BANDARLAMPUNG � Tokoh masyarakat Lampung yang juga Ketua Umum Lembaga Pengawasan Pembangunan Provinsi Lampung (LPPPL), M. Alzier Dianis Thabranie, minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua nama sebagai tersangka baru kasus suap penerimaan mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) dengan terdakwa mantan Rektor, Prof. Karomani. Kedua nama tersebut adalah Mualimin dan Drs. H. Ariyanto Munawar.

�Ada beberapa alasan mengapa saya menyorot kedua nama itu,� tegas Alzier yang juga merupakan Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Lampung, Sabtu, 14 Januari 2023.

Untuk nama Mualimin, menurut Alzier mengapa sangat layak menjadi tersangka, karena posisinya sangat aktif dalam menerima suap dan gratifikasi dari berbagai pihak.

�Buktinya hampir di setiap persidangan serta dakwaan JPU, nama Mualimin kerap disebut sangat aktif sebagai penerima suap dan merupakan perpanjangan tangan terdakwa Karomani,� tutur Alzier.

Sedangkan untuk nama Ariyanto Munawar,� mengapa sangat layak dijadikan sebagai tersangka oleh KPK, adalah karena posisinya yang merupakan mantan anggota DPR- RI serta Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW-NU) Provinsi Lampung.

�Sebab sebagai salahsatu anggota Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung, saya sangat malu ada pengurus NU Lampung yang juga ikut cawe-cawe disebut terlibat suap atau gratifikasi kasus penerimaan mahasiswa baru Unila. Ini sangat mencoreng wajah NU. Karenanya untuk menbersihkan wajah NU, sekalian saja KPK segera menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka. Sehingga PW-NU Lampung dapat mengambil langkah tegas dan tidak ikut terus terseret,� himbau Alzier.

Seperti diketahui sidang kasus suap penerimaan mahasiswa baru dengan terdakwa mantan Rektor Unila , Prof. Karomani di PN Tanjungkarang mengungkap beberapa fakta. Antara lain, adanya pemberian uang oleh mantan anggota DPR-RI Lampung yang juga Sekretaris PW-NU Lampung, Drs. Ariyanto Munawar sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). . Uang itu diberikan Ariyanto melalui melalui Mualimin setelah pengumuman kelulusan Seleksi Masuk Mandiri Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) atau Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri �(SBMPTN) �tahun 2021 di ruangan Rektor Unila Prof. Karomani.

Bahwa penerimaan uang oleh Terdakwa Karomani ini menurut JPU tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 �(tiga puluh) hari kerja sejak diterima sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang, padahal penerimaan uang itu tanpa alas hak yang sah. Oleh karenanya penerimaan uang itu haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Rektor Unila sebagaimana diatur dalam Pasal 12 C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian hal ini �juga berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa �selaku penyelenggara negara yang tidak boleh melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima pemberian gratifikasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang RI (UU RI) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan bertentangan dengan Pasal 5 huruf a dan huruf k Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 73 ayat 5 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. (red)

.