BANDARLAMPUNG – Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI membongkar tuntas kasus suap gratifikasi dengan terdakwa H. Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng). Pasalnya banyak nama tokoh-tokoh di Lampung yang disebut dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang lantaran diduga terlibat dalam pusaran kasus tersebut.
Sebut saja nama, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Lampung, Chusnunia Chalim yang juga Wakil Gubernur Lampung. Lalu ada nama perusahaan Sugar Group dan Ibu Lee. Kemudian nama Aliza Gunado dan Jarwo, yang disebut orang dekat Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsudin. Terbaru nama anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lampung, M. Tio Aliansyah dan pengurus KNPI Lampung, Teguh Wibowo.
�KPK sudah semestinya mengusut nama-nama yang disebut oleh para saksi di persidangan. Sebab semua warga negara statusnya sama dimata hukum. Tidak boleh ada warga negara yang terkesan diistimewakan. Misalnya dengan tidak dipanggil untuk hadir dipersidangan,� tegas Wiliyus Prayietno, S.H., M.H., advokat yang juga Ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI).
Terlebih untuk nama M. Tio Aliansyah yang merupakan komisioner KPU Provinsi Lampung. Wiliyus mengaku merasa heran, mengapa nama yang bersangkutan turut disebut terkait dugaan dana �mahar politik� dari Mustafa untuk pencalonannya sebagai calon Gubernur Lampung beberapa tahun lalu, kepada DPW PKB Lampung.
�Anggota KPU itu sepengetahuan saya harus netral dan tidak terlibat dalam politik praktis. Misalnya menjadi simpatisan partai tertentu. Tapi mengapa nama M. Tio Aliansyah turut disebut. Untuk itu, ini sudah menjadi kewajiban KPK, ditambah lagi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu �(DKPP) RI agar turun tangan melakukan investigasi dan menggelar sidang etik guna melakukan klarifikasi. Bila memang tidak terbukti, maka nama baiknya harus dipulihkan. Begitu juga sebaliknya andai terbukti tentu ada konsekuensi hukum yang harus diterima. Ini demi menjaga marwah lenmbaga KPU sebagai penyelenggara pemilu,� tambahnya.
Seperti diberitakan nama anggota KPU Lampung, M. Tio Aliansyah dan tokoh pemuda yang juga pengurus elit KNPI Lampung, Teguh Wibowo kembali disebut dipersidangan kasus suap gratifikasi dengan terdakwa H. Mustafa, mantan Bupati Lamteng di PN Tanjungkarang, Kamis (22/4).
Sebenarnya nama M. Tio Aliansyah dan Teguh Wibowo pernah disebut di sidang yang digelar hari Kamis (4/3) lalu. Waktu itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK RI menghadirkan beberapa saksi. Yakni Erwin Mursali mantan Walpri Mustafa dan Midi Iswanto mantan anggota DPRD Lampung fraksi PKB. Lalu Khaidir Bujung mantan anggota DPRD Lampung fraksi PKB, Musa Zainudin mantan anggota DPR RI Komisi V Fraksi PKB, Chusnunia Chalim Wakil Gubernur Lampung dan Sri Widodo mantan Ketua DPD Hanura Lampung.
Namun nama M. Tio Aliansyah dan Teguh Wibowo yang disebut di sidang waktu itu cenderung �tenggelam�. Ini seiring adanya pengakuan saksi Musa Zainudin. Waktu itu Musa Zainudin membongkar habis dugaan transaksi uang atau yang biasa disebut �mahar politik� dalam perebutan perahu partai di kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Lampung, 2018 lalu. Dimana Musa Zainudin mengatakan, semula DPW PKB Lampung sepakat mengusung H. Mustafa sebagai Calon Gubernur Lampung di Pilgub Lampung. Namun, belakangan ia mendapat kabar jika PKB berubah pilihan karena �bom� uang yang lebih besar. Dijelaskan Musa Zainudin, baik Chusnunia Chalim, Okta Rijaya (Sekretaris DPW PKB Lampung), Midi Iswanto dan Khaidir Bujung, sudah menyatakan Ketua Umum (Ketum) DPP PKB H. Muhaimin Iskandar, sudah setuju, jika H. Mustafa sebagai Cagub Lampung yang akan dusung PKB. Karenanya dia menandatangani surat rekomendasi.
