PENUMANGAN – Berbekal tanda tangan dan laporan masyarakat setempat Rusmadi beserta puluhan rombongan warga Tiyuh Penumangan mendatangi kantor DPRD Tulang Bawang Barat. Kamis (14/5/2020).

Kedatangan Rusmadi dan rombongan melaporkan adanya dugaan indakan nepotisme pada struktur pemerintahan Tiyuh Penumangan.

“Sudah sekian lama kepalo tiyuh kami menjabat namun kami perhatikan banyak kejanggalan. Hal yang sangat nampak adalah kebanyakan dari struktur pemerintahannya adalah keluarga terdekatnya. Lihat saja bendahara tiyuh saja anak kandungnya,” terang Rusmadi

Lanjutnya, hal ini tidak baik menurut pandangan masyarakat setempat.� Namun banyak masyarakat tidak berani melaporkan hal buruk tersebut kepada pemerintah daerah, terlebih melaporkan hal ini kepada Badan Permusyawaratan Tiyuh (BPT) Penumangan yang mestinya begitu.

“Saya rasa percuma melaporkannya. Maka dari itu hal ini kami laporkan kepada DPRD kabupaten Tubaba,” tegasnya

Sementara itu Yantoni, anggota DPRD setempat dari Fraksi Gerindra� menjelaskan telah menerima laporan warga Penumangan dan akan segera menindaklanjuti perkara tersebut.

Lain pihak, Yusuf pengamat sosial dan politik menyebutkan, harga mahal dalam mewujudkan desa yang mandiri bebas dari kolusi, kurupsi dan nepotisme.

“Disana menunculkan berbagai kesenjangan sosial jika tidak di seimbangkan karena pemerintahan desa representasi terkecil dalam bentuk pemerintahan sebuah negara.Seringkali di temukan di lapangan, dalam struktur pemerintahannya �yang dipilih kaur/aparatur desa yaitu dari dalam keluarga besar sendiri,” katanya.

Tidak bisa dipungkiri berarti dana insentif/siltap hanya beredar di batasan keluarga. Sangat disayangkan bila itu terjadi, pemerintah yang sudah menyediakan regulasi yang bagus tentang dana desa, harus di cederai oleh oknum-oknum yang memperkaya keluarga sendiri.

Lebih mencengangkan lagi ada kepala desa, untuk memasang bola lampu jalan ditangani sendiri, apakah tidak ada warga lain untuk menangani nya?�Dengan Dana Desa dalam satu sisi jika realita seperti itu maka akan menjadi pembelah keharmonisan desa. Desa yang dahulu kala hidup dengan rukun, bergotong royong dan penuh kebersamaan kini menghadapi problematika karena uang.

Harapannya bahwa �adanya regulasi yang lebih baik yang di lahirkan oleh pemerintah agar dana desa tidak mengundang petaka, sehingga orang-orang desa bisa hidup tidak saling mencurigai.�Pun demikian, di desa semua stagholdernya harus mawas diri bahwa uang yang diberikan pemerintah tersebut bukan milik kelompok atau golongan namun uang tersebut milik masyarakat pada umumnya. (Jaz)