METRO – Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Metro mengakui Mamah Dedeh mangkir dari panggilan pertama. Pemanggilan Mamah Dedeh diperlukan untuk mengklarifikasi kegiatan pengajian di Bumi Sai Wawai beberapa waktu lalu yang diduga berisi kampanye.
Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga Panwaslu Metro Hendro Edi Saputra menjelaskan, pengajian berisi kampanye itu diduga dilakukan tim pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Lampung, Herman HN-Sutono.
“Ya izinnya memang izin kampanye. Legalitasnya memang kampanye. Tapi, yang ingin kita pertanyakan itu kenapa undangannya pengajian? Bukan kampanye. Kan orang tidak tahu, karena undangannya itu berisi pengajian,” kata Hendro Edi, sebagaimana dikutip dari tribunlampung.co.
Karenanya, Panwaslu memanggil Mamah Dedeh selaku pengisi ceramah dalam acara tersebut. Namun sayang, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan. “Mamah Dedeh tidak hadir. Surat panggilan sudah kita kirimkan,” katanya.
Ia mengaku, pihaknya akan kembali mengirimkan panggilan yang kedua.
Jika kembali tidak hadir, Panwaslu akan melihat kondisi. Jika memang masih dibutuhkan untuk dimintai keterangan, Mamah Dedeh akan kembali dipanggil. Ia mengaku, pihaknya berkoordinasi dengan Bawaslu Lampung terkait sanksi ataupun status pelanggaran.
“Kami belum bisa memutuskan. Karena itu kita kumpulkan data dengan memanggil pihak-pihak terkait. Dan tadi kita juga klarifikasi dengan Ketua (Majelis Taklim) Rakhmat Hidayat Metro Umi dan Ismail selaku penanggung jawab,” imbuhnya.
Seperti diberitakan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Bandarlampung dan Panwaslu Kota Metro mendalami dugaan kampanye terselubung yang diduga dilakukan Majelis Taklim Rachmat Hidayat dibawah pimpinan Hj. Eva Dwiana, istri Calon Gubernur (Cagub) Lampung, Herman HN. Panwaslu Kota Bandarlampung telah mememeriksa beberapa pihak. Ini menyikapi maraknya foto kegiatan Majelis Taklim Rahmad Hidayat yang menggelar Tabligh Akbar, Senin 26 Februari 2018 di Masjid Alfurqon, Teluk Betung.
Dalam tabligh akbar itu, tampak Ketua Majelis Taklim Hj. Eva Dwiana, yang di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung tercatat sebagai tim Kampanye Paslon Gubernur-Wakil Gubernur Lampung, Herman HN-Sutono, sedang menyampaikan sambutan. Mirisnya persis di belakang Bunda Eva, tampak beberapa orang yang menujukkan simbol dua jari. Tanda ini identik ajakan mengingatkan paslon Herman HN-Sutono yang dalam pilgub ini mendapat nomor urut dua.
Dalam pemeriksaan, Panwaslu Kota Bandarlampung telah memanggil Ketua Majelis Taklim Rachmat Hidayat, Hj. Eva Dwiana atau yang akrab disapa Bunda Eva. Sayang dalam pemanggilan ini, Bunda Eva tak hadir dan hanya diwakili Ketua Dewan Asatidz Majelis Ta’lim Rahmat Hidayat, Ismail Soleh. Selain Ismail Saleh, Panwaslu telah memeriksa Ustadz Nasrudin dan seorang saksi bernama Abdul Kadir.
“Sebenarnya undangan kami tujukan kepada Ketua Majelis Taklim Rachmat Hidayat, Hj. Eva Dwiana. Tapi yang bersangkutan tidak hadir dan mengutus Ismail Soleh,” terang Ketua Panwaslu Kota Bandarlampung, Candrawansah.
Sementara itu anggota Panwaslu Bandarlampung Yahnu Wiguno Sanyoto menjelaskan pemanggilan terkait unsur dugaan kampanya di Masjid Al Furqon. “Sekarang kami masih membuat kajiannya hasil pemeriksaan,” tutur Yahnu.
Dikonfirmasi terpisah, juru bicara paslon Herman HN-Sutono, Rahmad Husin menjelaskan alasan mengapa Bunda Eva tidak dapat hadir memenuhi panggilan Panwaslu. Pasalnya disaat bersamaan, padatnya jadwal yang harus dijalani oleh Bunda Eva sebagai anggota tim kampanye.
“Lagian, bunda Eva sudah mengutus perwakilannya. Prinsipnya yang namanya organisasi bila ketua berhalangan hadir, maka dapat diwakilkan,” jelasnya.
Sebelumnya tim sukses paslon cagub diminta tidak menjadikan masjid sebagai tempat melakukan politik praktis.
“Kami tim paslon Arinal Djunaidi – Chusnunia komit dan taat aturan tidak menjadikan masjid tempat kampanye. Bukan hanya masjid, sarana tempat ibadah lain seperti gereja, pura, vihara dan saya harapkan juga tidak dimanfaatkan sarana berpolitik praktis,” tegas tim sukses paslon Arinal-Chusnunia, Yuhadi, S.Hi.
Apa yang disampaikan Yuhadi ini didukung oleh Levi Tuzaidi, tim sukses paslon, Ridho Ficardo-Bachtiar Basri.
“Kami juga sepakat taat aturan tidak menggunakan sarana ibadah sebagai tempat politik praktis. Sebagai politisi, kami bisa membedakan mana kegiatan ibadah dan politik praktis. Jika pun misalnya ada acara keagamaan yang kami laksanakan itu sifatnya internal dan tidak dilakukan di rumah ibadah. Kita menolak politik praktis masuk masjid atau rumah ibadah dengan bungkus apapun,” tegas Levi.(red/dbs)