BANDARLAMPUNG � Sesuai dengan tahapan Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Wakil Gubernur Lampung, minggu kedua bulan Februari mendatang, Herman HN dipastikan cuti dari jabatannya sebagai Walikota Bandarlampung. Sebagai penggantinya adalah Yusuf Kohar yang akan menjabat sebagai Plt Walikota Bandarlampung hingga empat bulan kedepan. Seiring dengan adanya ketetapan tersebut, meski ada ketidakcocokan dengan Yusuf Kohar, Herman HN diharapkan dapat bersikap dewasa. Caranya dengan tidak menyisakan pekerjaan rumah (PR) atau beban kerja kepada Yusuf Kohar.

�Banyak sekali tugas dan kewajiban pokok Herman HN dalam menyelesaikan problematika di masyarakat. Ada baiknya hal ini tidak dibebankan ke PlT Walikota Yusuf Kohar,� terang Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Lampung, Yusdianto S.H., M.H, belum lama ini.

Misalnya kewajiban Herman HN menyelesaikan pembangunan Pasar SMEP yang kini mangkrak dan mendesak ke PT. Prabu Artha Developer dibawah komando Ferry Sulisthio, S.H alias Alay untuk membayar semua setoran pembayaran para pedagang.

�Jangan sampai Herman HN lupa masalah ini. Puluhan miliar dana pedagang tidak jelas keberadaannya. Masalahnya Herman HN berani tidak menagih ke develover,� tanya Yusdianto.

Belum lagi kewajiban lain. Seperti melunasi pembayaran Tunjangan Kinerja (Tukin) ASN (Aparat Sipil Negara) pemkot yang belum terbayar hingga 13 bulan. Dimana tahun 2016 ada 7 bulan dana tukin yang macet ditambah tahun 2017 ada 6 bulan dana tukin yang tak terbayar.

�Kasihan PLT Walikota kalau harus menyelesaikan masalah masa lalu. Seperti tukin tahun 2016 dan tahun 2017 yang macet. Ini murni kewajiban Herman HN. Beliau tidak boleh lepas tangan,� jelasnya.

�Okelah kalau mengatasi kemacetan, menyelesaikan proses perekamanan e-KTP, penanganan banjir atau bencana, serta kewajiban lain seperti kondisi terminal Pasar Bawah Ramayana yang kumuh dan tak teratur. Ini mungkin bisa jadi tugas PLT Walikota. Tapi kalau soal tukin ASN yang macet itu murni tanggungjawab Herman. Tidak pantas jika ASN menuntut PLT Walikota,� tambahnya.

Herman HN sendiri sebelumnya pernah mengakui jika dia telah salah mencari wakil, yang mana tidak mengerti pemerintahan.

“Emang (Wakil Walikota, Yusuf Kohar) gak ngerti pemerintahan. Memang repot tapi enggak masalah, sudah tanya tadi dia yang ngawali. Nah ini repot, emang saya salah nyari wakil namanya,” ujarnya.

Herman pun mengatakan, jika di pemerintahan bukan seperti di swasta. Sebab dalam pemerintahan ada aturan dan UU.

“Ada aturan ada UU yang mengatur ASN, gak bisa kita marahin, gak bisa mindah-mindahin orang sembarangan. Dia (Wakil Walikota) kan gak tahu aturan, baca UU, mindahin orang karena apa, jangan ancam, dituntut orang gimana,” imbuhnya.

Herman menambahkan, sebagai pemimpin gak boleh ngancam pegawai tapi ngayomi.

Seperti diketahui ada beberapa persoalan di Pemkot Bandarlampung yang belum terselesaikan. Misalnya pembayaran tukin ASN yang macet 13 bulan serta masalah proyek pembangunan Pasar SMEP yang terbengkalai beberapa tahun terakhir.

Khusus untuk masalah Pasar SMEP, para pedagang menjadi pihak paling teraniaya akibat mangkraknya pembangunan dan penataannya. Bahkan, banyak pedagang jatuh sakit akibat stres, stroke hingga meninggal dunia. Ini lantaran uang yang disetor mereka guna mendapatkan jatah toko dari pengembang tidak kunjung ada kejelasan.

�Banyak yang sakit, dan terkena stroke. Malah ada pasangan suami isteri, pedagang bumbu, yang meninggal dunia karena gara-gara itu,� kata Pak Firman, seorang pedagang bumbu dapur saat ditemui wartawan BE 1 Lampung di Pasar SMEP, beberapa waktu lalu.

Kata Firman, besar uang yang disetorkan pedagang bervariasi. Ada yang menyetor Rp20 juta, Rp30 juta bahkan hingga ratusan juta. �Yang sudah setor banyak itu yang stress. Katanya sampai lebih dari Rp200 juta,� ceritanya lagi.

Menariknya adanya dugaan potensi kerugian negara akibat perjanjian kerjasama Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer dalam pembangunan dan penataan Pasar SMEP ini. Pasalnya uang jaminan pelaksanaan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi, keberadaannya tak jelas.

Seperti diberitakan sesuai perjanjian antara Pemkot dan PT. Prabu Artha Developer setebal 14 halaman bernomor 20/PK/HK/2013 dan nomor 888/PAD/VII/2013 tanggal 15 Juli 2013 dengan nilai investasi sebesar Rp286,8 miliar lebih, dijelaskan kewajiban pengembang. Misalnya Pasal 6 ayat 2 butir F. Isinya ditegaskan pihak PT. Prabu Artha Develover mempunyai kewajiban menyerahkan bank garansi (BG) sebagai jaminan pekerjaan pembangunan senilai 5% dari nilai investasi. Angka mencapai 14,3 miliar lebih yang harus diserahkan kepada Pemkot saat penandatanganan perjanjian berlangsung.

Mirisnya para pejabat Pemkot saling kelit soal informasi keberadaan bank garansi atau uang jaminan senilai Rp14,3 miliar yang diberikan pengembang. Seperti Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Trisno Andreas, Sekretaris Kota (Sekkot) Badri Tamam, Ketua DPRD Kota, Wiyadi serta Walikota Herman HN. Mereka ramai membantah mengetahui bank garansi atau uang jaminan sebesar Rp14,3 miliar.

Atas peristiwa ini Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kini sedang melakukan penyelidikan. (red)