LAMPUNG TIMUR —Penguatan kelembagaan pengawas pemilu menjadi fokus utama dalam kegiatan yang disampaikan Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Hasan Basri, pada agenda Penguatan Kelembagaan Bawaslu dan Mitra Kerja yang digelar secara daring melalui Zoom, Jumat (12/9/2025).
Hasan mengungkapkan, Pemilu Serentak 2024 berhasil melahirkan 580 anggota DPR RI, 152 anggota DPD RI, 2.372 anggota DPRD provinsi, dan 17.510 anggota DPRD kabupaten/kota. Namun, pesta demokrasi ini masih menyisakan tantangan serius bagi kualitas demokrasi Indonesia.
“Tingkat surat suara tidak sah untuk DPR RI mencapai 10,28 persen atau lebih dari 15 juta suara. Selain itu, beban berat penyelenggara, kompleksitas logistik, hingga adanya korban jiwa menjadi catatan penting evaluasi,” ujarnya.
Hasan juga menyoroti tingginya biaya penyelenggaraan pemilu 2024 yang mencapai Rp66,3–71,3 triliun, sementara pilkada diproyeksikan menelan biaya Rp28,7–37,5 triliun. “Anggaran besar ini harus diimbangi dengan kualitas penyelenggaraan yang lebih baik,” tegasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya menjaga netralitas penyelenggara pemilu, ASN, TNI-Polri, serta memperkuat penegakan hukum terhadap praktik politik uang. Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan rekomendasi Bawaslu bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh KPU menjadi langkah maju dalam memperkuat posisi pengawas pemilu.
Menurutnya, Komisi II DPR RI memiliki peran strategis dalam menjamin ketersediaan anggaran, mengawasi netralitas ASN, menyetujui regulasi KPU/Bawaslu/DKPP, serta menjaga stabilitas politik selama tahapan pemilu dan pilkada.
Ke depan, strategi pengawasan akan difokuskan pada pencegahan politik uang, verifikasi data pemilih, pengawasan pada tahapan kritis, pemanfaatan teknologi, serta pelibatan pemantau independen. “Reformasi pemilu harus mencakup peningkatan kapasitas penyelenggara, termasuk penambahan jumlah komisioner KPU dan Bawaslu di semua tingkatan,” pungkasnya. (Rusman Ali)