BANDARLAMPUNG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung meminta seluruh Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota se-Lampung dapat fokus bekerja. Terutama mengawasi proses pendaftaran partai politik (parpol) peserta pemilu. Terutama dalam pengawasan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota saat melakukan verifikasi. Yakni dalam proses administrasi ataupun proses faktual kepengurusan dan keanggotaan parpol.
“Kami berharap KPU serius melakukan verifikasi. Jangan ada kesan main-main dan diskriminasi. Jalankan regulasi yang ada. Apalagi terhadap parpol baru,” tutur Komisioner Bawaslu Provinsi Lampung, Adek Asy’ari.
Menurut Adek Asy’ari verifikasi penting dalam rangka penguatan kelembagaan dan struktur partai untuk persiapan Pemilu 2019. Karenanya prosesnya harus dilakukan secara konsisten dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang ada.
“KPU nantinya harus berani mencoret jika memang ada data yang tidak benar bahkan terkesan manipulasi. Dalam hal ini saya harap Panwas Kabupaten/Kota dapat menjalankan tugas dan kewenangannya melakukan pengawasan dan monitoring. Sehingga jika ada kejanggalan dapat dideteksi sedini mungkin,” terangnya lagi.
Disisi lain Bawaslu RI ternyata telah mengajukan surat kepada KPU RI terkait Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Sipol yang menjadi syarat wajib bagi parpol untuk mendaftar sebagai peserta pemilu, dinilai tak memiliki landasan hukum dan tak sesuai dengan Undang-Undang (UU).
“Kami sudah mengirim surat ke KPU, sudah ketemu Mas Arief, kita sampaikan bahwa Sipol tidak masuk dalam syarat pendaftaran parpol di UU. Yang kami inginkan, Sipol tidak menjadi syarat wajib. Kami bukan anti teknologi, tapi harus ada jalan lain untuk kondisi tertentu seandainya partai tidak bisa mengisi Sipol,” jelas Anggota Bawaslu RI, Muhammad Afiffudin, kepada rumahpemilu.org (4/10).
Afif menganalogikan, apabila seorang pemilih tak terdaftar di dalam Simpanan Data Pemilih (Sidalih), pemilih tetap dapat memilih dengan mekanisme lain. Misalnya, dengan menunjukkan surat keterangan.
KPU semestinya membuka alternatif lain agar partai politik yang tak dapat mengisi Sipol karena berbagai alasan dan kendala, tetap dapat mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu.
“Kemarin itu kan ada 35 partai yang tidak memenuhi panggilan KPU untuk sosialisasi Sipol. Nah, apa mereka dikasih password?“ tukas Afif.
Afif juga mengaku bahwa pihaknya tak mengetahui bentuk Sipol. KPU tak pernah mengundang Bawaslu RI dalam pelatihan Sipol yang diklaim telah dilakukan sebanyak tiga kali kepada jajaran KPU dan partai politik. Bawaslu tak memiliki akses untuk mengawasi Sipol.
“Gimana kami ngawasi, kami sendiri gak tahu Sipolnya? Kami gak tahu di dalalam Sipol itu ada apa aja. Kami gak dikasih passwordnya. Kami gak tahu barang apa yang mau kami awasi,” ujar Afif.
Afif berharap KPU melibatkan Bawaslu dalam pengunaan Sipol. Pasalnya, jika terdapat laporan dari partai politik terhadap Sipol, Bawaslu lah yang berwenang menyelesaikan laporan tersebut. Jika Bawaslu tak tahu-menahu soal Sipol, Bawaslu akan kesulitan.
“Sipol ini menjadi persyaratan wajib di PKPU (Peraturan KPU), sementara kami sebagai lembaga pengawas gak tahu apa barang ini. Dalam konteks pencegahan, perlu kami suarakan, kami ingin menjamin hak calon peserta pemilu agar mudah melakukan pendaftaran,” tegas Afif.
Rumahpemilu.org meminta penjelasan kepada Anggota KPU, Wahyu Setiawan, terkait apakah publik dapat melihat data yang telah diisi oleh partai politik melalui Sipol. Wahyu menjawab, “Bisa. Itulah kenapa kita wajibkan parpol mengisi data di Sipol, supaya publik dapat mengetahui.”
Rumahpemilu.org kemudian bertanya kembali mengenai cara untuk melihat data di Sipol, sebab jika membuka laman sipol.kpu.go.id, publik terlebih dahulu harus melakukan login dengan memasukkan username dan password. Wahyu tak memberikan jawaban.(red/net)