BANDARLAMPUNG – Kasus laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Provinsi Lampung versi Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, Lukman Nur Hakim, S.H., CIL, memasuki babak baru.
Kasus yang dilaporkan oleh Ay sebagai kakak kandung AH, yang merupakan mantan kliennya Lukman Nur Hakim, dalam waktu dekat segera di proses leh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KAI. Hal ini diketahui dalam surat Nomor 27.A/DPP-KAI/VIII/2025 tertanggal 21 Agustus 2025 perihal Pemberitahuan Atas Pengaduan Dugaan Pelanggaran Kode Etik yang ditujukan kepada pelapor/pengadu Ay.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Presidium DPP KAI ADV. Dr. KP. Heru S. Notonegoro, S.H., M.H.,CIL., CRA, dijelaskan jika DPP KAI telah melakukan tindaklanjut pengaduan yang dilakukan oleh Ay tertanggal 1 Agustus 2025. Yakni dengan menyampaikan pengaduan pengadu kepada Adv. Lukman Nur Hakim sebagai teradu.
DPP KAI pun kini telah menerima jawaban dan tanggapan dari teradu tertanggal 12 Agustus 2025. Selanjutnya DPP KAI melalui Komisi Pengawas akan melakukan pemeriksaan berkas dari pengadu dan teradu.
Seperti diketahui, lantaran dianggap melanggar kode etik, Ketua KAI Provinsi Lampung versi Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, Lukman Nur Hakim diadukan mantan kliennya ke Dewan Pengawas Advokat, Kamis, 31 Juli 2025.
Menurut Ay, peristiwa ini berawal saat adik kandungnya berinisial AH, warga Bekasi ditahan Polda Metro Jaya atas sangkaan dugaan tindak pidana sejak 1 Juli 2025. Kemudian, tanggal 7 Juli 2025, Advokat Lukman Nur Hakim, yang berkantor di Jl. Ratu Dibalau Komplek Ruko Grand Lotus, Way Kandis, Bandarlampung, berjanji mampu melepaskan adiknya yang ditahan dengan permintaan sejumlah uang senilai Rp120 juta.
Namun ternyata sejak tanda tangan surat kuasa tidak ada pergerakan dari saudara advokat Lukman Nur Hakim.
“Adik saya sejak tanda tangan surat kuasa dan pemberian uang senilai Rp120 juta ternyata tak ada pergerakan, apakah mau ditangguhkan, sehingga tanggal 21 Juli 2025 adik kami mencabut kuasa yang pernah diberikan,” terang Ay.
Ay warga Jl. HOS Cokroaminoto, Tanjung Karang Timur, Bandarlampung ini pun lantas berusaha sendiri mengajukan penangguhan penahanan adiknya, dengan alasan kondisi sakit yang dideritanya.
“Alhamdulillah dengan melampirkan rekam medik dari rumah sakit terkait sakit yang diderita adik saya, tanggal 25 Juli 2025 adik saya dikabulkan penangguhan penahanannya. Tapi bukan atas usaha dan bantuan sang advokat yang telah lebih awal dicabut kuasanya oleh adik kami,” ujar Ay.
Kami pun menagih uang yang telah diserahkan sebesar Rp120 juta. Pasalnya memang perkara itu sepertinya tak diusahakan prosesnya sebagimana advokat profesional. Seperti meminta rekam medik ke rumah sakit sebagai alasan penangguhan adik kami.
“Saat ditagih advokat berdalih uang telah dibagi-bagi ke pihak tertentu. Kami di Polda Metro Jaya tak serupiah pun mengeluarkan uang dalam proses penangguhan adik kami, karena memang adik kami layak ditangguhkan dengan kondisi kesehatan yang memprihatinkan yang dialami. Dikabulkan proses penangguhan adik kami bukan karena usaha advokat, melainkan usaha kami sendiri setelah kuasa yang diberikan dicabut,” tandas Ay kembali.
“Dia itu (Lukman, Red) setelah tandatangan surat kuasa tanggal 7 Juli 2025 dan adanya penyerahan uang senilai Rp120 juta oleh istri AH dan disertai saksi-saksi, berjanji sanggup mengeluarkan adik saya yang ditahan di Polda Metro Jaya. Namun selama 2 minggu ditunggu, tak ada progres kemajuan dan upaya penangguhan tak ada kejelasan. Sehingga tanggal 21 Juli 2025, adik saya AH mencabut surat kuasa yang diberikan,” ujar Ay.
“Enak amat dia cuma tandatangan surat kuasa materai Rp10 ribu dapat uang Rp120 juta. Padahal tak ada prestasi kerja yang di dapat. Pencabutan surat kuasa dari adik saya ke advokat Lukman Nur Hakim, tanggal 21 Juli 2025. Sedangkan proses penangguhan saya sendiri yang ajukan dan Alhamdulillah ditangguhkan tanggal 27 Juli 2025 dengan melampirkan rekam medik dari rumah sakit terkait penyakit yang diderita adik saya. Artinya proses ini bukan hasil kerja dari dia. Wajar kami menuntut pengembalian uang sebesar Rp120 juta yang pernah ia terima dari istri AH,” tegas Ay lagi.
