0 � Bupati dan Ketua DPRD Lampung Selatan (Lamsel) Nanang Ermanto dan Hendri Rosyadi disebut ikut �kecipratan� fee proyek di Lamsel.
Hal itu terungkap dalam sidang dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor kelas 1 A Tanjungkarang dengan terdakwa dua mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Syahroni dan Hermansyah Hamidi, Rabu (24/3/2021) kemarin.
Saksi lain yang dihadirkan Agus Bhakti Nugroho sempat menyebutkan dia sebagai kordinator untuk menerima uang fee proyek dari kontraktor yang kemudian disetorkan kepada Zainudin Hasan. Lalu mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara dan mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, yang sidang virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Nanang mendapat uang fee proyek itu dari mantan Anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho atas perintah Bupati Lampung Selatan saat itu Zainudin Hasan. Namun dalam kesaksiannya, Nanang Ermanto mengaku bahwa jika dia mengetahui uang yang diberikannya merupakan uang pribadi Bupati Zainudin Hasan.
Selama dua tahun tersebut, Nanang Ermanto total menerima uang kurang lebih Rp930 juta, baik yang diterima dari ABN, Anjar Asmara, maupun Syahroni.
�Uang itu saya tahunya pribadi Zainudin, yang jelas dengan kesepakatan komitmen saya akan mintanya. Untuk yang Agus, nilai yang pernah diminta melalui ABN jumlahnya lupa, tapi itu tidak tiap hari. Kadang dua bulan tergantung kebutuhan saya,� kata Nanang Ermanto seperti diberitakan sinarlampung.co.
Jaksa KPK kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 8, dimana dalam BAP tersebut menyatakan Nanang Ermanto pernah menyampaikan langsung ke Bupati Zainudin Hasan baik lewat ponsel maupun langsung memerintahkan ABN untuk ditindaklanjuti. Kemudian Nanang membenarkan adanya BAP tersebut.
�Uang Rp100 juta dari ABN saya lupa. Ada catatan dalam buku nilainya Rp150 juta yang diserahkan pada 20 Januari 2017, selanjutnya diserahkan lagi Rp50 juta. Catatan ini dilaporkan ke Bupati, bahwa sudah menerima uang, kemudian uang lainnya saya tidak ingat,� ujar Nanang.
JPU KPK juga mengeluarkan buku yang berisi catatan dokumen pengeluaran tertulis dari Nanang dengan rincian Rp50 juta, Rp25 juta, lalu tanggal 4 Mei 2017 Rp20 juta, wakil bupati 18 Mei 2017 Rp25 juta, 16 Juni 2017 Rp20 juta, 19 Juni 2017 Rp50 juta, 24 Juni 2017 Rp20 juta, 7 Juli 2017 Rp20 juta, dan 9 Juli 2017 Rp10 juta.
Dan Nanang membenarkan adanya dokumem catatan tersebut. Namun untuk Uang Rp150 juta dari Zainudin Hasan lewat ABN, soal Rp10 juta pada Mei 2017, Nanang lupa semuanya. Selanjutnya pada BAP nomor 27 terkait aliran pada Mei 2017 senilai Rp10 juta dari Hermansyah, lalu Rp20 juta dari Syahroni, ada lagi Rp25 juga dari Syahroni. Selanjutnya pada Juni 2018 dari ABN senilai Rp50 juta, Juli 2018 100 juta, dan Rp50 juta dari ABN.
Kemudian Nanang pernah menerima uang tiga kali dari ABN senilai Rp300 juta. Total keseluruhan tahun 2017 dan tahun 2018 yang diterima senilai Rp480 juta dan Rp450 juta. Nanang pernah meminta dibelikan ruko di Sukarame, untuk dijadikan kenang-kenangan saat dirinya selesai menjabat. Namun ruko tersebut batal dibelikan karena suatu hal, lalu penggantinya uang Rp150 juta dan 250 juta melalui Syahroni.
Jaksa KPK juga menanyakan barang bukti selembar kertas bertuliskan Agus BN 1 koper beserta daftar 16 nama rekanan kepada Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto. �Agus BN dipanggil Pak Sjachrodin di rumah dibawain uang 1 koper. Yang masuk ke rumah Pak Sjachrodin Agus BN dan Akar,� tertera dalam bukti tersebut.
Pasalnya, barang bukti ditemukan di kediaman Nanang Ermanto. Namun, Nanang mengaku tak tahu menahu mengenai bukti itu.
�Saya sendiri gak ngerti, itu ada di meja ruang kerja saya terus saya bawa pulang untuk saya selidiki, saya lupa namanya kertas kecil. Mungkin ada yang taro di meja saya,� aku Nanang dalam sidang kasus fee proyek PUPR Lamsel itu.
Menurut Nanang, daftar nama itu adalah daftar orang-orang yang tidak mendukung pasangan calon Zainuddin Hasan-Nanang Ermanto pada pilkada 2015.
�Mereka ini orang-orang yang tidak mendukung kami, dan sepertinya takut terpilihnya Zainuddin Hasan-Nanang, mungkin mereka takut digeser jabatannya,� tambahnya.
