BANDARLAMPUNG � Adanya Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Rektor Universitas Lampung, Prof Karomani dkk, mendapat apresiasi dari Ketua Lembaga Pengawas Pembangunan Lampung (LPPL), M. Alzier Dianis Thabranie. Meski begitu, �tokoh masyakat Lampung yang juga anggota Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Provinsi Lampung itu berharap KPK tak hanya berhenti di kasus ini. Pasalnya di Lampung banyak sekali kasus dugaan korupsi yang belum tersentuh KPK.

Misalnya adanya dugaan �mafia proyek� baik yang bersumber dari APBN, APBD provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota se-Lampung. Padahal akibat keberadaan mafia proyek telah membuat provinsi Lampung menjadi salahsatu provinsi termiskin, dan masyarakatnya jauh dari kata sejahtera.

�Untuk membongkar mafia proyek di Lampung sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Orangnya dari dulu itu-itu saja. Semua tahu kok. Orang-orang ini sering mengaku dekat dengan aparat penegak hukum, serta pejabat pemerintahan sehingga mereka bebas mengatur berbagai proyek di Lampung. Ini yang harus ditindak,� tandas mantan Ketua DPD Partai Golkar Lampung dan Ketua Kadinda Provinsi Lampung tersebut.

�Termasuk pemain-pemain Proyek di Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moelok, Dinas Pendidikan Lampung, serta anggota DPRD yang ikut cawe-cawe main proyek. Tangkap habis sampai keakar-akarnya, biar selesai tuntas. Saya mohon KPK jangan hanya menangkap dan membongkar korupsi Rektor Unila saja. Tapi bongkar dan tangkap juga �mafia proyek� yang mengatur dan mengambil Fee pada proyek APBN maupun APBD di Lampung. Ini nilainya lebih fantastis. Minimal bisa menyelamatkan keuangan negara ratusan miliar atau bisa mencapai triliunan rupiah,� ujar Alzier.

Kemudian pekerjaan rumah KPK yang lain adalah menuntaskan kasus OTT mantan Bupati Lampung Selatan (Lamsel) Zainudin Hasan dan Bupati Lampung Tengah (Lamteng), Mustafa. Kedua kasus ini �turunan�nya banyak sekali. Misalnya ada dugaan keterlibatan Bupati Lamsel saat ini Nanang Ermanto dan Wakil Gubernur Lampung yang juga Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lampung, Chusnunia Chalim alias Nunik.

�Masyarakat masih ingat kok berbagai fakta persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang. Bahwa Nanang Ermanto turut kecipratan dan menikmati �Fee Proyek� di kasus Zainudin Hasan. Malah telah mengakui menerima uang dan mengembalikan. Begitu juga Nunik dipusaran perkara mantan Bupati Lamteng, Mustafa. Ini harusnya diungkap semua dan ditetapkan juga sebagai tersangka� tambahnya.

Karenanya Alzier mengaku sudah mengingatkan dan melapokan masalah ini ke Ketua KPK RI, Firli Bahuri.

�Soal �Mafia Proyek� di Lampung, soal Nanang �Ermanto, soaal Nunik dan lain-lain, sudah saya ingatkan ketua KPK RI. Nanti laporan resmi juga akan saya sampaikan. Saya sudah langsung laporkan via WA ke Ketua KPK RI, biar selesailah, jika ada maling-maling di Lampung, hancur ini Lampung kalo para kontraktornya kocok bekem, buat malu wae yuu,” tegas Alzier.

Seperti diketahui kasus tipikor yang dimaksud Alzier terkait soal Nunik adalah kasus saat Nunik berstatus anggota DPR-RI. Lalu yang masih hangat dan belum hilang dari ingatan adalah perkara tipikor Mustafa, mantan Bupati Lamteng.

�Kita masih ingat merujuk fakta persidangan dugaan suap dengan terdakwa mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang. Nama Chusnunia Chalim alias Nunik sudah sepatutnya ditetapkan tersangka. Dimana Mustafa menyebutkan jika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) telah menerima uang Rp18 miliar. Dan sesuai fakta persidangan terungkap Nunik diduga ikut menikmati uang sebesar Rp1.150.000.000 (satu miliar seratus lima puluh juta rupiah).

�Dengan fakta yang ada, harusnya Jaksa KPK juga segera menetapkan Nunik sebagai tersangka. Langkah ini untuk menepis asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa hukum menjadi tumpul diatas, tetapi tajam dibawah. Jujur saya merasa kasihan dan prihatin, kalau hanya saudara Mustafa yang dikorbankan dan menanggung beban sendirian,� tutur Alzier halus.

Menurut Alzier, KPK harusnya menyelesaikan dan menangkap nama-nama yang disebut terlibat �mahar politik� Pilgub Lampung 2018. Seperti sindikat yang terjadi di PKB sebagaimana terungkap dipersidangan PN Tanjungkarang, yang diduga melibatkan Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua DPW PKB Lampung, Chusnunia Chalim alias Nunik. Lalu ada nama elit PKB, Midi Iswanto serta nama lain. Dipaparkannya masih ada Pekerjaan Rumah (PR) KPK menyelesaikan dan menangkap orang-orang tersebut. Mereka semua yang terbukti dan terlibat menerima uang dan merupakan tim kampanye PKB.

�Jika tidak, Lampung kedepan akan runtuh akibat permainan kotor sindikat money politik. Masa orang harus jadi Gubernur atau Wakil Gubernur karena permainan dan bantuan sindikat money politik. Ini bahaya Lampung kedepan karena sudah menjadi fakta,� tandas Alzier kembali.

