BANDARLAMPUNG – Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang kembali menyidangkan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) wilayah Bakauheni dan Kalianda, Provinsi Lampung yang disebut merugikan negara hingga Rp205 Miliar. Sebagai terdakwa yakni mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT. Hutama Karya (HK) Periode 2018-2021, M. Rizal Sutjipto.

Pada sidang ini, Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi atas nama Mukhamad Taufiq yang merupakan mantan Komisaris PT. HK periode 2014-2019.

Dalam keterangannya saksi Mukhamad Taufiq mengaku mengenal terdakwa M. Rizal Sutjipto sebagai Pegawai PT. HK.

Dalam kesaksiannya, Mukhamad Taufik mengatakan pengadaan lahan di sekitar JTTS yaitu di wilayah Bakauheni tahun 2018 tak tercatat di Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. HK tahun 2018. Yang ada yakni investasi non tol land bank property/persediaan di sekitar JTTS pada tahun 2018 dengan PIC PТ. HK Realtindo.

Dengan demikian, pengadaan lahan di sekitar JTTS di wilayah Bakauheni tahun 2018 itu, tidak ada persetujuan Dewan Komisaris. Malah Dewan Komisaris PT. HK tak pernah menerima informasi PT. HK telah terlebih dahulu saat pembelian lahan itu. Tindakan ini pun disebutnya tak sesuai prinsip transparansi.

Atas keterangan saksi Mukhamad Taufiq, Penasehat Hukum (PH) terdakwa M. Rizal Sutjipto yakni Raoul A. Wiranatakusuma, S.H., M.H., Agus Bhakti Nugroho, S.H., M.H. dan Fajar Sufriyanto, S.H., merasa “aneh”.

Mereka pun lantas menanyakan tugas pokok saksi Mukhamad Taufiq sebagai Komisaris.

“Boleh tidak Dewan Komisaris mengawasi? Tugas pokok Komisaris itu apa?” tanya Agus Bhakti Nugroho.  

“Dewan Komisaris tidak boleh mencampuri secara operasional. Pada saat pengurus melakukan aktifitas operasional sesuai kewenangan dan itu dilaporkan ke Dewan Komisaris. Apalagi terhadap yang tidak dilaporkan. Bagaimana Komisaris bisa evaluasi terhadap hal yang tidak disampaikan,” jawab saksi Mukhamad Taufiq.

Mendengar jawaban ini, Agus Bhakti Nugroho tampak tak puas. Dia pun kembali menanyakan hal yang sama.

“Boleh tidak, Komisaris melakukan pengawasan? Aneh saja ada pengeluaran sekian ratus miliar tak ada dalam RKAB, tapi bisa lanjut?” cecar Agus Bhakti Nugroho lagi.

“Pengawasan yang jadi kewenangan Komisaris itu ada batasannya,” jelas saksi Mukhamad Taufiq.

Atas perdebatan ini, majelis hakim pun langsung melerai.

“Tanyakan saja poin-point apa saja yang sudah dilakukan Komisaris,” cetus ketua majelis hakim.

Ditemui seusai jalannya persidangan, Agus Bhakti Nugroho terkesan agak kecewa dengan keterangan saksi Mukhamad Taufiq yang menurutnya “lepas tangan” dan tidak ada tanggung jawab. Padahal sebagai Komisaris, peran saksi sangat signifikan. Yakni dapat melakukan tugas pengawasan, memberikan arahan ke Direksi, pengendalian internal perusahaan dan lain-lain. Sehingga kasus yang menjerat kliennya inipun tidak harus terjadi dan naik kepersidangan.

“Makanya tadi saya sempat singgung dan minta ke JPU KPK melalui Majelis Hakim untuk menetapkan Komisaris jadi Tersangka, jika memang memenuhi bukti dan fakta,” tegasnya.

Seperti diketahui selain terdakwa M. Rizal Sutjipto, selaku Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT. HK (Persero) Periode 2018 s/d 2021, perkara ini juga menyeret terdakwa Bintang Perbowo selaku Direktur Utama PT. HK (Persero) Periode 2018 s/d 2020. Serta Korporasi PT. Sanitarindo Tangsel Jaya (PT. STJ).

Ketiganya didakwa terlibat dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) wilayah Bakaheuni dan Kalianda, Lampung. Kasus ini disebut merugikan negara hingga Rp 205 miliar.

Perkara diawali tahun 2018 saat PT. HK melalui anak usahanya, PT HK Realtindo (HKR), melakukan kerja sama pengadaan lahan dengan PT STJ di wilayah Bakauheni dan Kalianda.

Pengadaan lahan itu tak tertulis dalam rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) PT. HK ataupun PT HKR.

Dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. HK tahun 2018 dan PT, HKR tahun 2018 tak dijumpai rencana value capturing berupa pembelian landbank di Kecamatan Bakauheni dan Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan. Pengadaan lahan dilakukan tidak pada lokasi yang telah dibuat kajiannya. Sehingga lahan yang dibeli tak memberikan manfaat.

Lahan-lahan tersebut tidak dapat digunakan sesuai tujuan pengadaannya. Yaitu potensi pengembangan di dekat exit tol Kalianda berupa pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Kalianda Krakatau yang terdapat kawasan wisata Krakatoa Nirwana Resot dan potensi pengembangan di Bakauheni berupa pengembangan kawasan wisata Pantai Minang Rua.

Korupsi dalam pengadaan lahan tersebut juga telah memperkaya korporasi PT. STJ sebesar Rp 205.148.825.050.

Atas perbuatannya, Bintang dan lainnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(red/net)