JAKARTA – Hakim Agung Prim Haryadi kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Lembaga Antirasuah mulai mempertimbangkan melakukan penjemputan paksa.

“Apakah bisa dilakukan pemanggilan paksa? Yang sesuai ketentuan undang-undang, bisa,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 7 Juni 2023.

Alex mengatakan Prim seharusnya sangat paham dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dia seharusnya hadir dalam pemanggilan penyidik, atau dijemput paksa jika sudah dua kali mangkir. Namun, opsi itu bukan menjadi satu-satunya yang akan dilakukan KPK. Lembaga Antirasuah mau memanggilnya sekali lagi.

“Kami berharap untuk panggil berikutnya, yang bersangkutan (Prim) akan hadir,” ucap Alex.

KPK juga bakal menembuskan pemanggilan Prim ke Ketua MA nantinya. Tujuannya agar dia diperintahkan atasannya memenuhi pemeriksaan penyidik.

“Jadi tidak hanya kepada yang bersangkutan (Prim) tetapi kita meminta kepada Ketua MA untuk memerintahkan Hakim Agung untuk hadir memenuhi panggilan KPK,” ujar Alex.

KPK mengembangkan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Sekretaris MA Hasbi Hasan dan mantan Komisaris Independen PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto dijadikan tersangka.

Kasus ini bermula ketika Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka beberapa kali menghubungi Dadan untuk mengurus kasasi dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman di MA. Advokat Theodorus Yosep Parera menjadi kuasa hukumnya saat itu.

Permintaan Heryanto, yakni Budiman, divonis bersalah dalam kasasi tersebut. Dadan akhirnya mau membantunya dengan syarat adanya imbalan.

Dalam dugaan kongkalikong ini, Heryanto dan Dadan juga pernah membahas pengurusan kasus di Kantor Yosep yakni Rumah Pancasila di Semarang pada Maret 2022. Di sana, Dadan menelpon Sekretaris MA Hasbi Hasan untuk meminta bantuan.

Setelahnya, Heryanto menyerahkan uang Rp11,2 miliar ke Dadan. Duit itu dikirimkan dengan cara transfer sebanyak tujuh kali.

Uang itu membuat Heryanto menang kasasi. Budiman dinyatakan bersalah oleh majelis kasasi dan mendapatkan hukuman penjara lima tahun.

Dalam kasus ini, Dadan dan Hasbi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.(net)