BANDARLAMPUNG � Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) Yhannu�Setyawan, S.H., M.H., meminta pemerintah pusat dan DPR RI untuk meninjau ulang keputusannya. Ini terkait adanya ketetapan soal waktu pelaksanaan pemilihan kepada daerah (pilkada) serentak yang rencananya akan di gelar pada 9 Desember 2020 mendatang.

Mengapa ? �Karena saya khawatir pandemi Covid-19 beserta semua efeknya belum akan berakhir dalam waktu dekat,� tutur mantan Komisioner Komisi Informasi (KI) Republik Indonesia tersebut.

Akibatnya, nantinya semua tahapan pilkada baik yang akan diselenggarakan baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, maupun para kontestan pilkada dapat berjalan tidak maksimal.

Seperti pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.

�Tahap-tahapan ini sangat rentan terjadi interaksi sosial dan pengumpulan massa. Belum lagi nanti masuk tahapan kampanye serta pemungutan suara. Rasanya, agak tidak mungkin semua itu dapat terselenggara maksimal di tengah kekhawatiran masyarakat akan bahaya pandemi virus covid-19,� urai Yhannu Setyawan lagi.

Karena Yhannu berharap agar keputusan tersebut dapat direvisi.

�Apalagi mengingat kondisi perekonomian nasional yang terancam. PHK kini terjadi dimana-mana. Angka kriminalitas meningkat. Baiknya sekarang kita semua fokus dulu saja mengatasi pandemi covid-19 beserta semua efeknya,� pungkasnya.

Hal senada dikatakan anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, Syamsul Luthfi.

“Saya berpendapat bahwa jadwal pilkada yang telah disepakati DPR dan pemerintah pada 9 Desember 2020 perlu ditinjau ulang,” katanya di Jakarta, Sabtu (18/4).

Menurutnya, keputusan tersebut kontradiktif dengan prediksi Presiden Joko Widodo tentang berakhirnya pandemi Covid-19 paling cepat pada akhir 2020. Seyogyanya, kata dia, pilkada berlangsung dalam kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat yang baik. Sehingga keputusan pesta demokrasi di 270 daerah yang dimundurkan hingga 9 Desember perlu ditinjau ulang.

Syamsul menjelaskan alasan pilkada 9 Desember harus ditinjau ulang karena pada waktu pelaksanaannya belum dapat dipastikan bahwa kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat sudah normal. Syamsul mengingatkan prediksi Presiden Jokowi bisa menjadi gambarannya, apalagi dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi maupun keamanan bisa terjadi lebih lama.

Selain itu, kata dia, kondisi ekonomi Indonesia maupun dunia sedang mengalami resesi imbas dari pandemi Covid-19 sehingga akan memengaruhi kualitas penyelenggaraan pilkada nantinya. “Tidak bisa kita bayangkan betapa rendahnya kualitas demokrasi kalau dilaksanakan pada masa resesi ekonomi,” kata anggota Komisi II DPR RI tersebut.

Di tengah kondisi ekonomi yang belum benar-benar pulih, kata dia, politik uang pasti merajalela saat pilkada berlangsung. Belum lagi, kata dia, menilik situasi keamanan tidak menjamin kesuksesan Pilkada karena masyarakat masih terpukul dampak pandemi Covid-19.

“Tidak boleh ada hiruk-pikuk di tengah resesi ekonomi. Kita juga membutuhkan waktu untuk�recovery�ekonomi,” tegasnya.

Pascapandemi, ia meminta semua pihak untuk fokus dan mendukung pemerintah memulihkan ekonomi. Selain itu, kata dia, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang telah disepakati bersama KPU dengan beberapa pemerintah daerah kemungkinan terpangkas. Bahkan dialihkan seluruhnya untuk penanggulangan Covid-19 yang mengacu pada Inpres Nomor 4 Tahun 2020.

“Jadi, usulan jadwal yang paling realistis dan lebih siap bagi 270 daerah itu adalah ditunda satu tahun, tepatnya pada September 2021, ketika ekonomi membaik, keamanan lebih kondusif, dan NPHD terpenuhi,” kata Syamsul.

Sebelumnya, Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pemungutan suara pilkada, yang semula pelaksanaannya pada 23 September menjadi 9 Desember 2020. Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat antara Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan KPU, Bawaslu dan DKPP.

�Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020,� kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Selasa (14/4/2020).

Sebelum dimulainya kembali tahapan Pilkada Serentak, Komisi II bersama Mendagri serta KPU hingga Bawaslu akan melaksanakan rapat kerja terkait kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada 2020. Rapat itu akan dilaksanakan setelah masa tanggap darurat pandemi virus Corona berakhir atau sekitar awal Juni 2020.

�Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020,� ujar Doli.

Berikut kesimpulan lengkap rapat Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020:

  1. Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020. Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pillkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020.
  2. Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan evaluasi terhadap Keserentakan Pemilu pada tahun 2019, maka Komisi II DPR RI mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan Pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan 1 periode 5 tahun yaitu 2020, 2022, 2023, 2025 dan seterusnya yang nanti akan menjadi bagian amandemen pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk masuk ke dalam Perppu. (red/dtc)