BANDARLAMPUNG – FK (54), terdakwa kasus kekerasan perbuatan cabul terhadap bocah berumur 5 tahun berinsial Ma yang dituntut 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, kemarin menyampaikan pembelaan pribadi.

Menurutnya kasus yang menimpanya penuh rekayasa. Dimana, saat kejadian perkara yang dituduhkan, dirinya disaat bersamaan ada di tempat lain. Selain itu, pihaknya pernah diminta uang damai Rp500 juta, yang tidak mampu dibayarnya agar kasus ini tak berlanjut. Bahkan saat proses penyidikan, dia pernah diancam ditembak penyidik Polresta Bandarlampung jika tidak mengaku perbuatannya.

Berikut Isi Lengkap Pembelaan Pribadi Terdakwa FK yang disampaikan dalam sidang di PN Tanjungkang Karang, Senin, 16 Desember 2024.

“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Perkenankan saya, FK, yang telah didakwa dan dituntut 10 tahun penjara oleh JPU atas dugaan tindak pidana yang tidak pernah dan tidak akan pernah saya lakukan di kehidupanan mana pun dan kapan pun yang akan saya jalani.

Permohonan maaf saya sampaikan kepada yang mulia Majelis Hakim atas perilaku dan kegusaran saya selama menjalani persidangan dan pada kesempatan ini saya juga bermaksud mengucapkan terima kasih kepada 2 (dua) orang Penasihat Hukum saya yang tanpa pamrih dan tanpa lelah serta tanpa rasa takut telah membela saya.

Saya FK, meskipun tampak lusuh dan lelah ini, bersumpah bahwa jiwa dan nurani saya tidak sehina dan seburuk yang digambarkan oleh JPU dalam Dakwaannya yang sama sekali tidak berdasarkan kebenaran, bukti dan akal sehat.

Saya memiliki keluarga, istri dan anak yang sangat menderita dan tertekan serta kehilangan akan sosok seorang suami dan bapak, saya memiliki keyakinan, Islam yang merahmati alam semesta beserta seisinya.

Keluarga saya dipermalukan dan diperas, isteri saya yang cuma PNS rendahan dipintai uang damai senilai Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diolah oleh KPAI dan orang tua MA yang disebutkan sebagai korban.

Saya belum pikun, bahwa sesekali MA mendekati showroom motor bekas saya, tidak pernah sendiri karena memang dia masih kecil, dia selalu bersama anak-anak tetangga yang juga masih tergolong kanak-kanak.

Yang mulia Majelis Hakim.

Bahwa apa yang dituduhkan dan didakwakan oleh JPU adalah benar sebenar-benarnya tuduhan yang sangat keji dan tidak berbukti. Saya tidak melakukan perbuatan bodoh dan hina tersebut. Memperhatikan Dakwaan yang dibuat JPU, sungguh itu berupa kebohongan dan kekejian yang teramat sangat.

Saya berada di Panjang bersama dengan rekan bisnis kecil-kecilan saya bernama Abdul Rahman alias Dudung, kami bertransaksi jual beli motor bekas, dan seperti kebiasaan kami bahwa setiap bertransaksi kami mulai dengan komunikasi baik lisan mau pun tulisan, dan diakhiri dengan dokumentasi serta penyerahan dokumen sah berikut pembayarannya.

Selasa pagi tanggal 4 Juni 2024, kami melakukan transaksi jual beli 1 unit motor bekas, yang kami lakukan di showroom milik Abdul Rahman alias Dudung di Jalan Yos Sudarso kilometer 9 Panjang, sekitar pukul 09.00 WIB. Dan saat itu saya tidak berada di showroom kecil saya di Jalan WR Supratman Telukbetung, tempat di mana saya dituduh dan didakwa melakukan tindak pidana. Kejam dan keji tanpa berperikemanusiaan.

Yang mulia Majelis Hakim. Saya, FK, pada pagi Rabu tanggal 10 Juli 2024, berada di kantor Bank BSI di Jalan Laksamana Malahayati Telukbetung untuk keperluan mengurus pengajuan modal kerja bagi UMKM seperti yang saya jalani. Sebelum saya berangkat ke kantor Bank BSI, saya sempat bertemu dan berbincang dengan Untung Wiyono yang rumahnya saya sewa untuk showroom, kami berbincang tentang rencana saya mengajukan pinjaman modal ke Bank BSI.