Seperti lanjut Alzier, nama Arinal Djunaidi � Nunik yang diduga bisa menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung karena ada mahar Rp40 miliar ke PKB. Belum lagi, Cagub Mustafa yang juga turut jadi korban dan menyetorkan hingga Rp18 miliar ke elit PKB. Rombongan Muhaimin, Nunik, Midi Iswanto ini harus benar-benar diusut dan ditangkap.

�Ini yang dinamakan sindikat money politik Pilgub Lampung,� tutur Alzier yang juga berprofesi advokat PAI (Perkumpulan Advocaten Indonesia.

Sebelumnya diberitakan Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI) sebelumnya juga mendesak KPK RI membongkar tuntas kasus suap gratifikasi dengan terdakwa H. Mustafa, mantan Bupati Lamteng. Pasalnya banyak nama tokoh di Lampung yang disebut di persidangan di PN Tanjungkarang lantaran diduga terlibat.

Sebut saja nama, Ketua DPW PKB Lampung, Nunik yang juga Wakil Gubernur Lampung. Lalu ada nama perusahaan Sugar Group dan Ibu Lee. Kemudian nama Aliza Gunado dan Jarwo, yang disebut orang dekat Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsudin dan pengurus KNPI Lampung, Teguh Wibowo.

�KPK sudah semestinya mengusut nama-nama yang disebut para saksi di persidangan. Sebab semua warga negara statusnya sama dimata hukum. Tidak boleh ada warga negara yang terkesan diistimewakan. Misalnya dengan tidak dipanggil untuk hadir dipersidangan,� tegas Wiliyus Prayietno, S.H., M.H., advokat yang juga Ketua Lembaga Transformasi Hukum Indonesia (THI).

Soal �mahar politik� ini sendiri sebelumnya diungkap Musa Zainudin mantan anggota DPR RI Komisi V Fraksi PKB, saat jadi saksi persidangan. Waktu itu, Musa Zainudin membongkar habis dugaan transaksi uang atau yang biasa disebut �mahar politik� dalam perebutan perahu partai di kontestasi Pilgub Lampung, 2018 lalu. Dimana Musa Zainudin mengatakan, semula DPW PKB Lampung sepakat mengusung H. Mustafa sebagai Calon Gubernur Lampung di Pilgub Lampung. Namun, belakangan ia mendapat kabar jika PKB berubah pilihan karena �bom� uang yang lebih besar. Dijelaskan Musa Zainudin, baik Chusnunia Chalim, Okta Rijaya (Sekretaris DPW PKB Lampung), Midi Iswanto dan Khaidir Bujung, sudah menyatakan Ketum DPP PKB H. Muhaimin Iskandar, sudah setuju, jika H. Mustafa sebagai Cagub Lampung yang akan dusung PKB. Karenanya dia menandatangani surat rekomendasi.

Kemudian kenapa tiba-tiba berubah dan tidak jadi mengusung H. Mustafa?

�Itu yang saya kaget, saya dapat informasi dari Bujung, Midi, Bu� Chusnunia, jika DPP udah menentukan seperti ini. Kita tidak berdaya apa-apa. Cuma ada yang janggal, Pak Muhaimin yang setuju kok, tiba tiba berubah, saya dapat informasi sebelum uang ini ke Jakarta, Muhaimin sudah terima 40 miliar dari Sugar Group. Sugar Group itu yang katanya dukung Arinal Djunaidi Cagub. Barangkali ada lebih besar, yang ini dikorbankan. Cuma persoalan orang yang dibawah. DPW PKB dan seterusnya jadi korban oleh perilaku DPP yang tak koordinasi dengan baik,� ungkap Musa Zainudin.

�Disebutnya seperti itu, Sugar Group dan Ibu Lee. Ada yang menyampaikan kesaya. Pak Musa, sudahlah. Tak mungkin PKB dukung Mustafa. Karena Muhaimin sudah terima uang Rp 40 miliar dari Sugar Group. Katanya begitu,� lanjut Musa waktu itu saat menjadi saksi sidang suap dan gratifikasi eks Bupati Lamteng Mustafa di PN Tanjungkarang.

Midi Iswanto sendiri di kesaksian sebelumnya mengungkapkan jika Ketua DPW PKB Lampung yang juga Wakil Gubernur Lampung, Chusnunia Chalim sempat �kecipratan� uang mahar sebesar Rp1.150.000.000 (satu miliar seratus lima puluh juta rupiah dari total uang Rp18 miliar yang disetorkan Mustafa sebagai �mahar� agar PKB mengusungnya sebagai Cagub Lampung. Lalu ada juga aliran dana untuk Ketua DPC PKB se-Provinsi Lampung, Dewan Suro PKB, saksi ahli dan lain-lain.

�Uang itu sebesar Rp1 miliar untuk persiapan pemilu 2019. Waktu itu saya diminta ibu Nunik menghubungi ibu Ela Siti Nuryamah, yang sekarang (anggota Fraksi PKB DPR RI),� terang Midi Iswanto.

Selanjutnya Midi mengaku berkomunikasi dengan Ela Siti Nuryamah. Oleh Ela, dia lantas diberikan nomor telpon seseorang suruhannya, untuk penyerahan uang di Jakarta. �Saya pun kemudian mengutus orang saya untuk memberikan uang. Dan uang itu sampai. Karena saya langsung lapor dengan ibu Ela,� jelasnya.

Disisi lain, Chusnunia Chalim membantah pernyataan saksi Musa Zainudin dan Midi Iswanto. Nunik dengan tegas membantah tidak pernah menerima uang sebesar Rp1 miliar dari saudara Midi Iswanto. Sementara yang terkait Rp150 juta, sifatnya adalah pinjaman, untuk bantuan pembangunan kantor DPC PKB Lamteng. (red/net)