Karenanya Ay pun melaporkan masalah ini ke Dewan Pengawas Advokat KAI di Jakarta.
“Ternyata menurut mereka (DPP KAI, Red) advokat dilarang menjanjikan perkara yang ditangani akan menang. Dalam hal honorium mempertimbangkan kemampuan klien dan advokat tak dibenarkan membebani klien dengan biaya yang tidak perlu, dan bila ini terbukti dapat dinyatakan bersalah oleh Dewan Etik Pengawas Advokat, sehingga atas rekomendasi itu saya bisa melaporkan ke polisi atas sangkaan pasal penipuan dan penggelapan,” pungkas Ay .
Sementara iru, Ketua KAI Provinsi Lampung versi Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, Lukman Nur Hakim, S.H., telah membantah semua laporan Ay.
“Semua tidak benar,” tegas Lukman Nur Hakim, Jumat, 1 Agustus 2025.
Menurut Lukman Nur Hakim, dirinya telah menerima penyerahan uang Rp120 juta dari pihak kliennya AH. Dana itu digunakannya dalam proses penanganan kasus tersebut.
“Memang benar saya menerima uang tersebut. Saya gunakan untuk membantu penanganan perkara tersebut,” kata Lukman Nur Hakim, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Tapi Lukman Nur Hakim, membantah jika dirinya tidak melakukan tindakan dalam menangani kasus tersebut. Lukman menegaskan sudah melakukan berbagai upaya. Termasuk langkah penangguhan penahanan terhadap AH.
“Saya selalu berkomunikasi intens dengan pihak AH, terutama istrinya terkait perkembangan kasus tersebut. Termasuk upaya penangguhan penahanan,” papar Lukman Nur Hakim.
Namun Lukman Nur Hakim, mengaku tidak mengetahui alasan tiba-tiba ada surat pencabutan kuasa hukum tersebut di tengah jalan.
“Saya juga kaget, tiba-tiba ada pencabutan surat kuasa,” tandasnya.
Bahkan kemudian ia dilaporkan ke Dewan Pengawas KAI. Namun ia mempersilahkan pihak Ay melapor ke Dewan Pengawas KAI. Sebab dirinya hanya berhubungan dengan pihak AH, dalam hal ini istrinya dan keluarga yang lain. Bukan Ay, yang merupakan kakak kandung dari AH.
Menurut Lukman Nur Hakim, kliennya adalah AH. Karenanya dia tak pernah berkomunikasi dengan Ay.
“Ceritanya begini, adiknya Ay ditangkap di Polda Metro Jaya, yang ngurus Ay dan pengacara temannya, rekomendasi dia. Dalam perjalanan Ay minta uang Rp50juta ke adiknya AH supaya bisa keluar. Setelah itu, adik AH menyerahkan uang Rp50 juta ke Ay. Tapi setelah empat-lima hari tak ada kabar, khawatir keluarga ini lantas telpon Ay dan pengacara. Tapi tidak ada kejelasan. Ini keterangan mereka,” tutur Lukman Nur Hakim.
Akhirnya keluarga ini pun menelponnya dan meminta bantuan mengurusi perkara ini.
“Saya bilang tak bisa kalau masih ada kuasa. Kecuali putus kuasa. Akhirnya mereka komunikasi dengan pengacara dan bisa putus kuasa. Saya pun ke Jakarta ke Polda Metro Jaya. Disana mereka ribut masalah duit. Saya bilang saya tak ngurusin itu. Saya hanya ngurusin gimana cara AH bisa keluar penangguhan,” paparnya.
Sampai di Jakarta, kelurga pun menekan dan mencari Ay, untuk meminta uang yang sudah diberikan.
“Sementara saya meneken kuasa dan melaksanakan pekerjaan saya. Saya ngurus AH hingga keluar,” ujar Lukman.
Begitu dapat penangguhan ternyata yang menjemput AH adalah Ay. Padahal kuasa ada didirinya.
“Ay pun bilang mana uang untuk pengacara, dipulangkan. Lah saya bukan urusan dengan dia. Saya selalu koordinasi dengan keluarga terutama pemberi kuasa. Saya ga ada urusan dengan dia. “Dan beberapa hari kemarin, Ay kekantor saya ngamuk. Minta pulangin uang. Lah uang apa. Mana laporan. Coba buktikan katanya. Saya jawab, saya akan laporkan kepada pemberi kuasa. Bukan ke-dia. Eh dia ngotot, ngamuk. Kita ada videonya. Dan nanti akan saya tindaklanjuti dia ngamuk dikantor saya,” pungkas Lukman Nur Hakim lagi.(red)