Layaknya gedung modern, Bank BSI memiliki perangkat CCTV yang merekam aktivitas dan keberadaan orang-orang yang ada dan berada di dalam dan di sekitar kantor Bank BSI tersebut, dan tentu saja termasuk diri saya. Bahwa Dakwaan dan tuduhan keji lagi kejam JPU tersebut, mengatakan dan menyebutkan bahwa saya melakukan tindak pidana di showroom motor bekas saya di Jalan WR Supratman yang saya sewa dari Untung Wiyono yang telah bersaksi di ruang sidang ini pula, sebagaimana juga Dudung Abdul Rahman.

Yang mulia Majelis Hakim.

Sebelum saya menyewa bagian depan/samping rumah Untung Wiyono untuk showroom, saya sebelumnya saya menyewa sebagian rumah Su (ayah MA) sebagai showroom tempat saya berdagang motor bekas. Suatu ketika saya pernah melarang Su dan Ar (orang tua MA) untuk memasang tarub untuk acara perkawinan, oleh karena showroom saya masih buka dan acara masih 2 (dua) hari lagi dilaksanakannya. Saya dan Su sebelumnya akrab, sering komunikasi, bahkan ketika anak pertamanya dilahirkan, yang menolong persalinannya isteri saya yang berprofesi bidan bersertifikat.

Karena keakraban tersebut, suatu hari saya berbincang dengan tetua SAS (Sulit Air Sepakat), perkumpulan keluarga Minang di Kebun Pisang Telukbetung, oleh karena saya prihatin dengan bisik-bisik tetangga tentang kedekatan Su dengan De, yang diketahui berstatus sudah tak lagi dalam pernikahan (rumah tangga).

Yang Mulia Majelis Hakim.

Saya ditangkap, digelandang, dijadikan tontonan di tengah orang banyak, dan keluarga saya tak ada yang diberitahu, saya dipermainkan dan ditekan secara psikis, bahkan saya diancam akan ditembak jika tidak mau mengakui perbuatan yang dituduhkan oleh penyidik di Polresta Bandarlampung.

Saya langsung diperiksa langsung sebagai Tersangka tanpa didampingi oleh PH. Saya dibawa menghadap JPU oleh penyidik yang saya ketahui bernama Gustomi Dendy, dan saya mendengar omongan Gustomi Dendy tentang Visum et Repertum, intinya demikian, “mudahlah itu Visum, nanti diurus, yang penting pengakuannya, dia sudah mengaku.”

Pembicaraan Gustami Dendy tersebut terjadi ketika saya dihadapkan ke JPU, yang mana menurut pengetahuan saya itu berarti perkara saya sudah lengkap atau istilahnya sudah P21 (belakangan saya diberi pemahaman kawan-kawan satu sel dan Penasehat Hukum). Itu berarti, yang Mulia Majelis Hakim, adalah bahwa perkara atas saya sudah dinyatakan lengkap terlebih dahulu sebelum terbit Visum et Repertum.

Yang mulia Majelis Hakim.

Saya tidak terlalu berharap bahwa pembelaan diri dan cerita dan informasi saya bisa mendapatkan perhatian apalagi dipertimbangkan, akan tetapi dengan melalui uraian saya tersebut, saya merasa lega dan damai di sanubari saya.

Terima kasih dan mohon maaf atas kekurangan ilmu dan pengetahuan saya tentang tata laksana hukum persidangan.

Bandar Lampung, 12 Desember 2024

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

FK bin AS

Lampiran

Bukti 1, Berupa foto-foto yang membuktikan bahwa Tempus Delicti; Locus Delicti Merupakan hasil Rekayasa; Khayalan JPU yang terbantahkan; terbukti dengan adanya Bukti yang tersimpan di File Kamera Handphone (HP) milik Saksi AR.

Bukti 2, Berupa Surat Resmi dari Pimpinan Bank BSI Telukbetung Tentang foto-foto dan atau rekaman CCTV yang membuktikan bahwa Tempus Delicti & Locus Delicti Merupakan halusinasi JPU oleh karena fakta dan buktinya Terdakwa berada di kantor Bank Syariah Indonesia (BSI) Telukbetung, bukan berada di Locus Delicti dan Tempus Delicti seperti rekaan dan karangan bebas JPU dalam Dakwaan fiksinya.

Bukti 3, Berupa video singkat ketika Tersangka (Terdakwa) sedang diinterogasi di ruang Penyidik Polresta Bandarlampung pada Tanggal 10 Juli 2024, dengan dihadiri oleh Su orang tua MA yang menyaksikan sambil merekam dan membuat video dengan HP miliknya dan kemudian video disebarkan di WA Group SAS (Sulit Air Sepakat) Kebon Pisang Telukbetung (sebagaimana pengakuan Terdakwa dan keterangan dari isteri Terdakwa bernama EN). Video tersebut yang membuat 2 (dua) orang Kanit Polresta Bandarlampung menghilang tak siap hadir ke ruang sidang, dan hanya mengutus Penyidik Pembantu Ade Lifia M.S. untuk hadir ke ruang sidang dan kebingungan dalam memberikan kesaksian secara benar dan jujur.

