TUBABA- Acara Purnama Tugu Rato yang berlangsung di bundaran Tugu Rato Tiyuh Panaragan diwarnai kericuhan antar penonton fans fanatik musik reggae, Rabu (25 /4/18).

Kericuhan dilatarbelakangi beberapa orang penonton yang dibawah pengaruh minuman keras tidak bisa mengendalikan diri sehingga saling senggol dan saling injak kaki. Nampak seorang pemuda berkaos merah celana panjang rambut keriting yang belum dikenal identiasnya berlari menuju petugas dengan badan sempoyongan mata berkunang wajah, berlumuran darah. Ia meminta bantuan takut dipukuli lawannya.

Beruntung dengan sigap pihak keamanan Polsek Tuba Tengah yang juga turut mengamankan keadaan menjadi kondusif serta spontan membubarkan acara tersebut demi keamanan. Meski acara sebelumnya berjalan dengan baik namun akibat prilaku menyimpang serta cara menikmati lagu yang kurang baik menjadikan acara purnama tugu rato harus dibubarkan.

Acara Purnama Tugu Rrato yang sering digelar di Bundaran Tugu Rato dan Sesat Agung merupakan bagian dari kegiatan Dewan Kesenian Tuba Barat melestarikan seni dan budaya yang ada di Tuba Barat. Namun acara itu ternoda dengan ulah pemuda-pemudi yang tak beretika menjadikan musik bergenre reggae sebagai musik andalan untuk berpesta poya minum – minuman keras sekaligus narkoba. Terbukti, saat menikmati lagu bergenre reggae banyak muda – mudi menenggak minuman Tuak, bahkan ada juga yang terlihat menghisap lem.

Pengamat sosial dan budaya, Satria Ali SH berharap dewan kesenian lebih waspada dan evaluasi. “Yang jelas itukan menyerap APBD lewat dinas kebudayaan dan pariwisata, artinya kalau memang seni budaya, ya terapkan seni budaya yg benar jangan dicampur adukkan dengan budaya – budaya yang bukan pada tempatnya. Ngapain pentas seni dan budaya tetapi nyatanya mengarah pada westernisasi, makadari itu saya katakan dewan kesenian itu harus evaluasi. Kalau seni ya seni budaya lampung dong, setidaknya masyarakat transmigrasi harus punya daya tarik untuk belajar dan mengembangkan seni lampung jangan dicampur aduk,� terangnya.

Lanjutnya, ini bukan primordialisme sempit tetapi tidak ada salahnya kalau masyarakat transmigrasi mempelajari budaya Lampung dan sama – sama membesarkan budaya daerah.

“Atas insiden tersebut maka kami menghimbau agar panitia turut bertanggung jawab. Jangan sampai kegiatan Purnama Tugu Ratow itu terkesan menghambur – hamburkan APBD, yg tidak jelas arah dan tujuan. Oleh karena itu sebaiknya pengurus dewan kesenian dievaluasi total, termasuk program kerjanya yang tentunya harus mengutamakan kearifan budaya lokal,� pungkasnya. (Jaz & Zai)