BANDAR LAMPUNG – Para nelayan dan Barisan Pemuda Demokrasi Indonesia (BPDI) Lampung melakukan aksi massa menolak reklamasi pesisir laut di Karang Jaya, Kelurahan Karang Maritim, Kecamatan Panjang, Kota Bandarlampung, Rabu (11/20/2023)

Unjuk rasa dimulai di Tugu Adipura (Bundaran Gajah) Enggal dan kemudian gerbang utama komplek Kantor Pemprov – DPRD Lampung.

Dalam aksi itu, massa membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan “Lampung Tolak Reklamasi”, dan “Reklamasi Jangan Buat Nelayan Tambah Miskin”. “Tutup, jangan keluarkan izin, reklamasi PT Sinar Jaya Inti Mulya (SJIM).

Ketua Harian DPP BPDI Lampung Bambang Yudhistira mengatakan, reklamasi harus ditolak karena merusak kelestarian lingkungan hidup, terutama di kawasan pesisir pantai Teluk Lampung.

Apalagi Reklamasi kawasan tersebut ternyata belum mengantongi izin PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut).

“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum mengeluarkan izin tapi kok berani mereklamasi sejak tiga bulan lalu. “Kami minta jangan terbitkan izin PKKPRL perusahaan yang merusak lingkungan dan menabrak peraturan,” kata Bambang Yudhistira.

Dia juga menyentil sikap wakil rakyat yang terkesan hanya diam saja walau PT SJIM sudah tiga bulan mereklamasi.

“Kami minta pada yang terhormat bapak Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk segera mengevaluasi izin yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Lampung,” katanya

Selain Yudhi, pimpinan massa ikut berorasi. Mulai dari Ketua Umum DPP BPDI Lampung Ahmad Syukri sampai dinamisator lapangan Agusta R Wibowo. “Kita memang rakyat kecil, tapi kita bukan rakyat goblok, bukan rakyat tolol, teman-teman. Jika aspirasi ini tak ditindaklanjuti, maka hanya ada satu kata bagi kita teman-teman, apa itu?” ujar Agusta, disahuti pekik kata “Lawan!”

Dalam pernyataan sikapnya yang dibagikan kepada wartawan, Ketua Umum DPP BPDI Lampung minta pemerintah dan Pemprov Lampung segera menghentikan selamanya proyek reklamasi itu.

“Kami juga meminta ke pemerintah melalui KKP, proyek ini jangan diteruskan lagi, karena sangat berdampak buruk ke warga sekitar khususnya nelayan kecil, selain merusak ekosistem dan habitat laut,” kata Ahmad Syukri. (Helloindonesia)