JAKARTA – Sidang kasus suap dengan terdakwa Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustafa dan Kepala Dinas Bina Marga, Taufik Rahman digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/6/2018) malam. Sidang baru dimulai pukul 19.30 WIB. Karenanya mempersingkat waktu, jaksa menyarankan majelis hakim agar sidang ini digabungkan.

�Atas saran ini, majelis hakim menanyakan pada kubu kuasa hukum terdakwa apakah keberatan, yang kompak dijawab tidak keberatan.

Dalam sidang ini Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tujuh saksi fakta yang berasal dari beragam unsur baik anggota DPRD Lamteng maupun pihak swasta. Mereka adalah, Wakil ketua DPRD Natalis Sinaga, anggota DPRD Rusliyanto, Junion Efendi kepala sekretariat PDIP Lamteng, Andi Kepala Bidang Informasi Kepegawaian BKSDN Lamteng dan Andika Staf Dinas PU Subag Perencanaan Kab Pringsewu.

Lalu ada juga dua pihak swasta, yakni Simon Susilo (Pemilik Hotel Sheraton Lampung dan dan Budi Winarto.

Dalam keterangan Direktur PT. Sorento Nusantara, Budi Winarto mengaku pernah memberikan uang Rp 5 miliar agar mendapat pekerjaan di Lamteng yang ia berikan ke seorang kontraktor bernama Soni. Menurut Budi, Soni mengaku kenal dekat Mustafa, Bupati nonaktif Lamteng.

Jaksa Ali Fikri menanyakan ada tidaknya sejumlah pertemuan antara dirinya dengan Taufik Rahman dan Mustafa. Budi mengamini.

Pada setiap pertemuan, kerap kali membahas sejumlah tawaran proyek dengan syarat ada penyerahan uang muka. Saat itu, ujar Budi, baik Taufik dan Mustafa mematok persentase 15 – 20 persen sebagai uang muka.

“Dari rencana tadi apakah ada realisasi yang anda serahkan baik ke Mustafa atau Taufik?” tanya Jaksa Ali kepada Budi.

“Secara langsung tidak pernah, lewat orang lain pernah Pak Sony. Dia bicara dia bisa berikan saya proyek,” ujar Budi.

Eksekusi pemberian uang Rp 5 miliar dilakukan Budi secara bertahap sebanyak 6 hingga 7 kali. Namun ia tidak mengetahui lebih lanjut ada tidaknya uang itu mengalir ke Mustafa. Meski pengakuan Soni kepadanya mengatakan dia cukup mengenal dekat sang Bupati.

Berbeda dengan Budi, Simon Susilo yang juga tampil menjadi salahsatu saksi, sejak awal persidangan terkesan memberi keterangan tak konsisten dan berbelit-belit terkait uang setoran sejumlah Rp7,5 miliar dalam perkara dugaan suap terkait pinjaman Pemkab Lamteng kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar.

Dalam sidang ini, Simon tidak hanya mendapat cecaran dari Jaksa KPK, tapi juga dari pembela kedua terdakwa. Apakah saudara saksi kenal dengan terdakwa Mustafa?� tanya JPU

Saya tahu, tapi tidak pernah ketemu,� jawab pemilik Hotel Sheraton Bandarlampung itu seraya menjelaskan bahwa dia diajak Agus Purwanto bertemu Mustafa di Rumah Makan Sate Utami, Wayhalim.

Pak Mustafa tidak datang. Hanya Pak Taufik yang datang,� ujar Simon.

Selain saksi, Agus dan Taufik, siapa lagi yang hadir?� tanya JPU. Tidak ada. Kami hanya bertiga,� jawab Simon.

JPU lantas menjelaskan, selain ketiganya, dalam persidangan sebelumnya ada saksi yang mendampingi Taufik memberikan keterangan bahwa dirinya hadir dalam pertemuan tersebut?

Tidak ada. Tapi� disitu ramai orang. Jadi saya tidak tahu siapa,� jawab Simon.

Apa yang disampaikan Agus ketika mengajak saksi untuk bertemu Mustafa?, tanya JPU. Tidak ada,� jawab Simon.

Apa tujuan saksi mau bertemu Bupati (Mustafa)?� tanya JPU.

Ketika JPU membeberkan data bahwa Simon sebelumnya pernah berfoto bareng dengan Mustafa dalam sebuah acara, pemilik berbagai perusahaan ini menjawab tidak tahu.

“Itu kan acara saksi?” tanya JPU. “Bukan saya yang mengundang. Pegawai yang ngundang,” jawab Simon.

