agar lebih waspada terhadap calon gubernur yang menghamburkan uang sebelum masa kampanye. Sebab biaya kegiatan yang dikeluarkan sudah tidak layak.

Sebelumnya hal senada pernah diungkapkan praktisi hukum Lampung. Mereka berharap semua sumber pendanaan cagub yang akan berkompetisi pada pilgub 2018 dibuka untuk masyarakat. Tidak hanya sumbangan dari pihak swasta atau pihak ketiga seperti yang didapat cagub Arinal Djunaidi saja yang harus transparan.

Namun juga penggunaan dana hibah atau dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota dan APBD provinsi oleh petahana baik itu oleh Ridho Ficardo-Bachtiar Basri (Gubernur-Wakil Gubernur Lampung), Mustafa (Bupati Lampung Tengah), dan Herman HN (Walikota Bandarlampung) dan Mukhlis Basri (Bupati Lampung Barat) juga harus dibuka.

�Mustafa dan Herman, Mukhlis ataupun Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri, setiap kegiatan seperti jalan sehat, lomba menggambar dan lain-lain serta untuk sosialisasi di media diduga memakai dana APBD Kabupaten Lamteng, APBD Kota Bandarlampung, APBD Lambar dan APBD Provinsi Lampung, coba cek di media-media besar di Lampung, semua bayar pakai APBD. Termasuk kegiatan kepartaian. Padahal ini dilarang dan terindikasi penyimpangan yang merugikan keuangan negara,� terang Praktisi Hukum Lampung, Wiliyus Prayietno, S.H.,M.H beberapa waktu lalu.

Dikatakan Wiliyus, media-media tersebut menandatangani kontrak kerjasama dengan Pemkab Lamteng, Pemkot Bandarlampung, Pemkab Lambar atau Pemprov Lampung dari angka ratusan juta bahkan bisa mencapai angka miliaran rupiah. Hal ini justru yang harus dikritisi rakyat karena jelas ini dana hibah yang merupakan uang rakyat dan berasal dari pajak rakyat Lampung.

�Jadi tidak hanya sumbangan pihak ketiga. Saya setuju sumber penggunaan dana oleh cagub Arinal Djunaidi yang diduga dari pihak ketiga dibuka secara transparan. Tapi yang lain juga seperti Herman HN, Mustafa, Mukhlis dan Ridho- Bachtiar, juga harus diungkap. Entah beberapa miliar dana APBD Kabupaten/Kota dan APBD Provinsi yang sudah habis untuk sosialisasi mereka di media-media tersebut,� tanya Wiliyus.

Dan yang memprihatinkan ujar Wiliyus karena diduga ketergantungan dana hibah ini, membuat media-media itu cenderung tidak independen. Hanya berita yang baik dan sifatnya memuji saja yang diekspose dan di blow�up. Sementara berita-berita yang miring, seperti adanya dugaan korupsi izin reklamasi, jual beli jabatan, atau kasus pelecehan seksual terkesan tidak digubris. Padahal kasus ini ditangani lembaga negara yang kredible. Seperti Kejaksaan, Kepolisian ataupun Komisi III DPR RI.

�Kalau memang kita ingin pilgub jurdil, sekarang berani tidak media besar yang ada di Lampung membuka sumber dana sosialisasi cagub petahana, terutama bersumber dari dana hibah. Selain itu, kami berharap pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Kejaksaan, KPU atau Bawaslu serius melihat persoalan ini. Jangan hanya hibah untuk LSM atau kelompok masyarakat yang disorot, tapi untuk media didiamkan,� tantang Wilius lagi.

Hal senada dikatakan Praktisi Hukum, Ardian Angga, S.H.,M.H. Menurutnya bukan hanya BPK, Kepolisian, Kejaksaan, KPU atau Bawaslu yang harus serius melihat masalah ini. Namun juga lembaga negara atau elemen masyarakat lain. Seperti LSM, Ormas, Perguruan Tinggi, Komisi Informasi, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), serta lainnya. Mereka juga dituntut teliti mencermati penggunaan anggaran oleh cagub petahana.

�Ini sesuai surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI No. B-106/01-15/01/2014. Isinya perihal himbauan tidak menggunakan anggaran program sosialisasi/pulikasi, iklan/promosi dan kampanye di kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi/kelompok,� jelas Ardian Angga.(red)