Tanggal 22 Juli ini Kejaksaan Republik Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-63. Selama waktu tersebut Kejaksaan menjadi tulang punggung dalam penegakan hukum, Kejaksaan Republik Indonesia (Kejaksaan RI) harus terus melakukan perbaikan.
Penguatan internal kelembagaan dan reformasi birokrasi harus merupakan agenda utama. Mengigat di era digitalisasi ini tantangan yang dihadapi Kejaksaan RI kian hari kian berat, dimana jumlah sumber daya manusia dan sumber dana yang ada di Kejaksaan RI tidak seimbang dengan jumlah perkara yang cukup banyak sehingga dapat mempengaruhi proses penegakan hukum oleh Kejaksaan RI.
Pembentukan Kejaksaan Republik Indonesia tertuang dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2/1945. Saat itu, Jaksa Agung pertama Indonesia adalah Gatot Taroenamihardja. Kejaksaan Indonesia menjadi departemen yang terpisah (mandiri) melalui rapat kabinet 22 Juli 1960 dalam Surat Keputusan Presiden RI 1 Agustus 1960 No. 204/1960. Lalu, disahkan menjadi UU. No. 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa tanggal 22 Juli diperingati sebagai Hari Kejaksaan. Penetapan ini juga berdasarkan surat Keputusan Menteri/JA No. Org/A-51/1 tanggal 2 Januari 1961.
Negara Republik Indonesia dalam hal ini Kejaksaan RI untuk memenuhi tuntutan jaman, melakukan perubahan terhadap aturan susunan organisasi serta tata laksana kerja Kejaksaan RI. Undang-Undang tentang Kejakasaan RI telah mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan pertama terjadi di awal era 90-an, dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991. Setelah era reformasi bergulir, Kejaksaan sebagai elemen penting dalam penegakan hukum pun turut berbenah. Kejaksaan berupaya memperbaiki diri menjadi lembaga yang lebih mandiri dan bebas dari intervensi. Untuk memperkuat perubahan tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 pun diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. Perubahan tersebut sebagai peneguhan atau penegasan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan independen.
Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa �Kejaksaan R.I merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang�. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis). Ia mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar).
Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Kejaksaan RI juga mempunyai kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021).
Di usia ke-63, Kejaksaan harus dan wajib berupaya menjadi lembaga yang mandiri, berintegritas dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Ketiga hal itu menjadi kunci bagi jaksa untuk dicintai dan dipercaya oleh rakyat. upaya Kejaksaan RI untuk menjadi suatu lembaga yang dipercaya dan dicintai masyarakat ini, di buktikan dengan tingkat kepercayaan masyarakat beradasarkan survey yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia dimana hasil survei menunjukkan bahwa publik atau masyarakat menaruh kepercayaan besar terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai lembaga penegak hukum. Dalam jajak pendapat terbaru itu, kepercayaan masyarakat kepada Korps Adhyaksa mencapai 80,6%. �Tingkat kepercayaan publik terhadap kejaksaan meningkat menjadi 80%. Ini membuat Kejaksaan tetap menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya,� demikian bunyi hasil rilis tersebut, Senin (1/5/23).
Survei tersebut dilaksanakan pada 11-17 April. Pada survei sebelumnya yang dilakukan Februari silam, Indikator Politik Indonesia juga membeberkan adanya tingkat kepercayaan yang tinggi kepada Kejagung, yakni mencapai 77,8%. Angka itu juga menempatkan institusi tersebut di atas KPK dan Polri sebagai lembaga penegak hukum.
Kejaksaan RI juga mendapatkan kepercayaan masyarakat berdasarkan hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan lembaga yang paling dipercaya dalam penegakan hukum. Kalau terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum di dalam menegakan hukum, maka yang nomor satu adalah Kejaksaan,�kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers, Rabu (1/3/2023).
Berdasarkan survei tersebut, total 72 persen responden percaya terhadap Kejaksaan. Rinciannya, 11 persen sangat percaya dan 61 persen percaya. Kepercayaan publik terhadap Kejaksaan RI yang dipimpin Jaksa Agung ST Burhanuddin ini disebabkan, karena keberhasilan Kejaksaan RI mengungkapkan kasus mega korupsi yang sekian lama merugikan keuangan Negara dan perekonomian yang sangat fantastis jumlah uang triliunan rupiah, seperti dalam kasus Asabri, Jiwasraya, Garuda, Minyak goreng, kasus duta palma, serta kasus yang menghebohkan publik yakni kasus korupsi Penyediaan menara Base Transceiver Station (BTS) di kemenerian komunikasi dan Informatika yang merugikan keuangan negara sebesar 8 triliun rupiah serta melibatkan pejabat negara dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, yang mungkin selama sejarah negara Indonesia berdiri mustahil atau tidak munkin dilakukan oleh Kejaksaan RI dalam mengungkap atau memproses kasus-kasus seperti ini karena melibatkan pejabat negara (Menteri).