Bukti 4, Berupa stik es krim. Bukti berupa berbagai jenis stik es krim tersebut sekilas bisa dibuktikan bukanlah benda tumpul, jika dilihat orang melek atau dipegang/diraba oleh orang buta. Aneh bin ajaib, bahwa JPU telah mendalilkan, tapi tidak membuktikan, bahkan tak membawa dan menjadikan stik es krim sebagai barang bukti atas dalil Dakwaannya.

Seperti diketahui sebelumnya, Penasehat PH Syamsul Arifin, S.H.,  M.H., juga menilai tuntutan JPU terhadap kliennya, FK (54) di PN  Tanjungkarang adalah mengada-ngada. Dimana kliennya dituduh telah melakukan kekerasan perbuatan cabul terhadap bocah berumur 5 tahun berinsial Ma, hingga dituntut 10 tahun penjara.

“Padahal apa yang didakwakan dan dituntut JPU di muka persidangan adalah cerita fiksi yang merupakan kemustahilan, dimana dengan mengarang bebas JPU telah berhalusinasi menyebutkan bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan pidana pada hari Selasa pagi Tanggal 4 Juni 2024 di Jalan WR. Supratman di Telukbetung, sementara pada saat yang sama justru terbukti dan dibuktikan bahwa Terdakwa berada di Jalan Yos Sudarso Km-9 di Panjang yang lalu-lintasnya selalu macet, drowded dan crodited, Kemustahilan dan Tempus Delicti-nya fiksi hasil karangan bebas yang dibuat JPU,” tegas Syamsul Arifin.

Sementara pada hari Rabu pagi Tanggal 10 Juli 2024 di Jalan WR. Supratman di Telukbetung, kliennya juga sedang berada di Bank BSI di Jalan Laksamana Malahayati Telukbetung dalam rangka mengurus pengajuan kredit modal kecil UMKM.

“Jadi ini kemustahilan yang membuktikan Tempus Delicti-nya berupa cerita fiksi dan karangan bebas yang telah dibuat oleh JPU dengan melawan fakta. Bahkan Locus Delicti tidak pernah didatangi, dimasuki, diperiksa, dipasangi penanda dan atau batas, dicatat, didata, dianalisa pada masa Pra-Adjudikasi, hingga pada akhirnya Pemeriksaan Setempat (PS) yang dilakukan Majelis Hakim a quo dengan disaksikan oleh Penasihat Hukum (PH), JPU dan bahkan Penyidik, tidak sesuai dengan fakta dan kebenaran materielnya,” tukasnya.

Syamsul pun merasa prihatin dan menyesalkan dengan sikap JPU yang secara sengaja telah mengesampingkan Kebenaran Materiel dan menjauhi Keadilan. Dimana, tampak bahwa JPU sekedar hanya dan cuma mengikuti alur cerita fiksi dari hasil rekayasa dan proses mengarang Penyidik yang dalam pemeriksaan dan proses Penyidikannya terhadap Tersangka (yang langsung ditetapkan sebagai Tersangka dan tidak diberi kesempatan dan hak didampingi Penasihat Hukum). Padahal dalam proses ini disinyalir dipenuhi dengan tipu-daya dan ancaman psikis dan fisik hingga timbul bentakan Tersangka akan ditembak jika tidak mengakui perbuatan yang tidak diperbuatannya.

“Nantinya semua keberatan ini akan kami disampaikan dalam pledoi/pembelaan yang akan dibacakan pada hari Kamis, 12 Desember 2024. Jujur kami sangat klien kami FK tidak terbukti bersalah melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan JPU sesuai Pasal 82 Ayat (1) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 01 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang,” tegas Syamsul Arifin.

Sebelumnya terdakwa FK didakwa JPU telah melakukan kekerasan perbuatan cabul terhadap Ma, yang masih berumur 5 tahun. Perbuatan ini menurut JPU dilakukan FK pada tanggal 4 Juni 2024 dan 10 Juli  2024.

Dalam persidangan sendiri terungkap adanya video yang berisi tekanan oleh penyidik saat proses pemeriksaan. Dimana terdakwa merasa terancam ketika dipaksa mengakui perbuatannya yang menurut terdakwa tidak pernah dia dilakukan.(red)