Nanang Ermanto juga mengaku bahwa dirinya tidak pernah terlibat proyek di Lampung Selatan. �Saya enggak pernah terlibat proyek atau dapat jatah proyek. Hanya saja, ada janji politik jika di daerah saya perolehan suara menang, jalan di daerah rumah saya akan diaspal,� ujar Nanang
Ketika disinggung terkait jumlah uang yang pernah diterima terkait proyek tersebut, Nanang mengatakan tidak mengetahui hal itu.� �Saya enggak tau itu uang apa, tapi pernah dikasih Rp50 juta itu pas Ibu saya meninggal dunia. Katanya uang duka bantuan dari bapak Bupati. Uang itu sudah saya kembalikan ke KPK,� kilahnya.
Sementara, Ketua DPRD Lamsel Hendry Rosyadi pernah disebut menerima uang satu kardus berisi uang Rp2 miliar lebih pada sidang lalu mengatakan dirinya memang mengenal sosok Syahroni, yakni sebagai pegawai PUPR.� �Saya tau dia pegawai Dinas PU, itu saja yang saya tau,� ungkap Hendry.
Ditanya soal sejumlah komitmen fee proyek, Hendry mengatakan tidak pernah menerima hal itu.� �Enggak pernah menerima pak,� singkatnya.
Jaksa KPK kembali mencecar dengan beberapa pertanyaan, terkait pertemuan dengan Zainudin Hasan dan juga Agus Bhakti Nugroho. Apakah dirinya memiliki supir yang biasa dipanggil dengan sebutan Pakde.� �Enggak pernah pak. Saya memang ada supir, tapi kalau dipanggil Pakde saya enggak tau,� ujarnya.
�Apakah adanya pembagian jatah untuk tim sukses Zanudin Hasan?� Cecar JPU KPK. �Enggak ada,� timpal Hendry.
Menurut Hendry, dirinya hanya membantu kontraktor lokal yang ingin bekerja di Lampung Selatan. Selanjutnya para asosiasi kontraktor tersebut berhubungan dengan Dinas PUPR Lamsel secara langsung.
�Saya cuma bantu rekanan lokal yang mau kerja, susahnya mereka komunikasi sendiri saya enggak tau,� aku Hendry.
Mantan Kadis PU yang juga terpidana, Anjar Asmara, mengakui bahwa dirinya menerima uang dari Syahroni, tapi tidak tahu detailnya dan menerima uang dari Iskandar sebesar Rp700 juta.
�Ada yang diterima oleh Syahroni tapi saya tidak tau detailnya. Menerima dari Iskandar Rp700 juta di halaman Masjid Bani Hasan dan dibungkus kresek. Menerima uang Rp750 juta dari Wahyu Lesmono sebanyak dua kali, pertama Rp500 juta di kantor PAN dan Rp250 juta di halaman DPC PAN,� jelas Anjar Asmara, saar bersaksi dipersidangan kasus fee proyek Lampung Selatan dengan terdakwa Syahroni dan Hermansyah Hamidi.
Selanjutnya, kata Anjar, Rusman Efendi Rp225 juta di dekat RS Budi Waras, Bobby Rp450 juta di stadion Pahoman, Ardi Rp5.5 miliar, Yudi Siswanto Rp375 juta, Gilang Ramadhan memberi tapi tidak ke Anjar langsung tapi ke Syahroni. Hingga total yang diserahkan kepada Anjar sebesar Rp8 Miliyar.
Anjar Asmara mengatakan, dia juga pernah di telepon oleh Thomas Americo terkait yang Rp200 juta yang akan digunakan untuk kegiatan di Hotel Swissbell.
�Thomas bilang perlu Rp200 juta, saya tidak punya duit, lalu saya konfirmasi ke Agus, katanya mau ada kegiatan di Swissbell. Lalu saya lapor ke Bupati dan disetujui, jadi saya bawa uang untuk bayar itu,� jelasnya.
Anjar melanjutkan, Syahroni mendapat uang dari Gilang sebesar Rp400 juta. �Tidak menikmati Rp8 miliar, waktu OTT ada uang cash di saya sebesar Rp400 juta,� jelasnya.
Sementara Zainudin Hasan yang merupakan Mantan Bupati Lampung Selatan mengatakan, bahwa dua bulan setelah dilantik ia mendapat uang dari rekanan dan kontraktor. Dia menyesali menerima uang tersebut.
�Ya saya tahu saya juga kenapa tiba-tiba ada uang, dan enggak pernah berhubungan dengan Syahroni, apalagi dengan Hermansyah. Kesalahan saya itu kenapa enggak nolak saja. Malah saya terima,� jelasnya.
�Terkait plotingan dan menerima uang sebelumnya sudah berjalan. Yang di ploting jaman anda terhalang semua?� tanya JPU Taufiq kepada Zainudin Hasan. �Semua berjalan semua. Akhirnya diperiksa BPK semua bagus,� jawab Zainudin.
Zainudin juga menjelaskan bahwa tidak adanya komitmen terkait besaran fee untuk rekanan yang sudah mengerjakan kegiatan pelelangan. �Enggak ada komitmen itu. Berapa nilainya saya juga enggak tahu berapa yang diberikan oleh Bobby itu. Yang diberikan ke saya itu 5 sampai 10 persen,� tuturnya.
Zainudin juga membantah terkait uang yang selama ini diberikannya, dan mengatakan bahwa semuanya dituduhkan kepadanya. �Yang diberikan ke saya itu enggak semuanya. Seolah-olah didakwakan saya semua. Semua lewat Agus. Apalagi dari Syahroni enggak pernah, dan Anjar Asmara,� tegas Zainudin. (slc)