Ridho_Ficardo

Muhammad Ridho Ficardo, S.Pi, M.Si (lahir di Bandar Lampung, Lampung, 20 Juli 1980; umur 39 tahun) adalah Gubernur Lampung yang menjabat pada periode 2014-2019. Ia bersama wakilnya H. Bachtiar Basri dilantik 2 Juni 2014 di Gedung DPRD Lampung. Pasangan Ridho-Bachtiar memenangi pilkada Lampung dengan perolehan suara sebesar 44,78 persen pada Pilgub 9 April 2014 lalu. Ia merupakan gubernur termuda saat dilantik yang dipilih rakyat di usia 33 tahun.

Kini Ridho sudah memasuki purnatugas. Tepat 2 Juni 2019 lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menunjuk Penjabat (Pj) Gubernur Boytenjuri untuk menggantikan suami dari Aprilani Yustin Ficardo tersebut. Selanjutnya Rabu (12/06/19), Presiden Joko Widodo resmi melantik Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung Periode 2019-2024, di Istana Negara.

Berbagai polemik pun muncul dan mencuat. Misalnya terkait adanya statement dari Gubernur Lampung yang baru Arinal Djunaidi, jika APBD Lampung 2019 mengalami defisit hingga Rp1,7 triliun.

Lantas bagaimana sikap Ridho Ficardo yang hingga kini masih dipercaya mengkomandani DPD Partai Demokrat Provinsi Lampung terhadap tudingan ini ? Mengapa beliau terkesan diam dalam menanggapi masalah tersebut.

Berikut wawancara Bukhori Muzzammil, Penanggungjawab SKH BE1 Lampung bersama HM. Ridho Ficardo, —, belum lama ini.

Assalamualaikum. Gimana kabarnya, sebelumnya karena masih suasana bulan syawal 1440 H, saya ingin menyampaikan Minal Aidin Walfaizin�Mohon Maaf Lahir dan Batin ?

Waalaikumsalam. Wr. Wb. Alhamdulillah. Sehat semua. Sama-sama. Saya dan keluarga juga menghaturkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Hijriah 1440 H yang baru kita lewati bersama. Saya dan keluarga pada kesempatan ini ingin menghaturkan permohonan maaf lahir dan batin buat seluruh masyarakat Lampung.

Terhitung sejak 2 Juni 2019 lalu, anda bersama Om Bach (Bachtiar Basri,red) tidak lagi menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, jika boleh tahu, sekarang apa ya aktifitas keseharian ?

�Yang pokok, waktu saya kini lebih banyak dengan keluarga, dengan istri dan anak-anak, yang mungkin selama ini lantaran kesibukan dan banyaknya agenda sebagai gubernur, membuat sedikit �terabaikan�. Lalu mengurus bisnis serta silaturahmi dengan teman-teman lama.

Oh gitu, seterusnya ?

Baru mengurusi dan berkonsolidasi dengan jajaran internal partai. Pada Pileg kemarin (17 April 2019), alhamdulillah perolehan suara Partai Demokrat di Lampung cukup baik. Saat ini kami fokus menghadapi pilkada serentak di 8 Kabupaten/Kota di Lampung. Ini yang terus kami bahas dan konsolidasi. Harapan saya, kader-kader terbaik diinternal partai dapat maju berkompetisi.

Semasa menjabat Gubernur Lampung tentu banyak pengalaman baik suka maupun duka, bisa dijelaskan ?

�Sebelum saya masuk pada capaian prestasi beserta problematikanya, saya terlebih dulu ingin menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak yang mendukung saya dan bapak Bachtiar Basri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Saya berharap semua aparatur sipil negara (ASN) dan Forum Komunikasi Antar Pimpinan Daerah (Forkompimda), dan masyarakat Lampung dapat menjaga hasil pembangunan dan meneruskannya agar lebih baik. Sebab bagaimanapun capaian ini bisa didapat karena kerja keras seluruh unsur ASN Pemprov Lampung dan seluruh pihak.

Sementara mengenai berbagai prestasi yang ditorehkan, sebenarnya semua sudah tertuang dalam dua buku yang saya luncurkan. Pertama berjudul �Lampung : Tinta Emas Karya Bakti Pembangunan, Lompatan Besar Lima Tahun Kepemimpinan M. Ridho Ficardo� dan �Lompatan Besar Ridho Ficardo Untuk Lampung, Gubernur Termuda Indonesia Masa Bakti 2014-2019�.

Dapat diuraikan lebih mendetil ?

