BANDARLAMPUNG – DPRD Kota Bandarlampung meminta pihak pengembang PT. Prabu Artha Developer mengembalikan dana yang telah ditarik dari para pedagang Pasar SMEP. Hal ini diungkapkan oleh Yuhadi, Barlian Mansyur dan Indrawan, anggota dewan setempat.
Menurut Yuhadi dana yang ditarik pengembang dari para pedagang mencapai angka puluhan miliar. Namun akibat ketidakjelasan pembangunan Pasar SMEP ini, membuat para pedagang menjadi menderita.

“Karenanya saya berharap mereka (pengembang,red) segera mengembalikan dana yang telah ditarik. Bila tidak saya berharap pihak pedagang ataupun Pemkot Bandarlampung membawa masalah ini keranah hukum. Dan kami (DPRD,red) siap mendampingi,” tegas Yuhadi.

Hal senada dikatakan Barlian Mansyur. Anggota Fraksi Partai Golkar ini pun mengaku siap mendampingi para pedagang dalam menuntut haknya yang telah dirampas pihak pengembang.

“Sudah semestinya pihak pengembang memiliki hati nurani. Lantaran ulah mereka kita para pedagang menjadi menderita. Dan ini harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh Pemkot Bandarlampung,’ harap Barlian Mansyur.

Sikap sama ditunjukan anggota DPRD lainnya, Indrawan. Menurutnya sikap Pemkot Bandarlampung memutus kontrak pengembang harus didukung. Tapi masalahnya bukan hanya itu. Pengembang juga harus diberi deadline waktu agar dapat mengembalikan dana yang ditarik mereka dari para pedagang.

“Ini juga penting sehingga penderitaan pedagang tidak berlarut-larut. Kemudian segera tunjuk pengembang baru. Saya sendiri banyak teman yang ingin berinvestasi terhadap Pasar SMEP. Tapi harus jelas semuanya terlebih dahulu,” urainya.

Seperti diketahui pihak pedagang menjadi korban yang paling teraniaya akibat perjajian pembangunan dan penataan Pasar SMEP yang mangkrak ini. Bahkan, banyak pedagang yang jatuh sakit akibat stres, terserang stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang ternyata tidak kunjung ada kejelasan hingga kini.

Persoalan ini makin meluas seiring ketidakjelasan mengenai keberadaan bank garansi (BG) atau uang jaminan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat senilai Rp14,3 miliar lebih. Sebagaimana disampaikan Hengki Irawan, S.P.,M.H. Menurut advokat Peradi Lampung ini sudah semestinya Pemkot Bandarlampung menjelaskan permasalahan ini ke publik secara gamblang. Tujuannya agar tidak timbul prasangka negatif di mata masyarakat terhadap kinerja Pemkot Bandarlampung khususnya mensikapi mangkraknya pembangunan Pasar SMEP.

“Jujur saja, saya agak aneh juga jika sampai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bandarlampung, Trisno Andreas hingga Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar,” tutur Ketua Poros Pemuda Indonesia Provinsi Lampung tersebut, kemarin.

Dikatakan Hengki Irawan, masalah mangkraknya pembangunan Pasar SMEP bukan merupakan persoalan main-main. Ini menyangkut nasib ratusan pedagang yang menggantungkan nasibnya disana. Apalagi masalah ini diakuinya langsung atau tidak langsung telah memakan korban jiwa. Karenanya dengan adanya isu-isu yang sensitif, terutama masalah dana jaminan ini, dikhawatirkan memicu keresahan terutama di kalangan pedagang. Dimana banyak uang mereka yang kini tidak jelas keberadaannya karena terlanjur diambil pengembang.

Lebih jauh Hengki meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam mensikapi persoalan ini. Baik Kejaksaan atau Kepolisian sudah semestinya turun tangan untuk melakukan penyelidikan.

“Bisa Kejati ataupun Kejari. Atau bisa Polda ataupun Polres Bandarlampung yang melakukan pengusutan. Silakan saja. Jangan malah didiamkan,” harapnya.

Seperti diberitakan adanya dugaan potensi kerugian negara akibat perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan kembali Pasar SMEP Sukabaru, Tanjungkarang Barat, mungkin bisa saja terjadi. Pasalnya uang jaminan pelaksanaan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi tidak jelas keberadaannya.

Untuk diketahui sesuai perjanjian antara Pemkot Bandarlampung dan PT. Prabu Artha Developer setebal 14 halaman bernomor 20/PK/HK/2013 dan nomor 888/PAD/VII/2013 tertanggal 15 Juli 2013 dengan nilai investasi sebesar Rp286,8 miliar lebih, dijelaskan beberapa kewajiban pengembang. Misalnya dalam Pasal 6 ayat 2 butir F. Isinya ditegaskan pihak PT. Prabu Artha Develover mempunyai kewajiban menyerahkan bank garansi (BG) sebagai jaminan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi. Angka ini mencapai 14,3 miliar lebih yang harus diserahkan kepada Pemkot Bandarlampung saat penandatanganan perjanjian kerjasama berlangsung.

Dari beberapa dokumen yang ada terungkap perjanjian kerjasama antara Pemkot Bandarlampung dengan PT. Prabu Artha Developer ditandatangani 15 Juli 2013. Sebagai pihak pertama Walikota Bandarlampung, Herman HN. Lalu pihak kedua PT. Prabu Artha Developer yang diwakili Ferry Sulisthio, S.H.

Turut menyaksikan dan menandatangani Tim Kordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) Kota Bandarlampung. Mereka Drs. Badri Tamam (Sekretaris Daerah), Dedi Amarullah (Asisten Bidang Pemerintahan), Ir. Pola Pardede(Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan.
Lalu, Djuhandi Goeswi (Kepala BAPPEDA), Ir. Andya Yunila Hastuti (Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA), Zaidi Rina (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Drs. Khasrian Anwar (Kepala Dinas Pengelolaan Pasar).

Kemudian Ir. Daniel Marsudi (Kepala Dinas Pekerjaan Umum), Effendi Yunus (Kepala Dinas Tata Kota) dan Rifa’i (Kepala Dinas Perhubungan).

Terakhir Wan Abdurrahman (Kepala Bagian Hukum), Sahriwansah (Kepala Bagian Pemerintahan) dan Susi Tur Andayani (Tenaga Ahli Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum).(red)