Buchori Muzzamil

SEBENARNYA saya sudah berusaha keras menghindari konsumsi gula. Bukan apa – apa. Saya coba ikut gaya hidup presenter kondang Deddy Corbuzier. Menurut Deddy, dia kini memilih meninggalkan kebiasaan konsumsi gula. Ini demi hidup sehat.

Namun meski sudah menghindar dan coba berkelit, tak pelak dalam kehidupan normal, saya masih sering membutuhkan gula. Malah beberapa hari terakhir celoteh soal gula tak pernah ada habis-habisnya. Dimana banyak emak-emak yang ngoceh dan terpaksa gigit jari. Lantaran, harga gula pasir meroket tinggi. Tak hanya mahal. Mencari barangnya pun susah minta ampun. Sampai hampir menyerah.

Baik mall, supermarket, atau pasar tradisional, stok gula langka. Bahkan cenderung menghilang. Kalau pun ada, stoknya sedikit dan harganya tadi. Mahal banget. Padahal ini bukan bulan Ramadhan.

Harga gula yang mahal dan langka itu, harusnya tidak menjadi persoalan bila terjadi di daerah lain. Papua misalnya.

Tapi ini peristiwa, malah terjadi di Lampung. Dimana kita tau semua. Provinsi Lampung tercatat sebagai salahsatu produsen gula nasional terbesar. Kontribusinya tidak main-main. Tahun lalu saja, mencapai 38% dari seluruh produksi gula dalam negeri, dengan volumenya mencapai 750.000 hingga 800.000 ton per tahun.

Produksi gula tersebut dihasilkan oleh sejumlah pabrik gula dalam skala besar milik swasta dan BUMN. Seperti Gunung Madu Plantations (GMP), Gula Putih Mataram (Sugars Group) di Lampung Tengah, Sweet Indo Lampung, Indo Lampung Perkasa (Sugars Group) di Tulang Bawang, dan Bunga Mayang (PTPN VII) di Lampung Utara.

Jadi sekali lagi, peristiwa ini benar-benar miris. Sama seperti pribahasa “Bak tikus mati di lumbung”. Kata “tikus” biar nggak sungkan mengucapkannya, saya ganti “anak ayam” saja.

Dimana, Lampung sangat kaya gula. Namun ironisnya masyarakatnya sendiri justru susah untuk menikmati gula. Ya karena langka dan mahal.

Karenanya pada kesempatan ini, saya berharap kepada Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi untuk “membuka hati”. Mengambil sikap tegas dan langkah-langkah untuk mengantipasi agar harga gula tidak terus membumbung tinggi.

Jika tidak, percuma saja beliau mempunyai kedekatan dengan para taipan bos gula di Lampung. Malah sempat dipeluk dan diberi ucapan selamat ketika terpilih sebagai Gubernur Lampung periode 2019-2024.

Karena buat apa dekat, bila manfaat kedekatannya tak bisa dirasa dan dinikmati juga oleh rakyatnya. Wassalam.