Gegara Dialog, Haruskah Berujung Ancaman Hukum?
Oleh: Rakhmat Husein
MENCERMATI berita dua tiga hari terakhir yang dimuat oleh beberapa media lokal terkait pemberitaan dengan judul “Alzier meminta maaf kepada PWI” dan sebelumnya ada juga media yang memuat judul “Hina Ketua, PWI Lampung akan laporkan Alzier ke Polda.” saya tergelitik untuk ikut bicara.
Untuk diketahui,� pernyataan Alzier� yang menyebut Ketua PWI tol** gob** dan comb** itu terjadi pada saat acara debat di Fajar Sumatera FSTV. Kebetulan saya juga menjadi pembicara di acara tersebut.
Selain saya dan Bang Alzier, ada juga Bung Adolf Indrajaya� yang mewakili Ketua PWI Supriyadi Alfian� dan Bung Henri Silalaho selaku Ketua AJI. Pembicara malam itu ada 4 orang.
Sebenarnya,� sebelum acara dimulai, bang Alzier sudah ingin membatalkan tampil begitu tahu Supriyadi Alfian selaku Ketua PWi Lampung tidak hadir.� Sayal ah yang meminta ADT agar tetap tampil.
“Udah Bang,� bentar aja Abang bicara.� Gak enak udah sampe disini. Biar publik ngeliat Abang muncul. Terus abis ngomong dikit, kalo mau pamit ya silahkan. Begitu kata saya malam itu.”
Nah karena saya mengikuti acara tersebut, ada beberapa yang ingin saya sampaikan.
- Bang Alzier dengan gaya nya yang khas ceplas ceplos dan pasti bang Supriyadi Alfian atau kawan-kawan PWI lain tentu juga paham termasuk saya. Pada malam itu seingat saya ADT menyebut Ketua PWI Tol**, Gob**, Bukan menyebut PWI secara kelembagaan.
Yang saya pahami, penyebutan tersebut tidak punya tendensi apapun. Hal itu� lebih disebabkan karena bang Alzier sebagai orang yang merasa juga dekat dengan PWI, geram atas situasi yang mencuat belakangan �ini.� Gak sekedar berujar Tol**,� Gob** tapi setahu saya Bang Alzier bahkan menyebut…� Harusnya Ketua PWI itu bisa merangkul semua…ngurusi jemaah dst..dst.
Di situ saya dapat menggarisbawahi bahwa kritik tersebut merupakan kepedulian dan rasa membesarkan PWI yang cukup kuat sekali dan bukan ada maksud lain.
Namun saya menjadi kaget paska acara dialog, saya baca di media-media bahwa semua Ketua Ketua PWI se Lampung mensomasi Alzier Dianis Tabrani dan akan melaporkan Alzier ke POLDA.
Laaaah… kok musti PWI secara kelembagaan sampe ancam lapor POLDA. Kayaknya “Baper” tingkat dewa nih teman-teman PWI. Pernyataan dalam debat ini yang saya pahami adalah Bang Alzier Dianis Tabrani mengkritik bang Supriyadi Alfian atas kepemimpinan selaku ketua PWI.
Tentu, Bang Alzier pasti sudah memilki catatan plus-minus perjalanan PWI selama ini. Selain itu, sedikit yang saya pahami adalah bahwa pers sebagai pilar ke-empat dari sebuah negara demokrasi yang salah-satunya dijalankan oleh PWI mestinya mampu lebih imparsial dan terbuka.
Melakukan kritik dan siap dikritik. Istilahnya tidak ada api bila tidak ada asap. Bukankah kita sangat mengedepankan cara-cara bermusyawarah ketimbang hukum. Mestinya penyelesaian pintu hukum merupakan cara terakhir bila cara dialog tidak selesai. Bila dikritik ancam lapor kepenegak hukum apa bedanya dengan rezim otoriter yang sudah lama tumbang di republik ini?
- Pada acara tersebut, ada Bung Adolf Indrajaya yang mewakili ketua PWI Supriyadi Alfian. Bila ucapan Bang Alzier ini dianggap menghina PWI, pertanyaan saya kok Bung Adolf tidak membantah dan mengklarifikasi. Jika itu yang terjadi, saya anggap PWI sebagai lembaga berani mengkritik dan berani dikritik.
- Saran saya, daripada sibuk mensomasi, lebih baik Bang Supriyadi Alfian mengevaluasi diri. Salahkah kritik Bang Alzier dan banyak pihak lain yang menyoroti PWI karena diduga ketua PWI terlalu jauh masuk dalam pusaran politik praktis?
Atau jika tetap merasa sudah benar dalam memimpin PWI,� bagusnya PWI buat acara diskusi juga. Hadirkan Bang Alzier dan Bang Supriyadi sebagai narasumber. Supaya� menjadi terang berang.
Terima kasih.� Salam hangat saya. (*)