BANDARLAMPUNG � Diakhir masa jabatannya yang akan segera habis 12 Juni 2024 mendatang, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, agaknya akan berurusan dengan masalah hukum. Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Lampung ini, diadukan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

Alasannya Arinal diduga terlibat praktik korupsi atas penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) yang memfasilitasi dan mengizinkan pemanenan tebu dengan cara dibakar. Pengaduan dilayangkan Muhnur Satyahaprabu selaku Kuasa Hukum Pemohon Uji Materiil atas Pergub No 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu.

Sebagaimana dilansir detik.com, Muhnur menjelaskan dasar pengaduan setelah sebelumnya Mahkamah Agung (MA) RI membatalkan Pergub Lampung yang menjadi dasar pembakaran pemanenan tebu melalui Putusan Nomor 1P/HUM/2024.

“Tanggal 19 Maret 2024 uji materiil yang kami ajukan ke Mahkamah Agung dikabulkan dan dinyatakannya bahwa Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 dibatalkan,” katanya, Minggu (9/6/2024).

“Putusan MA ini sekaligus mempertegas bahwa Pergub itu bertentangan dengan hukum di atasnya. Akibat adanya aturan ini, perusahaan tebu menjadi diuntungkan karena biaya panen atau biaya operasional kebun tebu jadi lebih hemat dan murah. Di sisi lain, kebijakan yang memperbolehkan pembakaran mengakibatkan kebakaran di Provinsi Lampung jadi semakin tidak terkendali,” sambungnya.

Setelah aturan dibatalkan, Muhnur menerangkan pihaknya mencurigai adanya praktik tindak pidana korupsi penerbitan keputusan gubernur. Menurutnya aturan itu memang sengaja dibuat untuk menguntungkan beberapa perusahaan-perusahaan gula di Lampung.

“Muncul pertanyaan di kami kenapa Gubernur Lampung bisa menerbitkan aturan yang bertentangan dengan hukum. Kemudian kami menduga aturan ini sengaja dibuat untuk menguntungkan perusahaan di Lampung dan dari sini kami menduga ada juga keuntungan yang didapat Gubernur Lampung atas penerbitan itu. Padahal kami meyakini Gubernur Lampung mengetahui bahwa pemerintah tak menoleransi adanya pembakaran (zero burning) hasil perkebunan,” terangnya.

Muhnur mengatakan, dari penghitungan Ahli Lingkungan, kerugian lingkungan yang diakibatkan pembakaran tebu mencapai sekitar Rp17 triliun. Yaitu berupa kerugian ekologis, ekonomis, dan pemulihan apabila perhitungan dilakukan sejak kurun waktu 2020 hingga 2023.

“Kami berharap pengaduan yang kami ajukan agar penyidik pada Kejaksaan Agung mampu mengungkap motif korupsi yang melatarbelakangi peraturan gubernur tersebut yang telah merugikan negara,” tandasnya.

Seperti diketahui Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi akhirnya mencabut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023 terkait Tata Kelola dan Peningkatan Produktifitas Panen Tebu. Kepastian ini didapat berdasarkan siaran pers Pemprov Lampung yang ditandatangani Sekretaris Daerah Pemprov Lampung, Fahrizal Darminto, Selasa (21/5/2024). Alasannya keputusan yang dikeluarkan MA RI yang membatalkan pergub ini telah bersifat final dan mengikat.

Menariknya meski telah dicabut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan�(KLHK) memastikan akan terus mengambil langkah hukum lanjutan.

�Kami memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni sanksi administrasi, pidana, dan perdata. Kami masih mengkaji instrumen mana yang akan digunakan untuk menghadapi kondisi ini. Apakah dari salahsatu instrumen atau ketiga-ketiganya kami maksimalkan,� terang Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi (PPSA) Gakkum KLHK, Ardyanto Nugroho.

Sebelumnya Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi ke majelis hakim MA terkait pencabutan Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023. Pujian diberikan karena MA mengabulkan uji materiil peraturan tersebut. Hal itu bertujuan untuk hentikan panen tebu dengan cara membakar karena dapat mencemari dan merusak lingkungan.

�Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan Permohonan Uji Materiil ini,� kata Rasio dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).

Dia mengatakan Pergub Lampung ini telah menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu. Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen. Tapi tindakan ini mengakibatkan kerugian sangat besar terkait pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu.

�Kebijakan Gubernur Lampung, yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar, harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat dan merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,� jelasnya.

�Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan-kebijakan dan/atau tindakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial, akan tetapi mengorbankan/merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,� sambungnya.

Berdasarkan pemantauan hotspot yang dilakukan terlihat bahwa beberapa perkebunan tebu di Lampung, antara lain yaitu PT Sweet Indo Lampung (SIL) dan PT Indo Lampung Perkasa (ILP) terindikasi adanya kebakaran lahan.

�Hasil pengawasan yang kami lakukan pada tahun 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha. Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,� tambah Ardyanto Nugroho.

Permohonan Uji Materiil ini sendiri diajukan untuk ketertiban dan kepastian hukum serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasalnya meski Menteri LHK Siti Nurbaya, sudah pernah menyurati Gubernur Lampung Arinal Djunaidi untuk mencabut aturan daerah tersebut, namun imbauan itu tidak pernah digubris. Untuk itu, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK bersama masyarakat memutuskan menempuh upaya hukum uji materiil ke MA. Hasilnya putusan MA atas Uji Materiil ini menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar itu ilegal.

�Selain itu, diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim,� tutupnya.

Sebagai informasi, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
  4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  5. Undang Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;
  6. Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling yang Baik, dan
  7. Peraturan Menteri Pertanian No: 05/PERMENTAN/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar.(detik.com/rls)