JAKARTA�- ?Kuasa hukum Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah (Lamteng), Natalis Sinaga menyampaikan keluhan tidak bisa menemui Natalis yang kini menjadi terdakwa dan ditahan di Polres Jakarta Timur. “Kami mohon saran dari yang mulia karena kami sebagai kuasa hukum tidak bisa berdiskusi dengan klien kami, kami dibatasi padahal untuk materi kasus yang tahu klien kami,” ucap kuasa hukum Natalis Sinaga sebelum sidang kliennya dimulai di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (?9/7).
?Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum Natalis Sinaga juga menyampaikan hal yang sama. Menurut majelis hakim ini adalah persoalan teknis. Alasannya terdakwa yang lainnya dalam kasus yang sama, anggota DPRD Lamteng, Rusliyanto ditahan di Polres Jakarta Pusat dan kubu kuasa hukum tidak menemui kesulitan saat hendak konsultasi dengan Rusliyanto.
“Kami ingin diperbolehkan berkonsultasi di Polres Jaktim. Kalau bisa dipindah penahanannya ke Polres Jakpus atau kalau bisa kami dapat hak untuk bertemu,” kata kuasa hukum Natalis Sinaga.
?Merespon itu, jaksa menjelaskan kemungkinan ada masalah di Rutan Polres Jakarta Timur soal kejadian tahanan kabur sehingga waktu kunjungan lebih diperketat. “?Ini kan soal kondisi di rutan ya, bukan SOP. Tanpa mengurangi hak terdakwa dan kuasa hukum. Kalau bisa penuntut umum bicara per instansi soal ini,” kata majelis hakim.
Akhirnya diputuskan jaksa akan berkomunikasi lebih lanjut dengan Polres Jakarta Timur agar kuasa hukum tidak dibatasi saat hendak konsultasi dengan Natalis Sinaga.
?Diketahui kasus ini diawali dari Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK pada Rabu (14/2/2018) dan Kamis (15/2/2018) di tiga lokasi terpisah. Dimana sebelumnya KPK lebih dulu menetapkan status tersangka pada Wakil Ketua DPRD Lamteng Natalis Sinaga, anggota DPRD Lamteng Rusliyanto, dan Kepala Dinas Bima Marga Lamteng Taufik Rahman.
Dalam surat dakwaan, Bupati Lamteng nonaktif Mustafa dan Kepala Dinas Bina Marga Lamteng, Taufik Rahman didakwa memberi suap ?Rp 9,6 miliar ke anggota DPRD Lamteng periode 2014-2019. Pemberian uang dimaksudkan agar angota DPRD Lamteng memberikan persetujuan terhadap rencana pinjaman daerah Kabupaten Lamteng pada PT. Sarana Muti Infrastruktur (MSI) sebesar Rp300 miliar pada TA 2018.
Adapun uang dipakai menyuap berasal dari beberapa rekanan atau kontraktor yang akan mengerjakan proyek APBD Lamteng TA 2018. Rekanan itu antara lain, Simon Susilo, pengusaha kakap yang juga merupakan pemilik Hotel Sheraton Lampung, kakak kandung dari terpidana Arthalyta Suryani atau populer dikenal Ayin. Lalu bos PT. Sorento Nusantara, Budi Winarto alias Awi.
Simon Susilo mengambil paket dengan anggaran sebesar Rp67 miliar dengan komitmen fee sebesar Rp7,7 miliar. Sementara, Budi Winarto alias Awi mengambil proyek pengerjaan dengan nilai anggaran Rp40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi Rp5 miliar. Tindak lanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Rusmaladi mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya sebesar Rp12,5 miliar.
Setelah uang itu terkumpul, lantas sebagian diberikan ke sejumlah pihak. Yakni:
- Natalis Sinaga melalui Rusmaladi sebesar Rp2 miliar. Uang tersebut untuk bagian Natalis sebesar Rp1 miliar dan sisanya diserahkan kepada Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Demokrat Lamteng Rp1 miliar.
- Raden Zugiri selaku Ketua F-PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto sebesar Rp1,5 miliar.
- Bunyana alias Atubun anggota DPRD Lamteng melalui ajudan Mustafa yang bernama Erwin Mursalin sebesar Rp2 miliar.
- Zainuddin, Ketua F-Gerindra melalui Andri Kadarisman sebesar Rp1,5 miliar yang diperuntukkan kepada Ketua DPD Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim.
- Natalis Sinaga, Raden Zugiri, Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp495 juta.
- Achmad Junaidi Sunardi selaku Ketua DPRD Lamteng melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto secara bertahap sebesar Rp1,2 miliar.(net)
