BANDARLAMPUNG – Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan anggota Komisi V DPR RI yang juga eks Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Lampung, Musa Zainuddin, mendapat tanggapan tokoh masyarakat, M. Alzier Dianis Thabranie. Anggota Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Provinsi Lampung itu berharap adanya vonis Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman dari 9 tahun menjadi 6 tahun penjara, bisa membuat Musa Zainudin �bertaubat� dan menyadari tentang sikap dan prilakunya.

�Kalau saya bersyukur vonisnya berkurang dari 9 tahun penjara menjadi 6 tahun bui. Tapi terlebih dari itu, saya berharap vonis itu bisa membuat Musa Zainudin �bertaubat� dan menyadari tentang sikap dan prilakunya terutama terhadap para seniornya,� ungkap Alzier.

Mengapa ? Karena lanjut Wakil Ketua Umum Depinas SOKSI periode 2020-2025 ini, rata-rata tokoh politik di Lampung mengetahui siapa yang menjadikan Musa menjadi Ketua DPW PKB Lampung. Almarhum Abdurrahman Wahid alias Gusdur dulu berpesan dan minta Musa Zainudin menemui dirinya dahulu, baru bisa menjadi Ketua DPW PKB Lampung.

�Jika tidak salah saudara Ali Imron mengetahui, pas Ali Imron minap dan tinggal di rumah saya. Waktu itu saya menjabat Wakil Ketua DPD Golkar Provinsi Lampung. Tapi, Musa Zainudin ini belakangan sombong. Begitu jadi Ketua DPW PKB Lampung tidak hormat dengan senior-senior. Makanya jadi nelindih kualat, masuk bui,� terang Alzier.

Seperti diberitakan PK yang diajukan Musa Zainuddin tidak sia-sia. Dimana MA mengurangi hukumannya, dari 9 tahun menjadi 6 tahun bui lantaran didakwa menerima suap pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp56 miliar dan rekonstruksi Piru-Waisala Provinsi Maluku Rp 52 miliar dalam APBN Kementerian PUPR 2016. �Mengabulkan permohonan PK,� kata jubir MA Andi Samsam Nganro, Kamis (17/9/2020).

Diketahui, Musa Zainuddin sebelumnya divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan di PN Tipikor Jakarta pada tahun 2017. Hakim saat itu menyatakan Musa terbukti menerima suap Rp 7 miliar terkait proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Disisi lain kasus ini juga menyeret nama Wakil Gubernur (Wagub) Lampung Chusnunia Chalim (Nunik). �Belum lama ini saya sudah WA (whatsapp,red) langsung ke Ketua KPK RI, supaya cepat diproses sudah lama mandek, biar rakyat Lampung terbuka matanya, dan tau siapa dia sebenarnya ibu wagub tersebut,� tegas Alzier.

�Mudah-mudahan cepat Wagub Chusnunia Halim, yang kasusnya dengan Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah (Lamteng) dan kasus lama waktu di Komisi V DPR-RI, cepat diproses oleh KPK-RI, segera pakai baju orange dan diborgol,� tandas Alzier lagi.

Seperti diberitakan Wagub Lampung, Chusnunia Chalim memenuhi panggilan penyidik KPK di Jakarta, Selasa (26/11/2019) lalu. �Wanita yang karib disapa Nunik ini diperiksa selama delapan jam untuk keterangan di perkara dugaan korupsi proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2016. KPK mendalami pengetahuan Nunik soal relasinya dengan sejumlah anggota DPR RI terkait kasus proyek di Kementerian PUPR. Nunik diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA) dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

�Untuk kasus ini, kami dalami relasi saksi dengan pihak-pihak yang ada dalam perkara ini, termasuk dengan sejumlah anggota DPR karena keterkaitannya sesama politisi dan aliran dana (kasus proyek di Kementerian PUPR),� kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK sebelumnya 30 September 2019 telah memeriksa tiga politikus PKB, yakni Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmy Faishal Zaini. Saat itu, ketiganya dikonfirmasi terkait aliran dana dari Musa Zainuddin pada anggota DPR lain.

Musa adalah mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB yang telah menjadi terpidana. Musa divonis 9 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia terbukti menerima Rp7 miliar dari pengusaha. Sementara Hong Arta ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu. Ia tersangka ke-12 di kasus di Kementerian PUPR. Ia memberikan suap kepada Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp 10,6 miliar dan juga memberi suap ke mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp 1 miliar. Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun dan denda Rp 800 juta subsider 4 bulan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp 15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura. Selain itu, Damayanti telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.

Selain kasus ini, Nunik juga pernah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Lamteng, Mustafa. Nunik diperiksa kapasitasnya sebagai mantan Bupati Lampung Timur. Dalam pemeriksaan, tim menanyakan Nunik soal pemberian uang atau mahar politik pencalonan Mustafa di Pemilihan Gubernur Lampung pada 2018. Uang itu diduga dari seorang pengusaha.

�Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dugaan pemberian uang rencana pencalonan tersangka MUS sebagai bakal calon gubernur Lampung 2018. Diduga sumber uang dari pihak rekanan di Lampung Tengah,� ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (13/11/2019).

Dalam perkara ini KPK menetapkan Mustafa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. Mustafa diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamteng tahun anggaran 2018 dan penerimaan hadiah atau janji lainnya dari calon rekanan proyek. Mustafa diduga menerima fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan kisaran fee sebesar 10 persen hingga 20 persen dari nilai proyek.(red)