BANDARLAMPUNG � Asosiasi Suplayer Kopi Lampung (ASKL) terus mengawal kasus dugaan penipuan bisnis jual-beli kopi bernilai miliaran rupiah dengan tersangka Edi Wihardi alias Teklim (72). Alasannya masalah ini tidak hanya menyangkut kehidupan para suplayer kopi saja. Tapi juga berimbas pada ratusan atau bahkan ribuan petani kopi yang ada di Lampung.
�Bahkan kasus ini bisa juga berimbas pada perekonomian dan pendapatan masyarakat Lampung, baik itu pemerintah atau petani kopi yang tersebar di beberapa kabupaten di Lampung,� terang Ketua ASKL, Mulyadi, kemarin.
Untuk itu, Mulyadi sangat berharap aparat penegak hukum khususnya kepolisian dan kejaksaan dapat benar-benar mengusut kasus ini secara tuntas. Bahkan menuntut pelaku dengan hukuman yang maksimal.
�Kami berterima kasih kepada aparat kepolisian yang cepat merespon masalah ini. Saat ini kami juga berharap sikap yang sama dapat ditunjukan aparat kejaksaan. Kami meminta mereka benar-benar profesional menangani masalah ini. Sebab, kami sudah susah payah membina ribuan petani kopi Lampung. Kami tidak ingin kehidupan mereka hancur dalam sekejab, seperti waktu kasus Alay dahulu,� tambahnya.
Seperti diberitakan big bos kopi Edi Wihardi alias Teklim (72), dilaporkan ke Poltabes Bandarlampung. Pasalnya warga Perum Tanjung Damai, Bandarlampung tersebut dituding telah melakukan penipuan dalam bisnis jual-beli kopi. Sebagai pelapor adalah Mulyadi (47), warga Jl Sentot Alibasa, Waydadi, Sukarame, Bandarlampung.
Dijelaskan Mulyadi, sebenarnya ada beberapa pengusaha kopi yang berhasil ditipu oleh terlapor. Mereka merupakan anggota Asosiasi Suplayer Kopi Lampung, organisasi yang dia pimpin. Angkanya pun fantastis mencapai Rp15 miliar.
�Namun sementara baru saya yang melapor. Kerugian saya sendiri mencapai angka Rp450 juta lebih, yang lain laporannya menyusul. Ini belum lagi mencakup korban penipuan lainnya di luar organisasi Asosiasi Suplayer Kopi Lampung,� tegas Mulyadi, kemarin.
Ditambah Mulyadi, pihaknya sebenarnya sudah beberapa kali melakukan transaksi bisnis jual beli kopi dengan terlapor. Mulanya pembayaran lancar. Begitu kopi dikirim, sesuai tempo yang dijanjikan, bisa langsung dicairkan pembayarannya. Namun belakangan pembayaran macet, meski kopi sudah terkirim. Nilainya pembayaran yang macet mencapai Rp15 miliar lebih.
�Akibatnya kami sebagai pengepul menjerit. Bahkan ada yang hampir kehilangan akal sehat. Imbasnya lagi ke petani kopi. Mereka pun menjerit karena belum dilakukan pembayaran. Bahkan saya harus jual mobil untuk melunasi hutang dengan petani. Begitu juga pengepul lainnya,� jelas Ketua Asosiasi Suplayer Kopi Lampung tersebut.
Modus penipuan terlapor sendiri dilakukan dengan cara memberikan bilyet giro (BG) dalam melakukan transaksi pembayaran pada 13 April 2017 lalu. Namun ternyata saat akan dicairkan, saldo yang ada di rekening BNI terlapor tidak cukup.
Atas kejadian ini pihaknya sudah beberapa kali melakukan negosiasi secara kekeluargaan. Tapi upaya ini sepertinya tidak diindahkan oleh terlapor.
�Karenanya kasus ini terpaksa kami laporkan ke Poltabes Bandarlampung. Ini sesuai tanda bukti lapor nomor TBL/LP/B/2334/V/2017/LPG/RESTA BALAM, tanggal 1 Mei 2017. Laporan kami diterima oleh Kanit SPKT III Poltabes Bandarlampung, Ipda Hasanusi, S.H.,� papar Mulyadi.
Poltabes Bandarlampung sendiri lanjut Mulyadi, sesaat setelah menerima laporan, berhasil mengamankan dan melakukan penahanan terhadap pelaku.(red)