LAMPUNG – Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) bekerjasama dengan Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA) RI  menggelar diskusi bertajuk “Court Security and Contempt of Court dalam Bingkai Independent Judiciary”, Kamis (18/12/2025).

Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Abdul Kadir Muhammad, Fakultas Hukum Unila ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional. Di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, aktivis HAM sekaligus Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) periode 2010–2016 Haris Azhar, serta akademikus, filsuf, dan komentator politik Rocky Gerung.

Dalam forum tersebut, Haris Azhar menyoroti persoalan contempt of court yang menurutnya tidak bisa dilepaskan dari persoalan integritas lembaga peradilan itu sendiri.

Ia menilai, problem utama bukan semata pada masyarakat yang dianggap merendahkan pengadilan, melainkan pada sejauh mana pengadilan mampu menjaga kepercayaan publik melalui proses yang adil, transparan, dan berintegritas.

“Ketika integritas pengadilan dipertanyakan, maka kritik publik kerap dianggap sebagai contempt of court. Padahal, kritik bisa lahir karena adanya kegagalan sistemik di dalam peradilan,” ujar Haris dalam diskusi tersebut.

Sementara itu, Rocky Gerung menyampaikan pandangan reflektif mengenai kondisi hukum dan demokrasi di Indonesia. Ia menggambarkan situasi bangsa yang tengah menghadapi berbagai krisis, namun tetap menaruh harapan pada daerah sebagai penopang perubahan.

“Negeri ini sedang tenggelam. Saya ingin Lampung menjadi pelampung,” kata Rocky, yang disambut tepuk tangan peserta diskusi.

Pernyataan tersebut dimaknainya sebagai harapan agar Lampung dapat menjadi wilayah yang melahirkan kesadaran hukum, keberanian berpikir kritis, serta kontribusi nyata bagi perbaikan bangsa.

Diskusi ini juga menekankan pentingnya court security atau keamanan peradilan sebagai prasyarat utama terwujudnya independensi hakim. Tanpa jaminan keamanan dan kebebasan dari tekanan, independensi peradilan dinilai hanya akan menjadi jargon normatif.

Melalui kegiatan ini, penyelenggara berharap tercipta ruang dialog antara akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil untuk memperkuat sistem peradilan yang berwibawa, berintegritas, serta berpihak pada keadilan substantif. (Berandalpg)