Kedua buku itu mengulas pembangunan yang kami lakukan bersama Wakil Gubernur, jajaran pemprov, Forkopimda, Bupati-Walikota, serta seluruh elemen masyarakat Lampung. Seperti dibidang ekonomi yang mampu menekan inflasi, meningkatkan laju pertumbuhan daerah, memangkas ekonomi biaya tinggi, dan membangkitkan ekonomi kerakyatan.

Begitu juga bidang pembangunan, fisik dan nonfisik, selalu menjaga keseimbangan akselerasi sumber daya manusia dan teknologi yang memicu terjadinya pertumbuhan ekonomi Lampung di atas rata-rata nasional. Di bidang kesehatan selain pembangunan lnfrastruktur rumah sakit yakni RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM) dan Rumah Sakit Bandar Negara Husada (RSBNH) sejumlah fasilitas dan gedung dibangun setara Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. RSUDAM berhasil meraih tipe A, rumah sakit keliling dan sejumlah Puskesmas mendapatkan predikat �Top Pelayanan Publik�.

Kemudian di bidang pertanian, selain meningkatkan pengembangan hilirisasi dan transfer teknologi pertanian, ketahanan pangan berhasil mendudukkan Lampung sebagai lumbung pangan nasional. Tak ketinggalan bidang infrastruktur dan konektivitas, Lampung kini memiliki Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sebagai jalan tol terpanjang di Indonesia yang pernah diresmikan Presiden RI Joko Widodo. Lalu Bandara Radin Inten II kini menjadi berstatus internasional, Lanud Gatot Soebroto di Way Kanan menjadi bandara sipil, dan beroperasinya Bandara Taufiq Kiemas di Pesisir Barat. Belum lagi yang lainnya yang tak bisa saya paparkan satu persatu.

Anda puas ?

Secara garis besar iya. Tapi saya juga ingin menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat bila dalam pengabdian ini tidak semua harapan bisa terpenuhi. Tak ada gading yang tak retak. Tak semua tujuan bisa tercipta. Tapi saya bersama Pak Bachtiar Basri dengan segenap kemampuan tanpa mengenal hari dan jam serta dengan sepenuh hati sudah mencoba memberikan pengabdian yang terbaik selama lima tahun terakhir. Bukan masalah berapa lama kami memimpin, tetapi menjadi tantangan apa yang bisa kami lakukan untuk amanah ini, hingga akhirnya kita bisa dikenang masyarakat.

Terus bagaimana dengan pengganti anda saat ini, Arinal Djunaidi dan Chusnunia (Nunik,red) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung ?

�Sebenarnya saya sudah bisa menerima, sejak hasil pilkada serentak, 27 Juni 2018 lalu diumumkan dan pasangan Arinal-Nunik dinyatakan sebagai pemenang. Mungkin inilah pilihan masyarakat beserta dinamikanya. Karenanya saya bersama Bachtiar Basri langsung move-on. Kita bertekad melanjutkan masa kepemimpinan yang tersisa dengan mencoba memberikan pengabdian yang terbaik bagi masyarakat. Tapi yang saya sayangkan akhir-akhir ini muncul informasi yang kurang tepat.

Lho kok bisa, apa itu contohnya ?

Seperti awal dilantik, Arinal Djunaidi menyatakan dan cenderung menyalahkan jika APBD Lampung 2019 terjadi defisit hingga Rp1,7 triliun. Selain tidak elok, pernyataan ini tidak benar.

Terus ?

Tidak elok karena tidak sepantasnya sebagai pemimpin, Arinal menyalahkan kepemimpinan sebelumnya. Karena memang kondisi, situasi tantangan, dan era setiap pemimpin yang selalu berbeda. Saya tegaskan tidak benar, karena data yang disampaikan itu 100% keliru. Tidak mungkin APBD Lampung 2019 disahkan oleh DPRD serta lolos dievaluasi oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) jika benar dinilai ada defisit hingga Rp1,7 triliun. Ini �diksi� yang tidak tepat yang justru dapat mengabaikan capaian prestasi yang berhasil kita raih.

Mengapa ?

Karena untuk diketahui APBD Lampung 2019 telah dibahas oleh DPRD sesuai mekanisme dan aturan yang ada. Sebagai ketua partai (Arinal selain Gubernur Lampung juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Lampung, red) harusnya lebih mengerti soal ini. Apalagi yang bersangkutan juga pernah menjabat Sekda di era kepemimpinan kami. Bahwa sesuai aturan, defisit yang ditolerir diangka 3 persen. Jadi kalau APBD Lampung ada diangka sekitar Rp7 triliunan, defisit yang dibolehkan, ada diangka sekitar Rp250 hingga Rp300 miliaran. Jika lebih, tentunya DPRD tak akan mau mengesahkan karena bertentangan dengan peraturan. Dan jika pun disahkan, tentunya draf APBD yang dimaksud tidak akan lolos lantaran dievaluasi oleh Kemendagri. Sayangnya hingga kini, belum ada koreksi dari beliau, atau staff yang dulu pernah bekerja bersama-sama saya. Bahwa sinyalemen dan pernyataan APBD Lampung 2019 defisit Rp1,7 triliun adalah tidak benar.

