JAKARTA – Bupati Lampung Tengah (Lamteng), Musa Ahmad dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa jual beli proyek APBD Lampung Tengah senilai Rp80 Miliar.

Pelapornya adalah salahseorang pengusaha, Habriansyah, melalui kuasa hukumnya, Agung Mattauch.

Dilansir dari detik.com, saat di gedung KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024), Agung Mattauch menyebut seseorang bernama Erwin Saputra, dan Ferdian Ricardo yang mengaku keponakan Musa Ahmad, menjanjikan proyek pembangunan jalan di Lamteng. Sebagai uang mahar sebesar Rp2 miliar lebih. Namun nyatanya hingga saat ini, korban belum mendapatkan proyek meski uang sudah di setor.

Dilanjutkan, ketika dikonfirmasi langsung kepada Musa Ahmad, korban hanya dijanjikan akan mendapatkan proyek pengganti tahun depan. Tapi lagi-lagi tidak juga terealisasi. Korban pun memutuskan membuat laporan polisi di Polres Kota Metro Lampung yang langsung menahan tersangka Erwin Saputra. Sedangkan Ferdian Ricardo melarikan diri dan menjadi DPO polisi.

Karenanya dia pun meminta kasus penipuan jual beli proyek APBD Lamteng dikembangkan oleh penyidik KPK. Termasuk bila ada dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebelumnya Bupati Lamteng Musa Ahmad juga pernah dilaporkan Yusran Amrullah, ke Polda Lampung, Rabu (10/1). Yusran yang pernah mencalonkan diri jadi cabup di Pilkada Lampung Timur menuding Musa Ahmad tak membayar hutang senilai Rp2 miliar.

Didampingi kuasa hukum, Gunawan Parikeshit di Mapolda Lampung, Yusran menuturkan hutang itu sudah berjalan 29 Juli 2010. Namun ketika ditagih, Musa Ahmad tak mengakui adanya transaksi hutang.

“Dia datang ke rumah, kebetulan saya ada uangnya jadi saya kasih pinjam, uangnya tunai,” kata Yusran usai membuat laporan kepolisian di Mapolda Lampung.

Yusran mengatakan dalam transaksi itu tak tertulis perjanjian batas waktu pembayaran. Namun saat itu, Musa Ahmad berjanji segera mengembalikan uang pinjaman ketika dana sudah ada.

“Saya sudah mencoba menagih beberapa kali namun tidak dibayar sampai sekarang,” kata dia.

Sementara itu Gunawan Parikesit menyebut kliennya sudah menagih langsung bahkan sebelum Musa Ahmad menjabat sebagai bupati. Kemudian penagihan dilakukan lagi dua kali saat menjabat kepada daerah.

Sayangnya saat penagihan terakhir pada Desember 2023 lalu, terlapor tidak mengakui adanya transaksi utang. Atas respon itu, kliennya memutuskan untuk memberikan somasi.

“Somasi sudah dilayangkan tiga kali usai penagihan terakhir. Tapi tidak ada respon positif, sehingga klien kami memutuskan untuk melaporkan ke Polda Lampung,” ujarnya.

Disisi lain menyikapi laporan ini, Penasehat Hukum (PH) Musa Ahmad, Dr. Sopian Sitepu, S.H., M.H., M.Kn, membantah kliennya  telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan berupa hutang piutang senilai Rp2 miliar.

Menurut Sopian Sitepu, laporan ini didasari adanya kuintansi tanggal 29 Juli 2010. Namun demikian menurut keterangan kliennya, Musa Ahmad, pihaknya tak pernah menerima uang secara fisik sebagaimana yang disampaikan pelapor. Baik uang pinjaman, uang titipan, atau hubungan bisnis.

“Namun seingatnya itu adalah uang pihak ketiga yang diberikan kepada klien kami untuk pinjaman atau bantuan atau konsolidasi dan biaya kampanye politik. Tetapi kuintansi dibuat atas nama YA (Yusran Amrullah,red), sehingga perlu kami cari kebenaran dan maksud kuintansi itu secara detail,” terang Sopian Sitepu.

Sementara berkaitan pengaduan YA tanggal 10 Januari 2024, urai Sopian Sitepu, secara hukum pidana tertulis ketentuan pasal 78 ayat 3 KUHPidana mengenai kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun. Dengan demikian dihubungkan dengan kuintansi yang ditandatangi kliennya Musa Ahmad, maka kuintansi ini dinyatakan telah kadaluwarsa karena sudah berlangsung selama 13 tahun. Dimana masa kadaluwarsa sesuai Pasal 78 ayat 3 adalah 12 tahun.

“Maka uang yang diterima oleh tim Musa Ahmad di kontestasi Pilkada Lampung Tengah tahun 2010 yang diberikan pihak ketiga kepada Tim Musa Ahmad, untuk membuktikan uang itu sudah diterima, maka dimintakan tandatangan kuitansi, sehingga secara hukum perdata pun tak ada tanggungjawab Musa Ahmad kepada YA untuk mengembalikan uang itu,” tandasnya.

Untuk itu, Sopian Sitepu meminta agar YA berhati-hati menyebut nama seseorang di pemberitaan. Sehingga tidak merugikan pihak lain karena itu merupakan wujud melindungi rahasia pribadi. Ini sesuai Pasal 67 ayat 2 jo. Pasal 65 ayat 1 dan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. (detik.com/red)