BANDARLAMPUNG �Polda Lampung terus melakukan penyelidikan kasus pemilihan hewan kera atau monyet memakai baju adat yang sempat dijadikan maskot Pilkada oleh KPU Kota Bandarlampung. Setelah sebelumnya memeriksa saksi budayawan Lampung Isbedy Stiawan, kemarin Polda Lampung kembali memanggil saksi lainnya untuk diperiksa. Yakni Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) H. Syabirin HS Koenang, S.H., M.H., Gelar St. Ratu Sepulau Lampung.� ��

�Iya, jadi saksi Monyet dipakaikan pakaian adat Lampung,� tutur Syabirin HS Koenang saat dikonfirmasi, Selasa, 2 Juli 2024.

Seperti diketahui, KPU Bandarlampung seperti tak henti dirundung masalah. Belum usai kasus adanya anggota KPU�Bandarlampung yang diduga menerima uang dari salahsatu calon legislatif (Caleg) dari PDI-Perjuangan hingga diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, kini masalah baru menanti. Yakni soal dijadikannya Hewan Monyet atau Kera Berpakaian Adat Lampung, sebagai Maskot Pilkada 2024, Ikon pun itu dinilai menghina orang daerah Lampung sehingga berujung laporan kepolisi. Hingga kini penyidik Polda Lampung telah melakukan langkah penyelidikan.

Kasus ini sendiri sempat memantik aksi ratusan �massa yang terdiri dari tokoh adat, mahasiswa dan aktivis. Mereka menggelar aksi demo di kantor KPU�Bandarlampung. Dalam aksinya mereka mengajukan empat tuntutan sebagai bentuk protes dijadikannya Hewan Kera atau Monyet yang berpakaian Adat Lampung sebagai maskot Pilkada Kota Bandarlampung.

Adapun empat tuntutan yang disuarakan peserta aksi yakni,
1. Mendesak Polda Lampung untuk menetapkan tersangka.
2. Meminta Polda lampung untuk serius dalam kasus pelecehan adat Lampung
3. Mengapresiasi langkah hukum yang sudah dilakukan Polda :ampung
4. Menuntut seluruh Komisioner KPU Bandarlampung untuk mundur dari jabatannya.

Disisi lain, tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie juga mengkritik penggunaan hewan Kera sebagai maskot. Menurutnya, masyarakat marah karena pakaian adat Lampung dipakaikan kepada Kera yang filosofinya dianggap tidak baik.

�Pakaian adat dipakaikan ke Kera, kera itu lambang keburukan, bukan lambang kemaslahatan. Sebagai orang Lampung, saya tidak terima,� kata mantan Ketua DPD Partai Golkar Lampung tiga periode ini.

KPU Bandarlampung sendiri telah meniadakan maskot Pilkada Bandarlampung guna meredam gejolak di masyarakat Lampung. Namun langkah ini menurut Advokat Peradi Bandarlampung, Hengki Irawan, S.P.,S.H., M.H., tak bisa serta merta menghilangkan tanggungjawab. Misalnya terkait anggaran dana lomba maskot serta acara jalan sehat launching maskot dan jingle Pilkada yang pasti menguras anggaran keuangan negara.

�Jika begini sia-sia semua. Anggaran negara, uang rakyat terbuang dihambur-hamburkan percuma untuk pengadaan dan launching maskot pilkada yang akhirnya tak digunakan. Karenanya sudah sepantasnya aparat penegak hukum, baik Kejati-Polda lampung, atau Kejari- Polresta Bandarlampung mengusut penggunaan anggaran KPU�Bandarlampung,� tegas Hengki Irawan.

Tak hanya itu. Hengki Irawan meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, untuk juga memeriksa KPU Bandarlampung. Hal ini terkait etika dan profesionalitas kinerja mereka.

�Bagaimana bisa KPU menggelar lomba menetapkan maskot Pilkada. Lalu mengadakan launching maskot dan jalan sehat meriah dengan anggaran fantastis. Terus kemudian maskot-nya ditiadakan. Ini menunjukan KPU Bandarlampung tak profesional. Untuk diingat anggaran yang dipakai buat itu semua, anggaran negara, uang rakyat, bukan milik nenek moyangnya. Jadi sudah sepantasnya juga DKPP RI pro-aktif memeriksa masalah ini,� pungkasnya.(red)