BANDARLAMPUNG -�Ketua DPD Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Lampung,�Gunadi Ibrahim siap memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Yakni dalam sidang kasus suap dengan terdakwa Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Mustafa dan Kepala Dinas Bina Marga, Taufik Rahman serta wakil ketua dan anggota DPRD Lamteng, J Natalis Sinaga dan Rusliyanto. Hal ini terkait dengan adanya keterangan bahwa dia disebut turut menerima dana hasil pinjaman�terhadap PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 1,5 miliar.
“Saya pikir, saya sebagai saksi, sah-sah saja. Bisa saja (KPK memanggil), karena ada (kader) Gerindra juga di sana (DPRD Lampung Tengah),”�ujar Gunadi, Senin (4/6) sebagaimana dikutip dari tribunlampung,co.
Menurut Gunadi, soal aliran dana yang disebut-sebut dalam surat dakwaan, dia menyatakan�akan membeberkan dalam�persidangan. Namun
Gunadi enggan menanggapi�rumor yang menyebut ia telah�mengembalikan uang tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Nanti di pengadilan. Bukan wartawan yang�memastikan ada tidaknya (aliran dana). Jadi,�nanti saja ya,” kata mantan anggota DPR RI ini.
Diketahui, Bupati nonaktif Lamteng, Mustafa didakwa memberi suap Rp 9,6 miliar kepada enam orang DPRD terkait persetujuan pinjaman daerah kepada APBD Lamteng tahun 2018. Enam pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Lamteng tersebut yaitu Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri, Bunyana, dan Zainuddin. Lalu uang senilai Rp1, miliar diduga diberikan kepada Gunadi Ibrahim.
Lebih lanjut, uang suap itu diperuntukkan sebagai pemulusan penandatanganan persetujuan DPRD terkait rencana pinjaman Kabupaten Lampung Tengah kepada PT. SMI sebesar Rp 300 miliar.
Adapun uang dipakai untuk menyuap berasal dari beberapa rekanan atau kontraktor yang akan mengerjakan proyek APBD Lamteng TA 2018. Rekanan itu antara lain, Simon Susilo (pemilik Hotel Sheraton Lampung) dan Budi Winarto alias Awi, bos PT. Sorento Nusantara.
Simon Susilo mengambil paket dengan anggaran sebesar Rp67 miliar dengan komitmen fee sebesar Rp7,7 miliar. Sementara, Budi Winarto alias Awi mengambil proyek pengerjaan dengan nilai anggaran Rp40 miliar dan bersedia memberikan kontribusi Rp5 miliar. Tindak lanjutnya, terdakwa memerintahkan saksi Rusmaladi mengambil uang dari Simon Susilo dan Budi Winarto secara bertahap sehingga terkumpul seluruhnya sebesar Rp12,5 miliar.
Akibat perbuatannya, Mustafa didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (net)