BANDARLAMPUNG – Keberadaan “pagar laut” yang dipasang di perairan Hotel Lampung Marriott Resort & Spa, diprotes. Pasalnya keberadaan pagar laut ini sangat berdampak bagi pendapatan para nelayan, khususnya di Kabupaten Pesawaran. Pendapatan nelayan yang biasa melaut kini “anjlok” dan turun drastis dari sebelum adanya pagar laut tersebut.
Selain itu, dampak keberadaan pagar laut berupa pelampung yang diikatkan dan bagian pantai diberi pembatas pagar besi dan batu, membuat para nelayan atau warga yang melintas, harus berlayar lebih jauh lebih menjorok ke laut. Akibatnya pengeluaran untuk biaya bahan bakar kapal nelayan pun menjadi bertambah.
Menurut pengakuan para nelayan yang terhimpun dalam Gabungan Kelompok Perikanan (Gapoktan) Mitra 10, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, penghasilan mereka kini telah jauh berkurang dari Rp60 kg menjadi Rp1 kg per hari. Bagi para nelayan yang dipimpin Mawardi itu, pihak manajemen tak ada yang berkoordinasi dengan nelayan. Mereka telah pula melaporkan permasalahan ini ke pihak Ombusman, namun belum ada tindak lanjutnya.
Menurut Ir. Samsul Arifin, SH, MH, praktisi hukum dari Komunitas Renegates, ada sejumlah aturan yang berpotensi dilanggar, yakni UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 17 mengatur bahwa setiap pemanfaatan wilayah pesisir dan laut harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang laut (IPRL). Kata dia, pemagaran yang menghalangi akses nelayan tanpa izin dapat dianggap melanggar aturan tersebut.
Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mensyaratkan bahwa setiap kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Pasal 7 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Beleid ini menyatakan setiap kegiatan yang merugikan nelayan kecil atau menghalangi akses mereka ke wilayah penangkapan ikan dapat dianggap melanggar hukum.
Pasal 21 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia menyebutkan pemanfaatan wilayah perairan harus berdasarkan kepentingan nasional, termasuk kepentingan lingkungan dan ekonomi masyarakat sekitar. Pemagaran laut tanpa koordinasi dengan pemerintah dan masyarakat pesisir berpotensi melanggar ketentuan ini.
Pasal 8 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mewajibkan semua pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut untuk mengutamakan kepentingan masyarakat pesisir dan kelestarian lingkungan.
Jika pemagaran ini mengabaikan masyarakat pesisir, seperti nelayan, dan tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, maka tindakan tersebut melanggar aturan, pungkasnya. (red/net)


















