JAWATIMUR – Muhtasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)  melakukan pertemuan di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebu Ireng,  Sabtu (6/12) kemarin.

Dalam forum tersebut, Rais Syuriah PBNU Prof. Dr. KH. Mohammad Nuh menyampaikan apresiasi kepada seluruh Mustasyar yang telah memberikan pandangan dan catatan untuk dilaporkan kepada Rais Aamiin dan Wakil Rais Aam PBNU.

Pak Nuh menegaskan arahan para Mustasyar merupakan bagian sah dari tugas kelembagaan.

“Sesuai tugasnya, Mustasyar memang dapat memberikan arahan, pertimbangan dan/atau nasehat kepada pengurus NU menurut tingkatannya, diminta ataupun tidak, baik secara perorangan maupun kolektif. Ini amanat Pasal 17 Anggaran Dasar dan Pasal 57 Anggaran Rumah Tangga NU,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima.

Namun, ia menggarisbawahi, pengambilan keputusan tetap harus mengikuti prosedur formal organisasi.

Rapat pleno dijadwalkan berlangsung Selasa–Rabu (9–10/12) mendatang.

Forum tersebut diikuti 7 dari 30 Mustasyar. Hadir secara virtual KH. Ma’ruf Amin, KH. Abdullah Ubab Maimoen, dan Nyai Shinta Nuriyah Wahid.

Sementara itu, hadir langsung di Tebuireng KH. Anwar Manshur, KH. Nurul Huda Jazuli, KH. Said Aqil Siradj, dan Nyai Mahfudhoh Aly Ubaid.

Pak Nuh menyampaikan, seluruh aspirasi tetap dicatat, tetapi tidak serta-merta menggantikan mekanisme organisasi:

“Saran dan masukan kami perhatikan, tapi pengambilan keputusan tetap harus melalui mekanisme organisasi,” ungkapnya.

Ia menegaskan kembali bahwa forum resmi Mustasyar untuk memberikan nasehat adalah rapat pleno.

Pak Nuh menegaskan kembali dasar keputusan Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 yang dikaitkan dengan pelanggaran berat oleh Ketua Umum.

“Pelanggarannya sangat nyata dan buktinya sangat kuat. Karena itu, Rapat Harian Syuriyah PBNU mengambil keputusan sebagaimana Risalah Rapat yang telah ditegaskan oleh Rais Aam PBNU akhir pekan lalu,” ungkapnya.

Sementara Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Hukum, dan Media, Prof.M. Mukri memastikan rapat pleno dijadwalkan berlangsung Selasa–Rabu (9–10/12) mendatang. Dan itu sah secara administratif.

Ia menekankan bahwa undangan rapat tidak memerlukan tanda tangan unsur tanfidziyah karena pleno berada dalam kewenangan Syuriyah.

“Undangan/Pemberitahuan Rapat Pleno telah sesuai dengan seluruh ketentuan yang berlaku di internal NU.” beber Mukri.

“Silahkan baca Pasal 8 Perkum 10/2025 tentang Rapat dan Pasal 4 Perkum 16/2025 tentang Pedoman Administrasi.” tegas Mukri.

Merespons pandangan yang meminta pelibatan Ketua Umum dalam rapat pleno, Mukri menyampaikan, ketentuan AD/ART tersebut hanya berlaku dalam kondisi normal.

“Gus Yahya sudah tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB dan sejak saat itu kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam,” tegasnya. (kompas)