BANDARLAMPUNG � Kasus dugaan pemalsuan tanda-tangan Wakil Ketua DPRD Lampung, Johan Sulaiman dalam surat undangan rapat dengar pendapat dengan Pansel Sekdaprov Lampung, bergulir. Terbaru, Ketua Fraksi Golkar DPRD Lampung, Tony Eka Candra berjanji melaporkan sejumlah pihak yang memfitnah Ketua Komisi I Ririn Kuswantari terkait permasalahan ini.
�Partai Golkar yang akan melaporkan atas terjadinya fitnah terhadap kadernya,� terang Tony Eka.
Disinggung siapa saja pihak yang akan dilaporkan, Tony belum bisa menjelaskan secara gamblang. �Kami rapat fraksi dulu,� pesannya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPD Partai Golkar Lampung, Ali Imron membantah bahwa kasus pemalsuan tanda tangan Johan Sulaiman bukan atas perintah Ririn Kuswantari. �Yang bersangkutan sudah menyampaikan�kronologis, dari A sampai Z di depan rapat internal partai,” katanya.
Ririn Kuswantari, menurut Ali Imron, membantah semua tudingan publik bahwa dialah �inisiator� tandatangan palsu dalam bentuk copy scane. Ririn, kini menjadi bulan-bulanan. Ketua Komisi I DPRD Lampung dituding memalsukan tandatangan wakil ketua DPRD Johan Sulaiman. Perdebatan publik semakin liar dan merugikan nama baik partai Golkar. Golkar lalu secara kelembagaan meminta penjelasan ke Ririn. Rapat terbatas, hadir Sekretaris Supriadi Hamzah, dan tiga pimpinan: Indra Ismail, Made Bagiasa, Ismet Roni, Ririn Kuswantari, dan Ali Imron.
�Dari penjelasan mbak Ririn, gamblang, tidak pernah menyuruh staf untuk membuat tanda tangan palsu,� terang Imron.
Imron menyebut informasi disejumlah media masih bersifat sumir, belum terklarifikasi dengan benar dan perlu diluruskan.�Tolong rekan kami (Ibu Ririn) jangan terburu dihakimi seolah-olah dia sudah tersangka,� ujar Imron, yang juga anggota DPRD Lampung.
Ditempat terpisah, Ririn menyatakan siap menjelaskan kronologis sejauh yang dia lakukan dan ketahui terhadap tudingan publik. �Tolong akhiri semua fitnah pada diri saya. Pemalsuan tanda-tangan pak Johan bukan atas perintah saya selaku ketua Komisi I,� kata Ririn sebagaimana dilansir beberapa media online.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Lampung Johan Sulaiman akhirnya menceritakan kronologi dan siapa sesungguhnya aktor intelektual di kasus pemalsuan tandatangannya di surat undangan rapat dengar pendapat (hearing) Komisi I dengan Tim Panitia Seleksi (Tim Pansel) Sekdaprov Lampung. Johan meyakini bahwasanya staf komisi I yang diberitakan media sebagai pelaku pemalsu tandatangannya itu hanya korban kepentingan politik Ketua Komisi I DPRD Lampung, Ririn Kuswantari, dalam seleksi lelang jabatan sekdaprov.
Ia menceritakan, Selasa (9/10) lalu, ketika hendak terbang ke Jakarta menghadiri lomba Kitab Kuning tingkat Nasional, Ririn sempat menghubungi dan dengan nada tinggi mempertanyakan mengapa surat hearing Tim Pansel Sekdaprov tidak ditandatangai.
Dalam obrolan itu, Johan menjelaskan alasan tidak menandatangani surat karena ada mekanisme di komisi I yang tidak dijalankan. Ketika itu, Johan meminta Ririn agar hearing dilakukan berdasarkan keinginan bersama seluruh anggota komisi I, bukan pribadi.
�Mendengar pernyataan saya itu, Ririn marah. Dan mengatakan semua anggota komisi I telah setuju,� kata Johan, Sabtu (13/10).
Kemudian, Johan kembali memberikan penjelasan ke Ririn, bila dirinya telah menyampaikan permohonan hearing Komisi I dengan Tim Pansel sekdaprov ke seluruh pimpinan dewan. Dan ketika itu seluruh pimpinan dewan setuju menunda hearing, termasuk Wakil Ketua DPRD Lampung dari Fraksi Golkar, Ismet Roni. �Ketika itu saya sampaikan ke Ririn mempertanyakan ke pimpinan dewan dari fraksi golkar, Ismet Roni,� terang Johan.
Sepulangnya Johan dari menghadiri lomba Kitab Kuning Tingkat Nasional, dia kaget dengan pemberitaan media bahwasanya telah terjadi pemalsuaan tandatangannya dalam surat undangan hearing dengan Tim Pansel Sekdaprov. �Itu memang tandatangan saya, tapi saya tidak pernah menandatangani surat itu, itu discan,� sesal Johan.
Johan menjelaskan, nuansa politik di lelang sekdaprov sudah dicurigainya ketika hearing antara komisi I dengan Pj. Sekdaprov, Inspektorat, BKD dan Assisten IV Pemprov Lampung pada Senin (8/10) lalu. Ketika itu hanya empat anggota dewan yang hadir yakni Ririn Kuswantari, Apriliani, Suprapto dam I Made Suwarjaya.
�Pada saat itu saya tanyakan mana anggota dewan yang lain. Dari situ saya lihat ada yang tidak benar dengan hearing terkait lelang sekda,� tuntasnya.
Sementara itu, Resmen Kadapi, S.H, M.H., advokat dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi ini menjelaskan, secara politik hukum ada beberapa hal yang semestinya dilihat oleh penegak hukum dalam menyikapi masalah dugaan pemalsuan tandatangan, Johan Sulaiman. Jika merujuk teori Hukum Progresif dari Tokoh Hukum Senior, Prof. Sacipto Raharjo, Resmen menjelaskan, ada beberapa pihak yang dapat bertindak sebagai pelapor agar kasus ini bisa diproses pihak berwajib.
Pertama, yang dapat melaporkan pemalsuan tanda tangan ke pihak berwajib selain pimpinan dewan yang tanda tangannya dipalsukan, pimpinan dewan lain pun dapat melaporkan, karena surat itu sudah menyangkut kelembagaan.
Selain pimpinan dewan, yang juga dapat melaporkan ialah anggota dewan lain yang duduk di komisi satu (DPRD Lampung), karena menyangkut sub institusi dari lembaga dewan yang dirugikan.
�Selain pimpinan dewan dan sesama anggota di komisi I, yang juga dapat melaporkan adalah publik yang diwakili oleh kader partai yang memegang kartu anggota partai dari pimpinan dewan yang tanda tangannya dipalsukan,� terang Resmen. (red/net)