BANDARLAMPUNG � Pengacara Dr. Sopian Sitepu, S.H., M.H, Cs mengaku hanya melakukan angkat sita terhadap 10 aset yang disita negara milik terpidana Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA. Hal ini dilakukan melalui tiga permohonan. Yakni yang tertuang di Berita Acara Pengangkatan Sita Eksekusi Nomor: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 01 Maret 2011, yang ditandatangani Advokat Sumarsih, S.H. dan Sugiarto Wiharjo.

Lalu Berita Acara Pengangkatan Sita Eksekusi Nomor: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 10 Maret 2011 yang ditandatangani Sopian Sitepu dan Sugiarto Wiharjo. Kemudian Berita Acara Pengangkatan Sita Eksekusi Nomor: 09/Eks/2009/PN.Tk tanggal 12 Februari 2013, disaat pemberi kuasa terpidana Satono (Bupati Lampung Timur), berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). Berita acara ini ditandatangani Sopian Sitepu dan Sugiarto Wiharjo (tidak ditandatangani DPO).

�Dari pengakuan Sopian Sitepu Cs, beliau mengaku hanya melakukan tiga permohonan angkat sita yang meliputi 10 aset milik Alay yang disita atau dikuasai Pemkab Lamtim. Ya silakan saja, nanti biar aparat penegak hukum yang menggali lebih jauh siapa lagi pihak yang melakukan permohonan angkat sita sehingga aset Alay ini bisa berpindahtangan, disamarkan dan diperjualbelikan,� tegas Kuasa Hukum Kantor Law Firm SAC & Partners Advocates and Legal Consultans, Amrullah, S.H.

Namun demikian lanjut Amrullah, ke-10 aset yang diangkat sita oleh Sopian Sitepu Cs tersebut, nilainya sangat fantastis dan mencapai ratusan miliar rupiah. Yakni, 1. Aset sebidang tanah dengan SHM No. 997 terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 10.125 M2 di Kelurahan Way Lunik Kecamatan Panjang. 2. Aset tanah dan bangunan dengan sertifikat HGB No. 178/CR terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 22.450 M2 di Kelurahan Campang Raya Kecamatan Tanjungkarang Timur yang terdiri dari kompleks pergudangan. 3. Aset sebidang tanah dan bangunan dengan sertifikat HGB No.179/CR terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 21.330 M2 di Kelurahan Waylunik Kecamatan Panjang yang terdiri dari kompleks pergudangan. 4. Aset sebidang tanah dan bangunan SHM nomor 124/RL terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 525 M2 terletak di Kelurahan Rawalaut Kecamatan Tanjungkarang Timur yang terdiri dari bangunan Tripanca Center. Keempat aset ini dilakukan angkat sita pada hari Selasa, 01 Maret 2011.

Lalu ke-5 adalah aset sebidang tanah dengan SHM Nomor 1114, terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 4.410 M2 di Kelurahan Waylunik Kecamatan Panjang. Dan ke-6 yakni aset sebidang tanah dengan SHM Nomor 1124 terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 9.340 M2 di Kelurahan Waylunik Kecamatan Panjang. Kedua aset ini diangkat sita pada hari Kamis, 10 Maret 2011.

Selanjutnya aset ke-7 yakni sebidang tanah dengan SHM Nomor 9516 terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 12.975 M2 terletak di Kelurahan Kedamaian Kecamatan Tanjungkarang Timur. Lalu aset ke-8 berupa tanah dengan SHM Nomor 297/CR terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 46.160 M2 di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Tanjungkarang Timur yang terdiri dari tanah perbukitan. Kemudian aset ke-9 berupa tanah dengan SHM Nomor 43/CR terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 27.400 M2 di Kelurahan Campang Raya, Kecamatan Tanjungkarang Timur yang juga terdiri dari tanah perbukitan. Terakhir aset ke-10 berupa tanah dengan SHM Nomor 9419 terdaftar atas nama Sugiarto Wiharjo seluas 12.745 M2 di Kelurahan Kedamaian, Kecamatan Tanjungkarang Timur yang juga terdiri dari tanah perbukitan.

