STRATEGI Bupati Mesuji Khamami untuk mengenalkan daerah yang dipimpinnya bisa dikatakan �luar biasa�. Dengan mengumbar pernyataan seolah-olah akan mundur dari jabatannya, dia berhasil berpromosi secara gratis dan murah meriah. Tak urung, sikapnya �disambar� dan menjadi headlines berbagai media-massa serta perbincangan dijagat media sosial.

Meski sudah ditebak bahwa apa yang disampaikan Khamami hanyalah sandiwara lama seorang politisi yang sudah terbaca dan sekedar mencari sensasi, namun tetap saja ini menjadi pergunjingan. Seolah-olah terjadi pro-kontra disana. Ada sandiwara dengan peran bersedih seakan-akan takut kalau niat mundur tersebut benar-benar terwujud. Lalu ada pula yang terkesan gembira bila niat mundur ini dilaksanakan.

Sayangnya langkah Khamami untuk promosi seperti ini sangat-sangat negatif. Harusnya yang dipromosikannya adalah jalannya pembangunan beserta berbagai inovasi yang diterapkannya guna membawa Kabupaten dan rakyat Mesuji dapat maju dan hidup lebih sejahtera. Bukan malah mengumbar pernyataan yang justru akhirnya menjadi bahan cibiran khalayak ramai.

Menurut Dr. Suwondo, MA, Bupati Mesuji Khamami telah melanggar fatsoen politik sikap plin-plannya soal pernyataan ingin mundur dari jabatannya sebagai bupati. Sekretaris Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Lampung (Unila) ini menegaskan seorang pemimpin apalagi sekelas kepala daerah sudah semestinya menjunjung tinggi fatsoen politik. Yakni adab dan etika berpolitik. Dimana semua sikap, perbuatan dan perkataan harus mengacu pada proses atau aktifitas politik yang mengandung asas etika keadaban, tatakrama, dan tanggung jawab.

Karenanya sangat tidak etis seorang pemimpin bermain-main dengan ucapannya. Apapun alasannya, antara perkataan dan perilaku atau perbuatan seorang pemimpin sekelas kepala daerah, harus ada kesesuaian.

Tentunya apa yang dikatakan Suwondo ini bisa menjadi renungan bagi pemimpin di Lampung yang lain. Janganlah berprilaku negatif seperti ini dengan melanggar fatsoen politik yang ada. Tiap pemimpin sudah semestinya mengacu proses atau aktifitas politik yang mengandung etika, keadaban, tatakrama, dan tanggung jawab serta selalu menjunjung tinggi nilai dan prinsip demokrasi yang berbasiskan integritas moral dan konsistensi politik.

Tidak boleh ada pemimpin yang plin-plan yang antara perkataan dan perbuatan saling bertentangan yang lazim dalam agama kita lebih mengenal dengan istilah munafik. Sebab jika pemimpin yang plin-plan seperti begini masih ada, percaya atau tidak, saya yakin seyakin- yakinnya, lambat laun apapun yang diucapkan dan diperbuatnya akan terus diabaikan rakyatnya. Tingkat kepercayaannya akan tergerus hingga merembet pada ketidak-pedulian. Dan jujur saja, hidup terasa tiada gunanya bisa orang-orang sekitar kita sudah tidak peduli, cuek, tidak percaya dan mengabaikan keberadaan kita.(wassalam)