BANDARLAMPUNG – LSM TRAPUNG (Transparansi Rakyat Lampung) bersama Aliansi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Senin, 3 November 2025 melapor ke Kejati Lampung. Ini terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi (tipikor), gratifikasi, penyalahgunaan wewenang, dan komersialisasi layanan akademik yang diduga terjadi di kampus UIN Raden Intan Lampung.
Laporan LSM TRAPUNG yang beralamat di Jl. Sri Krisna GG. Waru No. 37 LK I, Kelurahan. Sawah Brebes, Kecamatan. Tanjung Karang Timur, Kota Bandar Lampung tersebut tertuang dalam surat Nomor: 112/TRAPUNG/LP-ALIANSI/KEJATI-LAMPUNG/11/2025 yang ditujukan Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Danang Suryo Wibowo, S.H.,LLM.
Adapun laporan ini dilakukan mengacu pada amanat UUD 1945 Pasal 28F, UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta ketentuan pengelolaan keuangan negara dan layanan publik pendidikan.
Menurut Ketua LSM TRAPUNG, Afif Amril, sebagaimana dikutip dari inilampung.com, laporan yang disampaikan pihaknya ke Kejati Lampung memuat sejumlah dugaan pelanggaran pengelolaan keuangan, gratifikasi, pungutan liar, serta penyalahgunaan wewenang di lingkungan universitas.
“Penyerahan laporan ini kami lakukan sebagai bagian dari upaya masyarakat sipil untuk memastikan pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara di lembaga pendidikan tinggi berjalan transparan dan akuntabel,” kata Afif Amril.
Dijelaskan, laporan itu disusun melalui kajian dan penelusuran data dari berbagai sumber yang telah diverifikasi. Afif menyebut, langkah ini diambil bukan untuk menggiring opini, melainkan sebagai bentuk kepedulian terhadap tata kelola pendidikan negeri.
Ia berharap, Kejati dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Di sisi lain, perwakilan mahasiswa yang turut mendampingi penyerahan laporan ke Kejati Lampung, menegaskan, keterlibatan mereka adalah bentuk tanggung jawab moral generasi muda terhadap kampus dan integritas akademik. Mereka menyerukan agar lembaga hukum bekerja dengan independen dan terbuka kepada publik. Kalangan aktivis mahasiswa ini optimis, laporan ini akan ditindaklanjuti Kejati Lampung.
Sebelumnya Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, S.H., M.H., mendukung aparat penegak hukum baik itu Kejaksaan maupun Kepolisian untuk mengusut realisasi proyek di Kampus UIN Raden Intan Lampung. Menurutnya, adanya hasil audit lembaga resmi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sekalipun, atau pemeriksaan lembaga berwenang seperti Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag, hal itu tak menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan keuangan atau dugaan tindak pidana korupsi. Justru dengan adanya pemeriksaan oleh aparat penegak hukum baik itu Kejaksaan, Kepolisian ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, akan menjadi tolak ukur, apakah ada delik tindak pidana korupsi atau tidak.
“Jadi prinsipnya, kami mendukung jika aparat penegak hukum, apakah itu Kejari Bandarlampung, Kejati Lampung, Polresta Bandarlampung, Polda Lampung, hingga Kejagung atau KPK RI sekalipun jika memang akan mengusut jalannya realisasi proyek di kampus UIN Raden Intan Lampung. Hasil pemeriksaan aparat penegak hukum nantinya bisa dijadikan acuan dan akan menjadi tolak ukur apakah ada delik tindak pidana korupsi atau tidak,” terang Juendi Leksa Utama, Senin, 3 November 2025.
Seperti diketahui, Proyek Pembuatan Gapura di Kampus UIN Raden Intan Lampung senilai Rp 3,75 miliar lebih, disoal karena terkesan mangkrak. Kasus ini sendiri diharapkan bisa jadi pintu masuk aparat penegak hukum. Khususnya jajaran Tim Pidana Khusus Kejati Lampung serta penyidik Polda Lampung. Yakni untuk mengusut berbagai pelaksanaan proyek lain di UIN Raden Intan Lampung yang nilainya mencapai puluhan miliaran rupiah.
“Dengan adanya dugaan proyek mangkrak yakni Proyek Pembuatan Gapura senilai Rp3,75 miliar, saya berharap bisa dijadikan pintu masuk aparat penegak hukum Kejati Lampung dan Polda Lampung mengusut berbagai pelaksanaan proyek lain di Kampus UIN Raden Intan Lampung yang nilainya mencapai puluhan miliaran rupiah,” tegas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Laskar Lampung Indonesia, Panji Nugraha AB, S.H., Kamis, 30 Oktober 2025.
Menurut Panji Nugraha selain proyek pembuatan Gapura senilai Rp3,75 miliar, dalam beberapa tahun ini ada pengerjaan beberapa proyek lainnya di kampus UIN Raden Intan Lampung, yang juga dapat diusut aparat penegak hukum di Lampung.
Antara lain, Proyek Pembuatan Koridor Pedestrian Mahasiswa senilai Rp11,28 miliar lebih Tahun Anggaran 2024.
Kemudian Proyek Optimalisasi Gedung Pusat Latihan Kampus Labuhan Ratu senilai Rp20,59 miliar lebih Tahun Anggaran 2023.
Serta Proyek Pembangunan Gedung Tahap 2, Tahun Anggaran 2022 senilai Rp22,73 miliar.
“Kami dari Laskar Lampung Indonesia sangat mendukung langkah Kejati Lampung maupun Polda Lampung untuk melakukan langkah hukum dengan mengusut realisasi pelaksanan proyek-proyek ini, sehingga kebermanfaatannya dapat dirasakan semua pihak,” pungkas Panji Nugraha lagi.
Sayangnya dihubungi terpisah Ahmad Zulbilal, S.E., M.M., sebagai salahsatu Pejabat Penandatangan Kontrak beberapa proyek di di Kampus UIN Raden Intan Lampung, belum menjawab saat dikonfirmasi. Padahal tim redaksi media sudah berusaha menghubungi via aplikasiWhatapss miliknya di nomor 0812 7226 XXXX.
Namun demikian, Ketua Tim Humas dan Kerjasama UIN Raden Intan Lampung, Novrizal Fahmi, pada 31 Oktober 2025, sebagaimana dikutip dari rmollampung.id, menerangkan bahwa proyek pembangunan gapura bukanlah proyek mangkrak. Melainkan program multiyears atau tahunan berganda yang dilaksanakan oleh unit Pengadaan Barang dan Jasa Kementerian Agama (Kemenag) melalui mekanisme tender LPSE Kemenag.
“Proyek ini bersifat multiyears sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021,” terang Novrizal.
Ia menjelaskan, pada tahun pertama pelaksanaan, proyek telah diperiksa oleh lembaga berwenang, termasuk Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag, dan dinyatakan tidak ditemukan masalah.
“Oleh karena itu, keliru jika proyek ini disebut mangkrak, karena seluruh prosesnya berada di bawah kewenangan Pokja Pusat,” tegasnya.
Terkait belum dilanjutkannya pembangunan pada tahun kedua, Novrizal menyebut hal itu disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran, bukan karena proyek dihentikan.
“Karena adanya efisiensi anggaran, dana lanjutan proyek belum tersedia pada tahun ini. Namun, program tetap akan dilanjutkan sesuai mekanisme yang berlaku,” pungkasnya.(red/net)


