Ke-10 aset ini nilainya cukup fantastis, mencapai ratusan miliaran rupiah. Hal ini dapat diliat dari penafsiran harga Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

�Atas tindakan Sopian Sitepu Cs yang telah melakukan pengangkatan sita eksekusi, ini yang membuat obyek sita eksekusi aset-aset itu kini ada di pihak ke-3 (Ketiga). Padahal sejak 23 November 2009, surat kuasa Sopian Sitepu Cs telah dicabut Satono. Ini kan janggal. Sudah surat kuasa dicabut untuk tidak lagi melakukan pendampingan, pembelaan maupun pengajuan eksekusi oleh Satono, tapi mereka tetap bisa melakukan permohonan angkat sita sehingga aset bebas dijualbeli beralih ke pihak lain. Mirisnya hasil penjualan aset negara secara ilegal ini tak ada uang yang masuk ke kas Pemkab Lamtim. Andaipun Sopian Sitepu mengakui pengangkatan sita eksekusi atas perintah Satono yang DPO, pertanyaannya, dimana dan bagaimana bertemu, berkomunikasi dengan Satono yang buron. Ini jelas aneh,� papar Amrullah seraya menyatakan Sopian Sitepu selain pengacara Satono di saat hampir bersamaan jadi pengacara Alay hingga patut diduga terjadi malpraktek menjadi pengacara penggugat dan tergugat.

Sebelumnya diberitakan Amrullah tak hanya melapor ke Mabes Polri soal kasus penggelapan dan jualbeli aset terpidana Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA. Tapi Amrullah juga mengadukan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI terkait kasus TPPU.

�Ada beberapa pihak yang kami adukan yang kami indikasikan merugikan keuangan negara ratusan miliaran rupiah,� terang Amrulllah.

Antara lain, 1. Yurike, anak dari terpidana tipikor Sugiarto Wiharjo alias Alay. 2. Meriana, istri Alay. 3. Ricky Yunaraga, Pemilik BPR Tri Surya pengelola aset terpidana tipikor Alay. 4. Puncak Indra, alamat di Jalan DR. Cipto Mangunkusomo Nomor: 98-A RT.01 Kupang Teba, Telukbetung Utara, Pengelola Pabrik Air Mineral PT, Prabutirta Jaya Lestari dan aset Alay. 5. Budi Winarto Alias Awie, Pengelola Pabrik Air Mineral PT. Prabutirta Jaya Lestari dan aset Alay. 6. Tapif Agus Suyono, Pengelola Pabrik Air Mineral PT, Prabutirta Jaya Lestari dan aset Alay.

Lalu ke 7, Fenti Yohana, isteri Budi Winarto Pengelola Pabrik Air Mineral PT, Prabutirta Jaya Lestari dan aset Alay. 9. Budi Priyanto, orang kepercayaan Alay. 10. Samiadi, orang kepercayaan Alay. 11. Asvi Maphilindo Volta, S.H., Notaris Alay. 12. Sopian Sitepu, S.H., pengacara Satono dan Pengacara Alay. 13. Alandes (staff Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pesawaran.

Kemudian 14., ada Andre Setiawan, S.H., M.H., Jaksa Kejati Lampung. 15. Donny, pembeli benda sita eksekusi pantai Sahara/QUEEN ARTA. 16. Notaris dan PPAT ANDRIANTO, S.H.,M.Kn. di Bandarlampung. 17. Budi Setiawan alias Keng Wie Direksi PT. Astrakasetra Jaya Abadi.

Masih ada lagi, yakni Sumarsih, S.H., pengacara Alay., Hengky Wijaya alias ENGSIT (adik Sugiarto Wiharjo), alamat di Jalan RW MONGISIDI Nomor: 71-A Pengajaran, Telukbetung Utara, Bandarlampung. Terus, Honggo Wijaya (adik Sugiarto Wiharjo), alamat di Jalan Gatot Soebroto Nomor 68, Pecoh Raya, Telukbetung Utara.

Diungkapkan Amrullah, dia bersama pengacara Irfan Balga S.H. dan Biana Heikal, S.H., mendapat Surat Kuasa Khusus, 17 Oktober 2019, dari Hj. Rice Megawati. Kliennya ini isteri terpidana Tipikor APBD Kabupaten Lamtim, SATONO. Sebagai isteri Satono, kliennya ingin mengembalikan kerugian APBD Lamtim Rp. 117.000.000.000.00 (Seratus Tujuh Belas Milyar Rupiah) sebagaimana ada di 2 (dua) Putusan MA-RI. Yakni Nomor: 510K/PID.SUS/2014, 21 Mei 2014 atas nama Sugiarto Wiharjo alias Alay TRIPANCA dan Putusan Nomor: 253 K/PID.SUS/2012 Tanggal 19 Maret 2012, atas nama Hi. Satono, SH. SP. bin Hi. Darmo Susiswo.

Tapi maksud dan itikad baik kliennya, tidak tersampaikan. Itu karena harta benda ex milik Sugiarto Wiharjo yang jadi Obyek Sita eksekusi di Perkara Perdata antara suami kliennya, Satono melawan PT. BPR TRIPANCA SETIADANA (TERGUGAT I), SUGIARTO WIHARJO (Tergugat II), PODIYONO WIYANTO (Tergugat III) dan RADEN EDI SOEDARMAN (Tergugat IV), diduga telah dijualbelikan oleh Sopian Sitepu dan Sumarsih bersama Alay.

Kronologis bermula saat Satono selaku Bupati dituduh korupsi menyimpan Dana APBD Lamtim di Bank Swasta (PT. BPR Tripanca Setiadana) milik Alay. PT. BPR Tripanca Setiadana dinyatakan Bank Gagal Bayar (Likuidasi) yang membuat Dana APBD Lamtim sebesar Rp. 106.000.000.000., tak dapat ditarik. Atas kejadian ini membuat Satono kuatir. Dia mengajukan Gugatan Perdata kepada PT. BPR. Tripanca Setiadana ke PN Tanjungkarang. Tujuannya mengembalikan dana APBD yang disimpan PT. BPR Tripanca Setiadana milik Alay.

Gugatan Satono diajukan Kuasa Hukum, Sopian Sitepu dan Sumarsih. Ini terdaftar di Register Perkara Nomor : 10/PDT.G/2009/PN. TK. Gugatan berakhir DAMAI dan dituangkan di AKTA PERDAMAIAN No: 10/PDT.G/2009/PN. TK 19 Maret 2009. Dimana ditegaskan Alay akan menyerahkan 100 Bidang Tanah ke Satono selaku Pribadi maupun Bupati Lamtim.

Tapi pada kenyataan, Alay tidak menyerahkan seratus bidang obyek tanah itu. Akibatnya PN Kelas 1A TK Tanggal 26 Mei 2009 menerbitkan PENETAPAN Nomor : 09/EKS/2009/PN. TK guna melaksanakan SITA EKSEKUSI aset Milik Sugiarto Wiharjo. Dilanjutkan tanggal 28 Mei 2009 sampai 1 Juni 2009 saudara M. MARWAN DJAJA PUTRA S.H. selaku Juru Sita pada PN Kelas 1A Tanjung Karang atas Surat Perintah Tugas Nomor : 12/PAN/2009/PN.TK Tanggal 26 Mei 2009 telah melakukan SITA EKSEKUSI terhadap 66 (Enam Puluh Enam) Bidang Tanah/Obyek Sita yang terletak di Bandar Lampung sebagaimana tertuang di BERITA ACARA PENYITAAN EKSEKUSI (Executorial Beslag) Nomor : 09/EKS/2009/PN.TK.

Tapi belakangan aset yang telah di SITA EKSEKUSI dan jadi milik atau dikuasai Pemkab Lamtim berpindah tangan kepihak ketiga karena dijualbelikan. Satu diantaranya diduga aset yang kini ditempati oleh Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung di Jln. Way Sekampung, Bandarlampung. Itu dapat terjadi dikarenakan Sopian Sitepu Cs telah melakukan Pengangkatan Sita Eksekusi.

Terkait dengan TPPU, diungkapkan Amrullah, bahwa selain kerugian Pemkab Lamtim, sebesar Rp. 117.000.000.000.00, ada juga Kerugian APBD Pemkab Lampung Tengah sebesar Rp. 28.000.000.000.00 (dua puluh delapan Milyar Rupiah); dan Kerugian LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) Bank Indonesia� sebesar Rp. 312.747.346.016,00 (tiga ratus dua belas milyar tujuh ratus empat puluh tujuh juta tiga ratus empat puluh enam ribu enam belas rupiah) dalam persoalan ini.

Lalu, diketahui bahwa rencana lelang atas 31 (tiga puluh satu) Bidang Tanah oleh PPA (Pusat Pemulihan Asset) Kejagung RI melalui Kejari Bandarlampung adalah aset milik Nasabah PT. BPR� Tripanca Setiadana, bukan atas milik Terpidana Sugiarto Wiharjo alias Alay.

Sementara aset-aset Alay sendiri serta bukti korupsi lain tidak nampak dalam PUTUSAN MA-RI NOMOR : 510K/PID.SUS/2014 Tanggal 21 Mei 2014. Ini membuat harta benda hasil korupsi Alay belum tersentuh aparat hukum. Melainkan bertaburan dan disamarkan menjadi modal pelarian Alay saat buron. Ironisnya lagi setelah Alay tertangkap upaya pengalihan, penyamaran dan penjualan aset masih terjadi. Aset ini diketahui ada yang dialihkan, diperjualbelikan, disamarkan Alay, saat dirinya di Rutan Way Hui dan Lembaga Permasyarakatan (LP) Rajabasa.

Bukti-buktinya terlihat di AKTA PERJANJIAN KERJASAMA Nomor: 125 tanggal 31 Mei 2011 yang dibuat Notaris Asvi Maphilindo Volta, SH, antara Yurike, Meriana, Puncak Indra, Budi Winarto, Tapif Agus Suyono, Fenti Yohana, terkait PENGALIHAN PABRIK AIR MINUM TRIPANCA. PT. PRABUTIRTA JAYA LESTARI.

Kemudian Akta Notaris Nomor: 77 tanggal 25 September 2011 yang dibuat oleh Notaris Asvi Maphilindo Volta, S.H. Lalu akta Notaris Nomor: 94 tanggal 26 Juni 2014, akta Notaris Nomor: 121 tanggal 27 September 2015, akta Notaris Nomor: 25 tanggal 12 Februari 2016 dan akta Notaris Nomor 08 tanggal 04 Januari 2018.

Lalu ada juga yang termuat di akta notaris Asvi Maphilindo Volta, S.H. nomor 23, 24, 26 dan 27. Semua akta notaris ini dibuat 12 April 2012. Di akta itu, diantaranya dijelaskan soal aset Eks Gedung 21 dengan luas bangunan 4000 M2, yang keseluruhan lahannya seluas 20.372 M2 di Kelurahan Sukaraja, Bandarlampung. Aset ini ditebus/dilunasi Alay dan diatasnamakan Puncak Indra. Kemudian Pantai Lempasing dengan luas 88.110 M2 dulu masuk Kabupaten Lampung Selatan. Kemudian aset Gudang PT. Aneka Sumber Kencana seluas 14310 M2 di Garuntang, Bandarlampung dan Gudang SHARP seluas 44.389 M2. Aset ini disamarkan dengan dibuat kerjasama dan akan dibaliknamakan ke Budi Winarto dan Antonius Hadiyanto. Lalu adapula beberapa aset yang diperjualbelikan.

Beberapa nama yang kami sebutkan di atas, tegas Amrullah, secara faktual dan bukti yang ada diduga terkait TPPU baik langsung maupun tak langsung. Untuk mengetahui siapa yang melakukan TPPU, maka KPK diharapkan melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan mempelajari dan menganalis bukti yang telah disampaikan.

Selain itu, pihaknya mengadukan ini semua karena ingin mengetahui apakah hasil Penjualan 66 Bidang Obyek Sita Eksekusi berdasarkan PENETAPAN SITA EKSEKUSI NOMOR : 09/Eks/2009/PN. TK Tanggal 26 Mei 2009 sebesar Rp. 600.000.000.000.- (enam ratus milyar rupiah) berdasarkan Nilai Jual dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) PT. Damasindo Nilai utama Profesional Apprisers & Consultans pada tanggal; 03 April 2007 untuk 43 (empat puluh tiga) bidang saja milik PT. Tripanca Group, serta beberapa aset lainnya yang sudah dipindahtangankan, telah diserahkan ke Pemkab Lamtim dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau tidak.

�Jangan sampai persekongkolan jahat yang selama ini terjadi sehingga penyelesaian Kasus Tripanca yang telah menghabiskan uang Negara lebih dari Rp. 500. 000.000.000.(lima ratus milyar rupiah) lebih ini hanya diselesaikan secara terpenggal-penggal. Dan pihak-pihak yang terbukti terlibat dan menikmati hasil korupsi Alay, tidak dilakukan upaya hukum,� tutupnya.(red)