MASA kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung 2018, ternyata bukan hal menarik untuk saya ikuti. Mengapa ? Karena kemasannya sama. Jual kecap. Merk-nya Ingin Bawa Lampung Maju dan Rakyatnya Sejahtera. Malah ada lagi yang pakai jargon “Untuk Lampung Lebih Baik. Buuuh… seolah-olah ada yang sakit.

Tapi ya sudahlah. Saya malas mengkaji itu semua. Yang pasti ingin saya ungkap disini adalah adanya fenomena menarik dibalik itu semua. Apa? Saling tuding.

Dimana ada tim sukses yang menuding pasangan calon (paslon) saingannya melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kalau dulu sebutannya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tapi dia lupa, paslon yang didukung sebenarnya sama saja. Lalu ada yang menuduh paslon lain menabur sembako dan politik uang. Tapi parahnya, paslon yang didukung serupa. Bahkan lebih ekstrim. Saya ingin pakai istilah politik umrah. Dengan memberangkatkan 500 orang pakai dana negara diakhir masa cutinya. Wuiihhnya. Sesuatu yang sangat luar biasa.

Kemudian ada yang berprasangka paslon lain melanggar dengan berkampanye di rumah ibadah. Ternyata paslon yang didukung lebih massif kampanye terselubung di masjid lewat tangan majelis taklim. Pokoknya sangat hebat melihat celah kekosongan peraturan. Bahasa kerennya “tiada matinye” atau tak kehilangan akal.

Lalu dimana saya ? Ya asyik-asyik saja. Tertawa melihat tontonan dan gendang yang ditabuh pasukan orkes. Buat apa diambil hati. Toh semua pemainnya terhitung masih saya kenal bahkan ada teman terdekat. Saya paham sekali “tujuan akhirnya”.

Kalau hari ini, ada yang menyerang saya karena dianggap pro ke calon A, ya saya anggap bukan serangan. Guyonan saja, biar saya menelpon. Kangen-kangenan. Kalau besok, ada yang mencibir karena keliatannya saya lebih condong ke calon B, saya lantas menggodanya karena yang bersangkutan, mungkin usil karena belum “kecipratan”.

Lalu jika lusa ada lagi yang sinis karena saya lebih dominan ke calon C, saya lebih memilih lucu-lucuan melihat itu semua sebagai akting. Dan yang namanya akting, karena ada arahan sutradara. Yang nantinya finalnya dapat “apresiasi”. Bisa berupa “ciss” atau syukur PROMOSI jadi TENAGA AHLI bila paslon yang didukung menang.

Jadi yang sudahlah. Kembali dan renungi saja pesan Khalifah Ali Bin Abi Thalib. “Tak perlu engkau jelaskan dirimu kepada siapapun karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak percaya itu”.

Pesan yang sederhana tapi mendalam. Pesan bijak, elok dan efisien, sehingga tidak mengundang perdebatan.

Pesan yang membuat saya bisa masuk dan berteman sama siapapun. Kecuali orang-orang pendendam, yang saya maklumi karena minimnya ilmu dan pengalaman serta jam terbang pergaulan sehingga tampil kekanak-kanakan. Dia lupa peristiwa sebenarnya. Bahwa yang bertarung itu bukan saya, dia atau kita. Tapi mereka. (wassalam)