JAKARTA � Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) mengintegrasikan data penerima bantuan sosial (data) dalam upaya mencegah adanya data ganda.

Setelah diperbaiki, KPK menyebut terjadi penghapusan 52 juta data ganda sehingga yang awalnya sebanyak 193 juta penerima, kini menjadi 139 juta penerima.

“Kemarin bu menteri (sosial) datang memaparkan kemajuan integrasi data atas rekomendasi KPK. Beliau menyebutkan bahwa dari DTKS, BPNT dan PKH aslinya itu 193 juta orang penerima. Lantas, setelah digabung, itu hilang sekitar 47 juta jadi sisa 150 juta, ini yang dibilang ganda. Lantas dia cek lagi NIK-nya karena kita minta dipadankan ke dagri, kalau nggak ada NIK nya kita nggak tahu nih orang ada apa nggak,” kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers, Rabu (18/8).

“Ada lagi nama samar segala macam dikasih ke Pemda. Totalnya sekarang dari 193 juta penerima sekarang tinggal 139 juta. Ini sudah masukan dari daerah penambahan data segala macam,” sambungnya.

Pahala mengatakan Mensos Tri Rismaharini waktu itu menetapkan bahwa 52 juta penerima bansos tidak jadi diberikan. KPK, kata Pahala, bahwa upaya ini berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 10,5 triliun.

Diketahui dari keterangan tertulis yang disampaikan KPK, angka Rp 10,5 triliun merupakan potensi penyelamatan uang negara per bulan dan disampaikan sebetulnya potensi penyelamatan uang negara per tahun bisa mencapai Rp 126 triliun. Namun angka tersebut tidak disampaikan oleh Pahala Nainggolan saat konferensi pers.

“Kita yakin bahwa ini jauh lebih baik dibanding 193 juta. Nah, kita hitung 52 juta data dengan kebijakan ibu menteri tidak diberikan ke 52 juta data penerima ini. Kalau 1 data itu biasa diberikan Rp 200 ribu BPNT, kita estimasi sekitar Rp 10,5 triliun itu selamat uang negara. Karena datanya ada, tapi ibu menteri ini saya nggak diberikan karena ganda, nggak ada NIK, dan nggak bisa diterangkan oleh daerah,” kata Pahala. (dtc)