JAKARTA – Mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mangkir dari panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (8/5/2024). Azis sedianya akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pungutan liar (pungli) atau pemerasan terhadap para tahanan penghuni Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

“Informasi dari penyidik (Azis) tidak ada keterangannya,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (9/5/2024).

 Ali mengingatkan agar Azis bersikap kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik pada agenda pemeriksaan berikutnya.

Ali tidak mengungkapkan materi apa yang akan didalami tim penyidik. Ia hanya menyebut keterangan Azis sangat penting untuk melengkapi berkas perkara kasus pungli di rutan KPK. Mantan wakil ketua umum Partai Golkar itu memang pernah mendekam di Rutan KPK saat ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa suap pengurusan perkara di KPK.

“Agar konstruksi perkara di Rutan Cabang KPK itu menjadi utuh dan jelas,” ujar Ali.

Ali menegaskan, KPK sangat ingin membersihkan perilaku korup di Rutan Cabang KPK dan harus menemukan kelemahan dalam pengelolaan rutan. “Sehingga menemukan titik lemah sistemnya di mana yang kemudian kami harus lakukan perbaikan di pengelolaan rutan cabang KPK dimaksud,” kata dia.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan 15 orang tersangka, termasuk Kepala Rutan Cabang KPK Achmad Fauzi yang kini telah dinonaktifkan dari jabatannya. Baca juga: KPK Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli di Rutan Fauzi merupakan aparatur sipil negara (ASN) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Dia bertugas di KPK melalui skema pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD). Selain Fauzi, beberapa tersangka juga merupakan ASN dari Kemenkumham. Mereka adalah Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana. Mereka diduga mengumpulkan uang pungli dari para tahanan kasus korupsi bersama puluhan petugas rutan di KPK dengan nilai mencapai Rp 6,3 miliar sejak tahun 2019 sampai 2023.

Uang tersebut dibagi-bagikan dalam jumlah yang berbeda sesuai posisinya. Achmad Fauzi mendapatkan setoran rutin sekitar Rp 10 juta setiap bulan. Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. (kompas.com/net)