BANDARLAMPUNG – Kursi Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung yang dipegang oleh Ridho Ficardo kembali disoal. Pasalnya, nama tersebut juga menjabat sebagai Gubernur Lampung. Bukan saja ‘miskin’ prestasi, rangkap jabatan itu juga berpotensi kental kolusi.
Sejumlah advokat yang tergabung pada kantor Advokat/Penasehat Hukum “Sutan Syahrir dan Partner secara resmi melaporkan kasus ini kepada Presiden Joko Widodo melalui surat bernomor 046/SSS-LPG/KH/X/2016. Surat ini ditembuskan pada kepala negara setelah sebelumnya Sutan Syahrir menerima jawaban dari surat yang dikirimkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam surat dipaparkan, bukan cuma Gubernur yang merangkap jabatan. Sejumlah pejabat struktural maupun non publik juga merangkap jabatan. Misalnya Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Lampung, Hanibal yang ditunjuk menjadi Wakil Ketua Umum KONI Lampung. Kemudian ada nama Kepala Dinas Perhubungan Idrus Effendi yang menjabat sebagai Bendahara, dan sejumlah nama lainnya.
“Rangkap jabatan kepala daerah, pejabat struktural dan pejabat publik sebagai ketua umum KONI telah melanggar Pasal 40 UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,” kata Sutan Syahrir via ponselnya, kemarin (14/6).
Menurut Sutan, sebelumnya ia sudah melaporkan masalah ini pada Kemendagri, Kemenpora dan KPK. Namun instansi terkait dirasa belum memberikan tanggapan terhadap masalah ini.
“Ini menjadi kekhawatiran masyarakat, akan menjadi preseden buruk. Bila tidak segera diambil sikap akan mempunyai akibat yang luas, yang akan diikuti oleh pejabat publik. Sebagai contoh Hj Eva Dwiyana Herman HN yang merupakan anggota DPRD Lampung telah menjadi dan merangkap sebagai Ketua KONI Bandar Lampung,” katanya.
Menurut Sutan, pada PON XIC di Jawa Barat, Lampung telah mengucurkan dana hingga Rp55 miliar namun hasilnya justru turun, dimana Lampung hanya menempati posisi ke -15.
“Bandingkan dengan PON XVIII tahun 2012 di Riau. Koni Lampung hanya diberi anggaran Rp17,5 miliar namun mampu bertengger di urutan ke -10,” katanya.
“Itu sudah membuktikan bahwa dengan duduknya gubernur beserta pejabat publik pada kepengurusan KONI periode 2015-2019 ternyata hanya membuat pemborosan anggaran tanpa diimbangi dengan peningkatan prestasi,” tambahnya.
Sutan berharap Presiden RI, Joko Widodo, dapat memberikan tindakan tegas terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh kepala daerah, pejabat stuktural maupun pejabat publik yang masih menduduki rangkap jabatan sebagai pengurus KONI Lampung
Sementaraitu, KPK atas nama Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Artry Widiatmoko menjelaskan, materi pengaduan yang disampaikan oleh Sutan Syahrir dan Partners tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi. Karena itu, KPK tidak berwenang melakukan pengawasan atas pengangkatan Gubernur Lampung dan pejabat struktural lainnya sebagai Ketua dan pengurus KONI Lampung.
KPK lalu menyarankan untuk meneruskan pengaduan ini kepada Kementrian Dalam Negeri agar ditindaklanjuti sesuai ketentuan. Namun begitu, KPK tetap mengkali informasi terkait fungsi pencegahan. (ilo)