Saya tidak tahu. Agus tidak pernah memberi tahu kepada saya,� jawab Simon.

Ketika tiba giliran majelis hakim, Ketua majelis Ni Made Sudanikali mengingatkan saksi agar menjawab yang jelas. Tidak berbelit-belit memberikan keterangan.

Saksi sebelumnya dibawah sumpah. Saksi (Simon) juga dibawah sumpah. Harap jelaskan saja apa yang sebenarnya terjadi,� ujar Ni Made Sudanikali.

Ada tidak kaitannya terkait uang Rp7,5 miliar dengan pertemuan di Hotel Sheraton untuk bupati (Mustafa)?� tanya hakim.
Tidak ada,� ujar Simon seraya menjelaskan setelah terjadi peristiwa OTT oleh KPK, dirinya sempat menanyakan kepada Agus, apakah ada uang Rp7,5 miliar yang diberikan untuk Lamteng Namun, kata Simon,dijawab Agus tidak ada.

Kenapa saksi tidak mengklarifikasi kepada Agus, mengapa bupati tidak muncul?� Simon menjawab Saya tidak tahu. Saya tidak tanyakan�.

Untuk itu, majelis hakim menanyakan JPU apakah nanti Agus Purwanto dihadirkan sebagai saksi. JPU menyatakan akan menghadirkan Agus bersama enam saksi lain.

 

Disisi lain, terdakwa Taufik Rahman, Kepala Dinas Bina Marga Lamteng mengakui berjumpa dengan Simon Susilo untuk membicarakan fee proyek di Lamteng. Taufik mengungkapkan, dirinya didampingi seorang staf. Sementara Simon bersama Agus Purwanto. Kata Taufik, dalam pertemuan itu, dibicarakan tentang kerjasama sejumlah proyek jalan. Termasuk fee yang harus disetorkan.

Kalau terkait fee, Pak Simon bilang nanti Agus Purwanto yang mengatur,� ujar Taufik.

Taufik menegaskan, dalam pertemuan dimaksud, ada tiga wilayah proyek jalan yang dibicarakan. Pak Simon ingin yang di wilayah Timur. Nilainya sekitar Rp80 miliar,� ujarnya.

Seperti diketahui dalam sidang perdana Bupati Lamteng nonaktif, �H. Mustafa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/5/18) didakwa Jaksa KPK telah memberi suap Rp9,6 miliar ke beberapa pihak termasuk anggota DPRD guna meloloskan rencana pinjaman daerah Rp300 miliar kepada PT. SMI.

Adapun uang dipakai untuk menyuap berasal dari beberapa rekanan atau kontraktor yang akan mengerjakan proyek APBD Lamteng TA 2018. Rekanan itu antara lain, Simon Susilo, pengusaha kakap yang juga merupakan pemilik Hotel Sheraton Lampung, kakak kandung dari terpidana Arthalyta Suryani atau populer dikenal Ayin. Lalu bos PT. Sorento Nusantara, Budi Winarto alias Awi.

Simon Susilo mengambil paket dengan anggaran sebesar Rp67 miliar dengan komitmen fee sebesar Rp7,7 miliar. Sementara, Budi Winarto alias Awi mengambil proyek pengerjaan dengan nilai anggaran Rp40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi Rp5 miliar. Tindak lanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Rusmaladi mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya sebesar Rp12,5 miliar.

Setelah uang itu terkumpul, lantas sebagian diberikan ke sejumlah pihak. Yakni:

  1. Natalis Sinaga melalui Rusmaladi sebesar Rp2 miliar. Uang tersebut untuk bagian Natalis sebesar Rp1 miliar dan sisanya diserahkan kepada Iwan Rinaldo Syarief selaku Plt. Ketua DPC Demokrat Lamteng Rp1 miliar.
  2. Raden Zugiri selaku Ketua F-PDIP secara bertahap melalui Rusmaladi dan Aan Riyanto sebesar Rp1,5 miliar.
  3. Bunyana alias Atubun anggota DPRD Lamteng melalui ajudan Mustafa yang bernama Erwin Mursalin sebesar Rp2 miliar.
  4. Zainuddin, Ketua F-Gerindra melalui Andri Kadarisman sebesar Rp1,5 miliar yang diperuntukkan kepada Ketua DPD Gerindra Provinsi Lampung Gunadi Ibrahim.
  5. Natalis Sinaga, Raden Zugiri, Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp495 juta.
  6. Achmad Junaidi Sunardi selaku Ketua DPRD Lamteng melalui Ismail Rizki, Erwin Mursalin dan Ike Gunarto secara bertahap sebesar Rp1,2 miliar.(net)