Tapi Kejaksaan RI yang dipimpin oleh Jaksa Agung ST Burhannudddin beserta jajaranya berani mengungkapkan kasus ini seperti slogan �Tajam keatas, Humanis kebawah�. Hal ini menunjukan bahwa Kejaksaan RI relatif konsisten untuk terus menunjukkan kepada publik bahwa mereka komitmen dalam pemberantasan korupsi.
Selain itu, dalam laporan tahunan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2022. Dalam laporan itu, kejaksaan menangani 405 kasus dengan 909 tersangka dan merugikan negara Rp39 triliun. Sedangkan KPK cuma mengusut 36 kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang merugikan negara Rp2,2 triliun dengan 150 tersangka. Kemudian, kepolisian menangani 138 kasus tipikor dengan 307 tersangka dan kerugian negara Rp1,3 triliun.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan Kejaksaan adalah institusi penegak hukum yang paling banyak memberantas korupsi dengan nilai kerugian (negara akibat) korupsi paling tinggi. Hasil survei tersebut membuktikan Kejaksaan agung mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Kejaksaan RI yang dipimpin jaksa Agung ST Burhanudin berhasil mewujudkan keadilan sehingga mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat.
Selain penegakan hukum dalam perkara korupsi, Kejaksaaan RI dipimpin ST. Burhanuddin dalam memenuhi rasa keadilan masyarakat.. melakukan terobosan hukum. Yakni dengan mengeluarkan Peraturan Jaksa No. 15 Tahun 2020 mengenai Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif atau dikenal Restorative Justice� (RJ). Penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan humanisme Restorative Justice� ini dinilai menjawab kebutuhan hukum masyarakat.
Dalam sebuah kesempatan, Jaksa Agung Prof. Dr. ST. Burhanuddin menyampaikan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, norma dasar negara atau staats fundamental norm adalah Pancasila. Pancasila merupakan cerminan dari jiwa bangsa yang mengandung nilai-nilai moral, kekeluargaan, keseimbangan, musyawarah, dan keadilan sosial.
Terobosan hukum yang diinisiasi oleh Kejagung di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Prof. Dr. ST. Burhanuddin ini juga diganjar berbagai penghargaan baik internasional maupun di dalam negeri. Salah satunya penghargaan tertinggi dunia�Special Achievement Award�dari�International Association of Prosecutors�(IAP) pada tahun 2022.
Penerapan�Restorative Justice�bukan saja menjadi kebutuhan hukum dan� sebagai bentuk ADR (Alternative Dispute Resolution) akan tetapi dalam penerapan penyelesaian perkara Non Penal mampu menggali nilai-nilai dasar hukum di dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana terkandung dalam nilai filosofi Pancasila yaitu Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Keadilan, Gotong royong (kebersamaan) dan Nilai Keadilan. pendekatan restoratif justice memberikan ruang bagi rakyat kecil untuk mendapakan keadilan dan merubah wajah hukum kita yang tidak hanya memenuhi legal justice namun juag memperhatikan social justice.
Restorative Justice, pendirian rumah Restorative Justice, dan Balai rehabilitasi, Program Jaga desa, serta Jaksa menjawab adalah Program Penegakan hukum yang Humanis yang dilakukan oleh Jaksa agung ST Burhannudin. penegakan hukum yang humanis adalah penegakan hukum yang berlandaskan kemanusian yang mampu menggali rasa keadilan masyarakat.
Penegakan hukum yang Humanis harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat saat ini, tidak pandang bulu, dan dapat diterima masyarakat karena itu perlu adanya penegakan hukum yang berpihak kepada masyarakat. Kejaksaan RI di yang dipimpin Oleh Jaksa Agung RI ST Burhannudin di hari ulang tahun ke -63 ini yang telah mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, mencerminkan bahwa kepercayaan masyarakat atas penegakan hukum di Indonesia masih tetap terjaga dengan komitmen Kejaksaan RI atas penegakan hukum yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Kita berharap dan sangat yakin dengan kejaksaan RI yang dipimpin jaksa Agung ST Burhannudin, dapat menjaga kepercayaan tersebut dengan menjadikan �Kejaksaan RI mandiri, berintegritas dan profesional�, dengan Jaksa harus hadir dan memberi manfaat, serta menjadi solusi disetiap permasalahan hukum di masyarakat. Fungsi Kejaksaan tidak hanya sebagai alat sarana lembaga penegakan hukum namun dapat juga ikut menjadi penjamin tercapainya hak keadilan bagi masyarakat. Termasuk berani membersihkan �jaksa yang nakal melakukan penyimpangan dalam jabatannya�. Masyarakat harus memberikan dukungan dan semangat kepada Kejaksaan RI yang dipimpin oleh Jaksa Agung ST Burhannuddin untuk terus mengungkap kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat-pejabat publik baik dipusat dan di daerah, sehingga Kejaksaan dapat menjadi role model dalam penegakan hukum bagi aparatur penegak hukum di Indonesia.
�Selamat Ulang Tahun kepada Kejaksaan RI yang ke- 63 �Tajam Keatas, Humanis Ke Bawah�.
* (Anggota Dewan Penasehat IKA FH Universitas Lampung/Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung)