“Oh iya, iya (ada potensi suap dalam pemilihan rektor PTAIN), dan konon kabarnya KPK juga sudah dapat laporan, Ombudsman juga dapat. Enggak tahu saya perkembangannya,” ujar Busyro kepada wartawan di Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Rabu (20/3/2019).

Busyro lantas menyinggung peraturan pemilihan rektor yang dikeluarkan Kemenag RI. Yakni Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 68 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa hasil akhir pemilihan rektor berada di tangan Kemenag.

“Menteri Agama itu ada membikin peraturan calon rektor harus dipilih biasa lewat senat (universitas), tapi intinya di Menteri Agama. Kalau nggak salah, kalau nggak salah. Nanti dicek ya, Menteri agama punya 100% suara,” paparnya.

Skema ini, kata Busyro, sebelumnya pernah diterapkan di Kemendikbud era M Nuh. Kala itu Mendikbud memiliki 35% suara pemulihan rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Busyro menilai skema ini tak pantas diterapkan di perguruan tinggi.

“Nah, jadi cara kayak mengelola korporasi itu tidak logis terjadi di perguruan tinggi, IAIN maupun umum. Oleh karena itu presiden, pertanyaannya tahu enggak kalau menterinya punya aturan kayak gitu,” ujar mantan ketua KPK tersebut.

“Kalau enggak tahu kebangetan presidennya. Jadi kontrolnya lemah. Tapi kalau sudah tahu, setop cara-cara itu, perintahkan kemudian dibikin aturan yang dahulu kala, seperti yang dulu kala. Wibawa kampus itu dijaga,” sambungnya.

Menurut Busyro, Presiden Jokowi harus mengembalikan skema pemilihan rektor seperti sedia kala, yakni lewat mufakat anggota senat universitas.

“Karena kampus itu cirinya komunitas akademik, freedom, jangan direcokin. Apalagi ada rencana rektor itu nanti SK-nya dari presiden, ingat presiden itu siapapun adalah petugas parpol, siapapun presidennya, apa enggak repot kampus,” tutupnya. (net)