Kemudian kenapa tiba-tiba berubah dan tidak jadi mengusung H. Mustafa?
�Itu yang saya kaget, saya dapat informasi dari Bujung, Midi, Bu� Chusnunia, jika DPP udah menentukan seperti ini. Kita tidak berdaya apa-apa. Cuma ada yang janggal, Pak Muhaimin yang setuju kok, tiba tiba berubah, saya dapat informasi sebelum uang ini ke Jakarta, Muhaimin sudah terima 40 miliar dari Sugar Group. Sugar Group itu yang katanya dukung Arinal Djunaidi Cagub. Barangkali ada lebih besar, yang ini dikorbankan. Cuma persoalan orang yang dibawah. DPW PKB dan seterusnya jadi korban oleh perilaku DPP yang tak koordinasi dengan baik,� ungkap Musa Zainudin.
�Disebutnya seperti itu, Sugar Group dan Ibu Lee. Ada yang menyampaikan kesaya. Pak Musa, sudahlah. Tak mungkin PKB dukung Mustafa. Karena Muhaimin sudah terima uang Rp 40 miliar dari Sugar Group. Katanya begitu,� lanjut Musa waktu itu.
Kini nama M. Tio Aliansyah dan Teguh Wibowo kembali disebut. Yakni oleh saksi Saifuddin, sopir mantan anggota DPRD Lampung Midi Iswanto. Dimana saksi juga mengaku mengantarkan Rp1 miliar atas perintah Midi Iswanto untuk anggota M. Tio Aliansyah. Pernyataan itu terungkap saat Saifuddin menjadi saksi sidang suap dan gratifikasi eks Bupati Lamteng Mustafa di PN Tanjungkarang, Kamis (22/4). Menurut JPU KPK Taufiq Ibnugroho pernyataan Saifuddin tercatat di Berita Acara Perkara (BAP).
“Uang yang Rp1 Miliar ada diserahkan ke M. Tio Aliansyah, anggota KPU uangnya diserahkan lewat Teguh Wibowo, Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Lampung,” kata Taufiq.
Sebelumnya, Saifuddin mengakui diperintah Midi Iswanto mengantar Rp1 Miliar ke Jakarta untuk Wakil Gubernur Chusnunia Chalim alias Nunik dengan kode untuk Kanjeng Ratu.
Midi Iswanto sendiri di kesaksian sebelumnya mengungkapkan jika Ketua DPW PKB Lampung yang juga Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim sempat �kecipratan� uang mahar sebesar Rp1.150.000.000 (satu miliar seratus lima puluh juta rupiah dari total uang Rp18 miliar yang disetorkan Mustafa sebagai �mahar� agar PKB mengusungnya sebagai Cagub Lampung. Lalu ada juga aliran dana untuk Ketua DPC PKB se-Provinsi Lampung, Dewan Suro PKB, saksi ahli dan lain-lain.
�Uang itu sebesar Rp1 miliar untuk persiapan pemilu 2019. Waktu itu saya diminta ibu Nunik menghubungi ibu Ela Siti Nuryamah, yang sekarang (anggota Fraksi PKB DPR RI),� terang Midi Iswanto.
Selanjutnya Midi mengaku berkomunikasi dengan Ela Siti Nuryamah. Oleh Ela, dia lantas diberikan nomor telpon seseorang suruhannya, untuk penyerahan uang di Jakarta. �Saya pun kemudian mengutus orang saya untuk memberikan uang. Dan uang itu sampai. Karena saya langsung lapor dengan ibu Ela,� jelasnya.
Disisi lain, Chusnunia Chalim membantah pernyataan saksi Musa Zainudin dan Midi Iswanto. Nunik dengan tegas membantah tidak pernah menerima uang sebesar Rp1 miliar dari saudara Midi Iswanto. Sementara yang terkait Rp150 juta, sifatnya adalah pinjaman, untuk bantuan pembangunan kantor DPC PKB Lamteng. (red)