Defisit yang dimaksud Arinal Djunaidi itu ada di beberapa pos. Seperti utang Pemprov Lampung pada PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp600 miliar. Lalu utang dana bagi hasil (DBH) sekitar Rp750 miliar. Serta� proyeksi target pendapatan penjualan aset tanah Waydadi sebesar Rp350 miliar ?

Begini. Utang pada PT. SMI itu sepertujuan dan sudah dibahas secara mendalam oleh DPRD. Sebagai ketua partai, beliau pasti tahu, karena memiliki fraksi di DPRD yang merupakan kepanjangan tangan partai, mengapa sampai hutang yang peruntukannya buat membangun infrastruktur tersebut disetujui. Tentunya dengan melihat kemampuan keuangan Pemprov Lampung untuk membayar. Dan ini biasa. Sebagian pemerintah provinsi, hingga kabupaten/kota juga melakukan hal yang sama dalam rangka percepatan pembangunan.

Lantas soal DBH yang terhutang yang mencapai Rp750 M terhadap pemerintahan Kabupaten/Kota di Lampung ?

Mohon maaf. Ini harus saya ungkap. Waktu pertama memimpin, kami ada beban utang DBH sebesar Rp600 miliar dari pemerintahan sebelumnya. Saat itu angka APBD Lampung berkisar Rp4 triliun. Tanpa mengeluh, hutang tersebut kami bayar secara lunas ditahun-tahun pertama. Tidak ada lagi utang DBH dipemerintahan sebelumnya yang terjadi di era kami. Sebab semua langsung kami bayarkan.

Terus mengapa sekarang ada hutang DBH baru ?

Persoalan baru muncul, disaat Pemerintahan Presiden Joko Widodo mengedepankan pembangunan infrastruktur. Akibatnya terjadi pengetatan anggaran. Dimana terjadi pengurangan hingga pemotongan transfer dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Mirisnya ini terjadi ditengah tahun anggaran. Disaat APBD Lampung sudah disahkan dan sedang berjalan. Sudah terjadi tender dan kontrak kerja terhadap beberapa pihak ketiga terkait berbagai proyek dan program yang sudah direncanakan. Hal ini tak mungkin dibatalkan karena bisa menimbulkan implikasi hukum. Karenanya kebijakan terpahit yang harus kami ambil adalah dengan menunda atau mempending pembayaran DBH kepada pemerintah kabupaten/kota.

Jadi sebenarnya utang DBH Rp750 miliar itu wajar saja. Apalagi APBD Lampung kini mencapai Rp7 triliun. Bayangkan dengan utang DBH diawal kami memimpin yang mencapai Rp600an miliar. Padahal APBD-nya hanya sekitar Rp4 triliun. Kami tidak mengeluh atau menyalahkan. Ini justru kami anggap sebagai konsekuensi dan tantangan dalam memimpin Lampung untuk segera diselesaikan.

Soal proyeksi target pendapatan penjualan aset tanah Waydadi sebesar Rp350 miliar bagaimana?

Sebenarnya ini juga permasalahan lama. Saya hanya ingin ada kepastian hukum. Ada legalitas. Dimana warga bisa memiliki aset tanah tersebut tanpa harus khawatir atau dihantui persoalan hukum. Mengenai mengapa angka Rp350 miliar muncul, semua tentunya sudah melalui kajian lembaga yang berkompeten dalam menaksir dan menilai sehingga muncul angka tersebut. Soal belum terealisasi, hal itu belum dapat dikatakan saat ini. Belum boleh pesimis. Karena APBD 2019 masih berjalan dan akan berakhir dibulan Desember 2019.

Jadi sekarang apa harapan anda ?

Intinya saya tak ingin berpolemik. Saya hanya ingin ada koreksi soal definisi APBD Lampung 2019 defisit Rp1,7 triliun. Apalagi sudah ada koreksi dari BPK RI Perwakilan Lampung yang menyatakan tidak ada defisit yang dimaksud tersebut. Sekarang silakan Gubernur-Wakil Gubernur Lampung Arinal-Nunik bekerja dan berkarya. Semoga Lampung bisa lebih baik, tanpa harus mencari-cari kesalahan dari kepemimpinan periode sebelumnya. Itu saja.(red)